Virtual Date: Gaya Hidup Generasi dalam Sistem Kapitalisme

Oleh. Afiyah Rasyad

Duhai, pesat nian perkembangan teknologi. Corak kehidupan masyarakat banyak terpengaruh keberadaan teknologi. Di era Revolusi 4.0, kebutuhan akan gadget naik level, menjadi kebutuhan primer di zaman now. Apalagi sejak pandemi covid-19, keberadaan teknologi, khususnya android menjadi kebutuhan nomor wahid karena proses pendidikan dan berbagai aktivitas instansi lainnya dilaksanakan daring alias virtual.

Lagu Saykoji berjudul Online di tahun 2000-an telah nyata adanya. Gadget bukan sekadar untuk komunikasi, tapi juga untuk berselancar di dunia maya. Internet sudah terjangkau di benda-benda gepeng yang super canggih. Kini, bukan hanya jual beli yang dilakukan online, gaya interaksi pacaran anak muds juga via online. Kini, virtual date menjadi gaya baru dalam merajut maksiat.

Di tengah cengkeraman sistem hidup yang serba bebas seperti saat ini, yakni liberalisme, interaksi laki-laki dan perempuan kian marak dilakukam. Pacaran seolah perkara yang sangat biasa dilakukan oleh para kawula muda. Interaksi yang berselimut maksiat ini bahkan sudah mendarah daging dan menjadi life style. Pacaran identik dengan kencan. Kencan sekarang tak melulu bertemu tatap muka. Kencan virtual sudah banyak dilakoni pasangan muda-mudi. Remaja yang kadung terhipnotis dengan liberalisme mengagungkan pacaran. Mereka tidak kehabisan akal mencari cara untuk tetap terhubung dengan sang pacar saat LDR.

Liberalisme yang lahir dari busuknya kapitalisme semakim menyuburkan atmosfer maksiat terstruktur pada remaja. Asas sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan semakin mengokohkan pandangan remaja terkait bolehnya aktivitas pacaran. Apalagi berbagai aplikasi menjadi biro kencan online atau virtual date. Walhasil, hubungan terlarang ini difasilitasi lewat sejumlah aplikasi. Maksiat benar-benar difasilitasi. Sebut saja salah satu dating agency di Asia, Lunch Actu*lly, menawarkan pilihan virtual date alias berkencan tanpa harus bertatap muka.

Jagat maya seakan larut dalam sekuel romansa cinta virtual. Bisa-bisa para pecinta virtual date mengahabiskan banyak waktu untuk kencan dengan pasangannya di dunia maya. Jika lewat aplikasi, maka waktu kencan mereka sesuai dengan arahan aplikasi itu, bahkan pasangannya pun bisa jadi orang yang baru dikenal di dunia maya. Jika memang belum kenal, mereka terlebih dahulu konsultasi dengan match maker. Namun, jika mereka memang sudah saling kenal di dunia nyata, mereka akan berhubungan suka-suka di dunia maya bahkan tanpa khawatir akan dosa. Semakin kompleks permasalahan remaja dengan adanya virtual date ini.

Potensi Gaya Hidup Generasi dalam Sistem Kapitalisme

Sejatinya, generasi muslim adalah tonggak perubahan sebuah peradaban. Namun, generasi atau remaja muslim saat ini menjadi sasaran empuk para pengusung kebebasan. Dunia maya dibuat kondusif untuk konten-konten yang menjual ide kebebasan dan menjauhkan dari potensi alamiahnya. Generasi muslim dijauhkan dari perannya sebagai agen perubahan. Generasi muslkm justru dibuat terlena dengan dunia maya. Intelektualitasnya juga digerus dan dibonsai.

Tidak dimungkiri, perkembangan teknologi menawarkan berbagai hal yang justru memandulkan daya kritis generasi. Berbagai kecanggihan dan kepintaran teknologi mendominasi gaya hidup generasi. Alih-alih memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang bermanfaat, generasi justru disibukkan dengan aktivitas yang nirfaedah.

Potensi generasi muslim dalam sistem kapitalisme benar-benar teralihkan. Gaya hidup bebas sukses menyeret generasi menggunakan teknologi ke mana suka. Sekularisme juga berhasil menyandera pemikiran dan pandangan hidup generasi muslim dari hakikat hidupnya. Fitrahnya sebagai hamba Allah tercerabut oleh sistem kapitalisme.

Gombalan, rayuan, dan sejenis kata manis lewat dunia maya menjadi makanan sehari-hari generasi. Virtual date mengalihkan potensi pemuda hanya pada romantisme berbalut dosa. Interaksi sayang-sayangan dan cinta-cintaan ala mereka sungguh menyingkirkan gelora dan semangat juang di jalaan yang benar. Kemaksiatan demi kemaksiatan dilakoni dalam kancah kehidupan generasi.

Keasikan yang fana dengan euforia romansa yang dijalin dalam virtual date berhasil merenggut waktu berhaarga para generasi. Demam cinta virtual meruntuhkan pemikiran yang lurus sehingga generasi tak mampu bangkit dan berjuang keluar dari kehidupan yang terpuruk. Begitulah sistem kapitalisme membingkai para pemuda hanya dalam kesenangan demi memuaskan hawa nafsu belaka, semakin jauh dari potensi yang sesungguhnya.

