Utang Negara Membengkak, Negara Salah Kelola?

Nur Afni
(Ibu Pegiat Literasi)

Sebagaimana Sabda Rasulullah saw., “Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim)

Wibawa Indonesia dianggap semakin turun di mata dunia internasional karena utang negara semakin tak terbendung. Bahkan, utang Indonesia yang semakin besar dianggap sebagai salah satu kriteria kegagalan pemerintah dalam mengelola negara. Terkait utang Indonesia yang semakin besar, maka ini bisa merupakan salah satu kriteria kegagalan pemerintah mengelola negara,” ujar Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (20/1/2023).

Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%.Menurut kaleidoskop buku APBN KITA 2022, terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, Desember 2021, rasio utang terhadap PDB menurun dari sebelumnya 40,74 persen menjadi 39,57 persen.Dari total utang Rp7.733,99 triliun, rinciannya Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.846,89 triliun dan pinjaman Rp887,10 triliun.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini bicara soal utang pemerintah yang terus membengkak. Menurutnya, di masa jabatan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) sejak 2014, utang pemerintah semakin meningkat. Dia memaparkan di tahun terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhyono menjabat pada 2014 utang pemerintah sudah menyentuh Rp2.600-an triliun. Kini, posisi terakhir utang pemerintah sudah menyentuh Rp7.500-an triliun. Lebih tepatnya, dari data yang dipaparkan, Didik memperlihatkan utang pemerintah terus menerus meningkat sejak 2014, di tahun tersebut utang pemerintah tercatat Rp2.608,78 triliun dan di November 2022 mencapai Rp7.554,25 triliun. Didik menilai bisa saja Jokowi akan mewariskan utang belasan ribu triliun kepada pemimpin-pemimpin berikutnya. Pasalnya, tahun 2024 kepemimpinan Indonesia akan berganti.

Fakta di atas merupakan kondisi keuangan negara saat ini, yang mana setiap pemimpin negara mewariskan utang kepada pemimpin selanjutnya. Setiap pemimpin terus meningkatkan utang sehingga semakin bertambah parah. Inilah wajah pemimpin hari ini. Padahal, negara kita adalah negara yang kaya akan SDA (sumber daya alam), baik itu dari hasil laut, hutan, hasil tambang, batubara, dan masih banyak lagi.

Sehingga, dikatakan di dalam sebuah nyanyian bahwa, “Tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Inilah pernyataan bahwa negara kita adalah negara yang kaya, sehingga membuat bangsa lain iri dan mencari cara untuk menguasai kekayaan alam yang ada di negara kita, ini yang terjadi saat ini.

Sementara emerintah kita sibuk untuk membangun tol di mana-mana. Padahal, tol hanya dinikmati oleh orang- orang-orang kaya saja, kenapa? Karena, tol bukan punya rakyat Indonesia, tetapi milik asing atau para kapital (pemilik modal). Jadi, tol dibangun bukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi karena kerjasama dengan aseng dan asing yang akan menyengsarakan rakyat.

Jika kita lihat kondisi saat ini, rakyat semakin hari semakin terjepit dan kesusahan. Sulitnya lapangan pekerjaan, kenaikan harga sembako, harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik yang terus meningkat, dan masih banyak lagi kesulitan yang dirasakan oleh rakyat karena pemerintah yang tidak mementingkan kesejahteraan rakyat, tetapi hanya mementingkan para kapital (pemilik modal).

Kondisi hari ini tidak akan bisa berubah kalau sistem yang diterapkan bukanlah sistem Islam, karena hanya sistem Islamlah yang mampu melahirkan pemimpin yang menjaga dan menyejahterakan rakyat. Berganti pemimpin tidak akan mampu mengubah keadaan jika sistem yang diberlakukan masih sama, bukan sistem Islam. Di dalam Islam, jelas bagaimana penguasa mengatur keuangan negara dan jelas bagaimana pengelolaan SDA (sumber daya alam) di gunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat (rakyat).

Sangat berbanding terbalik dengan pemimpin negara di masa khalifah dahulu, Khalifah Umar bin Khattab sampai jarang tidur karena memikirkan urusan rakyatnya. Islam telah mengatur sistem kepemilikan secara jelas. Ada harta milik negara, harta milik umum, dan harta milik pribadi. Semuanya dengan batasan yang jelas. Selain itu, Islam mengatur bagaimana mengurus masing-masing harta tersebut. Milik negara dan milik umum tidak boleh dijadikan harta pribadi atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Islam juga mengatur bagaimana cara mencari harta dengan benar. Seorang penguasa atau pejabat tidak diperkenankan mengambil harta yang bukan haknya. Apalagi memanfaatkan jabatan/kekuasaannya untuk itu. Khalifah Umar bin Khattab apabila meragukan kekayaan seorang penguasa atau pejabat, ia tidak segan-segan menyita jumlah kelebihan dari yang telah ditentukan sebagai penghasilannya yang sah. Kadang-kadang jumlah kelebihan itu dibagi dua, separuh ntuk yang bersangkutan dan separuh lainnya diserahkan kepada Baitul Mal (kas Negara). Selain itu, Khalifah Umar bin Khattab senantiasa mencatat dan menghitung kekayaan seseorang sebelum ia diangkat sebagai penguasa atau sebagai kepala daerah.

Putra Khalifah Umar, Abdullah bin Umar menyatakan kesaksiannya, “Khalifah Umar memerintahkan pencatatan kekayaan para kepala daerah. Para khalifah begitu amanah dalam menjalankan kepemimpinannya dan beliau paham bahwa Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat.”

Padahal di dalam sistem Islam ada 3 hal yang seharusnya dikuasai oleh rakyat dan digunakan sebaik-baiknya untuk kehidupan rakyat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud)

Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam dan meninggalkan sistem kapitalis sekuler ini, karena sesungguhnya agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Sebab, kita butuh aturan agama dalam menjalani kehidupan ini. Kita tidak akan mampu melahirkan seorang pemimpin yang bertakwa dan amanah terhadap umat hanya dengan berdoa saja dan melakukan ibadah- ibadah ruhiyah semata. Namun, kita harus kembali kepada sistem Islam karena sistem Islam lahir dari aturan Sang Pencipta, Al Khalik

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi