Oleh. Rizqi Awal
(Pegiat Sosial Media)
Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan boneka monster lucu bernama Labubu. Boneka ini menjadi tren di kalangan anak muda, influencer, kolektor mainan, hingga pencinta fashion. Mereka berlomba-lomba mengunggah foto dan video Labubu di Instagram, X (Twitter), atau TikTok. Namun, di balik popularitasnya, ada fenomena kapitalisme dan gaya hidup Key Opinion Leader (KOL) yang mempengaruhi tren ini. Bagaimana Islam memandang fenomena ini?
Kapitalisme dan Konsumerisme
Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana produksi dan distribusi barang dan jasa dikendalikan oleh individu atau perusahaan swasta dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam konteks boneka Labubu, kapitalisme terlihat dari bagaimana perusahaan Pop Mart memanfaatkan tren untuk meraup keuntungan besar. Harga boneka Labubu bisa mencapai jutaan rupiah, dan banyak orang rela mengantre panjang atau menggunakan jasa titip (jastip) untuk mendapatkannya.
Fenomena ini mencerminkan konsumerisme, di mana masyarakat terdorong untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya demi mengikuti tren. Konsumerisme ini sering kali didorong oleh iklan dan promosi yang dilakukan oleh KOL atau influencer.
Gaya Hidup KOL
Key Opinion Leader (KOL) atau influencer memiliki peran besar dalam mempengaruhi tren. Ketika seorang anggota Blackpink, Lisa, mengunggah foto dirinya dengan boneka Labubu di Instagram, popularitas boneka ini langsung meroket. KOL memiliki kekuatan untuk mengarahkan opini publik dan menciptakan tren baru. Mereka sering kali bekerja sama dengan brand untuk mempromosikan produk, yang pada akhirnya meningkatkan penjualan.
Namun, gaya hidup KOL ini sering kali menekankan pada materialisme dan hedonisme, di mana kebahagiaan diukur dari seberapa banyak barang yang dimiliki atau seberapa populer seseorang di media sosial.
Perspektif Islam
Dari sudut pandang Islam, fenomena ini bisa dilihat dengan kritis. Islam mengajarkan kesederhanaan dan menghindari pemborosan. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
> “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra: 27)
Islam juga mengajarkan untuk tidak terjebak dalam gaya hidup yang berlebihan dan selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki. Rasulullah SAW bersabda:
> “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih patut agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks boneka Labubu, Islam mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam tren yang hanya mendorong konsumerisme dan materialisme. Sebaliknya, kita diajarkan untuk hidup sederhana, bersyukur, dan menggunakan harta kita untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan mendekatkan diri kepada Allah.
Viralnya boneka Labubu adalah contoh bagaimana kapitalisme dan gaya hidup KOL mempengaruhi tren di masyarakat. Dari perspektif Islam, fenomena ini mengingatkan kita untuk selalu kritis terhadap tren yang ada dan tidak terjebak dalam konsumerisme dan materialisme. Sebaliknya, kita diajarkan untuk hidup sederhana, bersyukur, dan menggunakan harta kita untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
Sumber: channel Rizqi Awal