Dampak Buruk Virtual Date bagi Kehidupan Generasi

Virtual date yang menjadi gaya hidup memberikan pengaruh negatif pada generasi, baik dari segi spiritual maupun kehidupan sosial generasi. Apalagi negara seakan mengamini berbagaai tingkah polah interaksi remaja yang ada. Berbagai aplikasi yang dapat menyambungkan hubungan virtual remaja semakin subur di negeri ini. Dampak buruk tak dapat dihindari saat virtual date menguasai interaksi. Dampak buruk itu antara lain:

1. Generasi tak paham hakikat hidup
Generasi yang terus melakukan aktivitas maksiat, maka hatinya cenderung keras. Kebenaran Islam akan susah untuk masuk. Sudah banyak generasi muslim yang tak paham hakikat hidupnya. Dari mana ia berasal, untuk apa hidup di dunia, dan akan ke mana setelah mati, tak terbersit dalam benak mereka. Meski mereka menyandang status sebagai muslim, tetapi aktivitas mereka tidak mencerminkan sebagai muslim.

2. Harta terbuang sia-sia
Tak dimungkiri, virtual date memerlukan kuota ataupun jaringan wifi yang tak gratis. Para generasi betah berlama-lama dengan gawainya demi berselancar bersama pasangan dalam aksi virtual date. Alhasil, generasi yang masih dalam naungan ekonomi orang tua akan terus menadahkan tangan menambah beban hidup orang tua demi membiayai hubungan virtual.

3. Waktu terbuang sia-sia
Sudah jamak diketahui, generasi betah seharian berteman dengan gawai. Apalagi saat liburan atau malam. Semua waktunya dekat dengan gawai. Virtual date yang mereka lakukan bisa menghabiskan waktu berjam-jam dalam datu kali kencan. Betapa waktu akan terbuang percuma hanya mengobrol ngalor ngidul yang mendatangkan dosa.

4. Kecanduan gadget atau HP
Tentu saja virtual date akan semakin menjadikan generasi berpikir hape atau gadget adalah segalanya. Tanpa gadget, mereka bisa jadi merasa hidupnya garing, tak berwarna. Jadilah hidupnya bergantung pada hape atau gadget. Bukan hanya untuk virtual date, bahkan untuk mencari ibu kota kabupaten tempat tinggalnya saja harus buka hape.

5. Tidak mampu berpikir serius
Virtual date yang menjadi gaya hidup akan semakin melenakan genrasi. Kesenangan dan hura-hura saja yang dipikirkan, sementara untuk problem kehidupan lainnya tak akan ditoleh sedikit pun. Banyak generasi yang akrab dengan dunia virtual semakin berkurang pemikirannya akan sebuah problem kehidupan. Mereka jauh dari berpikir serius karena dianggap berat dan kaku. Sehingga, generasi penerus dan perubah peradaban sudah tak bertaji dalam pemikirannya.

Inilah dampak buruk virtual date bagi kehidupan generasi saat dijadikan sebuah gaya hidup. Potensi generasi akan tersandera oleh kencan virtual berdasar asas kebebasan dengan dalih bebas berekspresi.

Pergaulan yang Baik dan Patut bagi Generasi

Hukum asal pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Islam adalah terpisah kecuali dalam beberapa hal yang dibenarkan syara’. Sementara hubungan asmara yang halal di sisi Allah hanyalah pernikahan. Maka, pacaran, baik nyata ataupun virtual adalah bentuk aktivitas interaksi laki-laki dan perempuan yang diharamkan Allah Swt. Pacaran termasuk salah satu wasilah yang mendekati zina. Ada latangan tegas dalam hal itu dalam firman Allah:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

Interaksi kencan viftual di dunia maya bukan berarti sah-sah dilakukan karena tidak bertemu langsunh. Meski terpisah jarak dan waktu, tetapi aktivitas kencan virtual tetap dalam pantauan Allah Swt. Teknologi hanya sebagai sarana untukj saling berinteraksi. Hukum asal bendanya mubah, alias boleh-boleh saja. Namun, interaksi di dalamnya harus terikat dengan hukum syara’.

Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang baik dan patut adalah terpisah. Maka, virtual date bukanlah knteraksi yang patut untuk dilakukan, kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Jarak jauh bukan berarti bebas dari hukum Allah. Islam memiliki seperangkat aturan mengenai hubungan antara antara laki-laki dan perempuan nonmahram di dunia maya. Sama dengan dunia nyata, interaksi laki-laki dan perempuan hanya boleh dilakukan saat terdapat hajat (keperluan) yang diperbolehkan oleh syariat Islam, seperti silaturahmi, berdakwah, belajar, berobat, meminta fatwa, melakukan akad seperti jual beli, akad kerja, utang piutang, dsb.

Obrolan dalam virtual date sepertinya hanya seputar dunia berdua. Rayuan, curhat, dan gombalan akan lebih dominan. Pembicaraan yang dilakukan bukan sesuatu yang menjurus pada keperluan syar’i, jelas sudah bukan pergaulan yang baik dan patut dalam pandangan syara’.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi