Oleh. Yani
(Kontributor MazayaPost.com, Bogor)
Tunjangan rumah dinas anggota DPR, menambah panjang daftar fasilitas yang diterima anggota dewan. Indonesia Coruption Watch (ICW) sebut negara boros hingga Rp. 2Triliun jika rumah dinas DPR diganti tunjangan perumahan. ICW juga mengatakan, kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR periode 2024-2029 merupakan bentuk pemborosan uang negara. Kebijakan tersebut tidak berpihak pada kepentingan publik (Kompas.com, 11/10/2024).
Berdasarkan penelusuran dari sejumlah media, sekretaris jenderal (SekJen) DPR Indra Iskandar menyampaikan bahwa, perbulan anggota DPR akan menerima tambahan tunjangan untuk perumahan sekitar Rp50-70 juta untuk 58 orang anggota selama 60 bulan atau 5 tahun dan hasilnya total anggaran yang harus dikeluarkan sebesar Rp1,74Triliun sampai Rp2,43Triliun. Selain itu, ICW menduga bahwa kepentingan tersebut tidak memiliki perencanaan sehingga patut di duga gagasan tersebut hanya untuk memperkaya anggota DPR.
Sangat miris, di saat kondisi rakyat yang saat ini sedang dalam kesulitan ekonomi sehingga rakyat sulit untuk memiliki rumah bahkan ada beban Tapera untuk pekerja yang menambah kesulitan yang harus dihadapi rakyat saat ini. Ironisnya, ketika keputusan anggota dewan justru membuat rakyat malah semakin susah hidupnya. Itulah gambaran kondisi masyarakat saat ini yang berada dalam sistem demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, legalisasi penjajahan ekonomi atas nama hukum oleh para kapitalis yang memiliki simbiosis mutualisme dengan pejabat, termasuk wakil rakyat.
Bagaimana sebenarnya mekanisme lembaga perwakilan rakyat yang ideal? Dalam Islam, tidak ada istilah perwakilan rakyat, yang ada adalah majelis umat. Majelis umat beranggotakan orang yang mewakili kaum muslim dalam memberikan pendapat, sebagai tempat merujuk bagi pemimpin negara atau Khalifah untuk meminta masukan atau nasihat mereka dalam berbagai urusan dan mengoreksi (muhasabah) para pejabat pemerintahan (al-hukam). Melalui wadah ini, kepentingan umat diakomodir. Mufakat didahulukan, tetapi tentu saja tetap berpegang pada rambu-rambu syariat. Inilah kelembagaan yang diwariskan oleh Rasulullah saw.
Jadi, idealnya kita sebagai umat Islam, mencontoh keistimewaan majelis umat ini. Hal ini diambil dari perlakuan khusus Rasulullah saw. Sungguh luar biasa ketaatan dan ketakutan akan amanah sebagai wakil umat beserta pemimpinnya. Dengan penuh keimanan menjalankan amanah karena mereka tau akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Maka dengan semua itu, akan terciptalah terpenuhinya hak dan kesejahteraan umat. Seandainya umat saat ini bernegara dan berpegang teguh pada beberapa dalil yang menyeru pada kaum muslim untuk mengontrol dan mengoreksi penguasa. Insyaallah kondisi berupa kerusuhan, kelaparan, perampasan hak, dan lain-lainnya bisa dikurangi.
Majelis umat tidak memiliki kekuasaan legislasi sebagaimana halnya lembaga perwakilan dalam sistem parlemen demokrasi. Namun, lembaga majelis umat ini memiliki banyak kewenangan yang berfungsi sebagai pengimbang kekuasaan eksekutif khalifah atau pemimpin negara. Para anggota majelis dapat menyuarakan opini politik mereka secara bebas, tanpa takut dibungkam atau dibui. Dalam menyusun daftar kandidat khalifah,tidak boleh ada kandidat dari luar daftar-daftar yang disusun majelis yang berhak dipilih sebagai khalifah. Keputusan majelis dalam hal ini bersifat mengikat. Hanya anggota majelis yang beragama Islam yang boleh ikut menyusun daftar ini.
Dengan keistimewaan lembaga majelis ini, maka komukasi antara penguasa dan rakyat akan harmonis. Bukankah hal seperti ini yang sangat dirindukan oleh rakyat saat ini? Maka untuk dapat mewujudkannya tidak ada jalan lain, kecuali kembali pada sistem Islam. Karena hanya Islamlah satu-satunya solusi terbaik dalam mengatur semua permasalahan negara dan kehidupan. Hanya dalam naungan Khilafah Islamiyyah, umat akan dapat merasakan kesejahteraan yang hakiki. Wallahualam bisawab.