Wacana Impor Ikan di Tengah Hasil Laut Natuna yang Melimpah, Ada Apa?

Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Wacana impor ikan yang akan dilakukan oleh Pemko Batam terus menguak setelah sebelumnya hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Batam, Gustian Riau yang menyarankan impor ikan di Batam dilegalkan agar stabilitas harga ikan di Kota Batam tetap terjaga (batam.tribunnews.com, 23/2/2023).

Sejumlah kritik pun muncul. Di antaranya datang dari Pakar Ekonomi Kota Batam, Rafki Rasyid. Rafki menilai wacana impor ikan tak layak dilakukan, dan sesuatu hal yang aneh sekaligus lucu, mengingat 98 persen dari wilayah Kepri merupakan lautan. Rafki menambahkan, bahwa Kepri harusnya menjadi pengekspor ikan terbesar di Indonesia jika dilihat dari luasnya wilayah lautan (suara.com, 22/2/2023).

Sementara itu, nelayan Natuna juga bereaksi dengan wacana impor ikan yang akan dilakukan oleh Pemko Batam. Pasalnya, hasil sumber daya laut dan ikan sangat berlimpah dari Laut Natuna Utara.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Henri menilai wacana impor ikan tersebut tidak tepat. Henry menambahkan, jika Batam dibanjiri ikan impor, maka harga ikan nelayan lokal tidak bisa bersaing atau semakin anjlok (sindonews.com, 23/2/2023).

Kegagalan Sistem?

Meski belum menemukan titik kesepakatan, namun sejumlah pemangku kebijakan saling lempar tanggung jawab terkait wacana impor ikan. Masyarakat pun bertanya-tanya, untuk apa dan kepentingan siapa wacana impor ikan mencuat.

Minimnya stok berakibat pada tingginya harga di pasaran, cuaca ekstrem yang menyebabkan nelayan gagal melaut, atau tangkapan yang sedikit, dan lain sebagainya disebutkan sebagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya aktivitas impor, tidak hanya ikan, namun juga sumber daya lainnya. Sebagian masyarakat mungkin sudah tidak asing dengan berbagai kebijakan yang beraroma kapitalis. Seperti impor beras saat panen raya berlangsung dan berbagai kebijakan lainnya yang sejatinya menguntungkan para pemodal. Pemerintah seolah kalah dengan para kapitalis atau korporasi.

Alih-alih menyejahterakan, kebijakan yang diambil justru merugikan masyarakat. Bagaimana mungkin, negeri agraris dengan lautan yang luas, nelayan yang banyak, tapi malah impor hasil laut dan ikan. Sangat miris bukan? Lantas kesejahteraan seperti apa yang akan masyarakat rasakan?

Minim Visi?

Sebagai negara yang besar, dengan jumlah penduduk muslim terbesar, sudah sepatutnya memiliki visi yang jelas pula sebagaimana tuntunan Islam. Di mana seluruh aspek industri, terutama bidang pangan, akan dibangun dengan paradigma kemandirian, dan tidak bergantung kepada asing.

Berbeda jauh dengan kehidupan saat ini, di mana Islam bukan lagi menjadi sumber hukum dalam mengatur kehidupan dan pengambilan keputusan. Maka tidak heran bila segala kebijakan yang akan diambil dan diputuskan, akan menguntungkan pihak-pihak tertentu pula. Hal ini akan terus terjadi selama sistem kapitalis terus diadopsi, meskipun berbagai kebijakan digulirkan, dan para pemangku kebijakan terus berganti.

Mandiri dalam Sistem Islam

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Berdasarkan hadis tersebut, maka terlihat jelas bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Negara memiliki peran menentukan arah politik, dan juga membuat kebijakan sesuai dengan tuntunan syarak. Tanpa dipengaruhi oleh korporasi atau pihak-pihak tertentu bahkan asing, yang ingin meraup keuntungan di atas rakyat.

Begitu pula dengan lembaga pemerintahan lainnya, berperan sebagai raa’in dan junnah tanpa terkecuali. Tidak ada satu pun lembaga negara yang dalam layanannya berbisnis dengan rakyat.

Maka, untuk mewujudkan itu semua, umat butuh sebuah perubahan dalam sistem kehidupan sebagaimana tuntunan syariat Islam. Butuh pemimpin yang hanya takut kepada Rabb-nya. Hal tersebut dibuktikan dengan menerapkan aturan Islam di segala lini kehidupan, termasuk urusan politik, ekonomi, serta dalam memutuskan sebuah kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak.

Wallahu a’lam.

Dibaca

 108 total views,  2 views today

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi