Utang Makin Tinggi, Imperialisme Makin Menjadi

Oleh. Sri Rahayu Lesmanawaty
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah naik menjadi Rp8.253,09 triliun per Januari 2024. Jumlah utang ini naik sebesar Rp108,4 triliun dibandingkan utang di Desember 2023, yakni sebesar Rp8.144,69 triliun (CNN Indonesia.com, 27/2/2024).

Senada dengan irama kenaikan utang, peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak menyatakan bahwa selama 10 tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara naik sangat drastis. “Lonjakan utang negara naik sangat drastis. Saya mencoba menghitung dalam sepuluh tahun terakhir rezim Jokowi, utang negara meningkat 200%,” ungkapnya di Kabar Petang: “Era Jokowi Utang Ugal-ugalan, Setiap Warga Tanggung Rp28 Juta?” di kanal Khilafah News, Sabtu (13-1-2024).

Hitung punya hitung, terkait utang negara seperti ini, menurut Bhima Yudistira ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) dikutip dari Kontan.co.id 6/3/2024, jika ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, berarti setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp30,5 juta. Bahkan ada kemungkinan meningkat menjadi Rp40 juta. Ini disebabkan karena postur belanja pemerintah lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan. Bhima mengatakan utang Indonesia khususnya ULN pemerintah makin memprihatinkan.

Jerat Ribawi Bahayakan Kedaulatan Negeri

Utang-piutang yang memberikan manfaat bagi pihak pemberi utang merupakan riba. Haram jika dilakukan sekalipun apakah ada eksploitasi atau tidak oleh pihak pemberi utang. Sekecil apa pun manfaat atau keuntungan berupa materi atau jasa yang dihasilkan dari utang, baik secara paksa ataupun sukarela, maka tetaplah riba dan jelas dalam hukum syarak bahwa riba nâsi’ah adalah haram. Sejatinya, utang yang selama ini ditarik oleh negara Indonesia tercinta ini modelnya adalah utang ribawi. Bukan pinjam meminjam seperti apa yang dianalogkan oleh Menkeu Sri Mulyani. Firman Allah Ta’ala,

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْن

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti orang yang kerasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian disebabkan karena mereka berpendapat bahwa jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Ibnu Qudamah menyatakan, Ibnul Mundzir rahimahulLâh berkata, ”Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka pengambilan tambahan tersebut adalah riba.”

Dengan demikian dengan alasan apa pun utang ribawi adalah haram. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin negeri muslim yang berutang ribawi jelas merupakan dosa besar. Alih-alih melapangkan jalan pembangunan perekonomian negara, yang terjadi utang ribawi tersebut menimbulkan bahaya (dharar) terhadap kaum muslim. Wilayah dan sumber daya alam yang ada menjadi rentan untuk dikuasai pihak asing pemberi pinjaman.
Kondisi ini sangat membahayakan kedaulatan suatu negara.

Negara-negara seperti Zimbabwe, Sri Lanka, Maladewa, Uganda, Kenya dan Pakistan adalah sejumlah negara yang terjerembab akibat perangkap utang luar negeri. Beberapa negara harus menyerahkan pelabuhan dan bandara strategis pada negara pemberi utang (Tiongkok), dan dilalahnya Indonesia pun termasuk yang juga menjadi salah satu yang terjerat utang dari negeri tirai Bambu tersebut. Lewat skema Belt and Road Initiative (BRI), Republik Rakyat China ini menjelma jadi kreditur atau negara pemberi utang terbesar di dunia (inilah.com, 26/8/2023).

Tragisnya jika utang negara yang mengandung riba telah merenggut kedaulatan negara, maka yang selanjutnya adalah perkara jeratan ribawi yang dharar (bahaya) serta batil ini akan makin menjerumuskan negeri dalam cengkeraman asing. Jerat ribawi makin melapangkan jalan imperialisme (penjajahan) pihak asing dalam menguasai negeri. Penjajahan makin menjadi-jadi tanpa militerisasi. Ribawisasi telah menembakan artileri pemberian utang sebagai jalan.

Kembali pada Syariat Islam Lepaskan Jerat Urang Luar Negeri

Selama Indonesia masih menerapkan sistem ekonomi kapitalisme yang menghalalkan riba serta membolehkan swasta lokal dan asing-aseng mengeruk sumber daya alam (SDA) milik rakyat, maka SDA hanyalah dinikmati oleh swasta dan asing, rakyat gigit jari. Dikutip dari CNBC Indonesia 27/11/2023, sekitar 90% pertambangan dan pengolahan nikel dikuasai asing. Sektor batu bara hanya 12% dikelola oleh BUMN. Pada sektor migas, Pertamina hanya mengelola 30% blok migas. Sisanya dikuasai oleh asing.

Sistem ekonomi kapitalisme telah menjebak seluruh negeri dengan jerat ribawi. Seluruh manusia terkena sekalipun dia bukan pelakunya. Sabda Rasulullah Muhammad saw.,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ

“Akan datang suatu zaman kepada manusia. Saat itu mereka memakan riba. Kalaupun ada orang tidak memakan riba secara langsung, ia akan terkena debunya.” (HR An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim)

Sesungguhnya, umat Islam memiliki potensi luar biasa untuk kembali menjadi khairu ummah. Potensi ini sebetulnya telah dengan didukung dengan adanya kekuatan ekonomi, industri, serta cadangan dan sumber energi terbesar dunia, yang nota bene dimiliki oleh dunia Islam seperti yang dinyatakan oleh Abu Abdullah dalam bukunya, Emerging World Order The Islamic Khilafah State. Hanya saja penguasa negeri-negeri muslim masih termakan bujuk rayuan kafir imperialis dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang telah menjebak mereka.

Seharusnya para penguasa menyadari bahwa potensi luar biasa yang dimiliki negerinya sangat mampu membuatnya mandiri Dan terlepas dari ketergantungan utang. Dan menerapkan sistem Islam (Khilafah) adalah satu-satunya jalan. Satu-satunya sumber harapan untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi, kemunduran moral, kemiskinan, penindasan, dan penderitaan akibat penerapan sistem kapitalisme.

Oleh karena itu, perubahan harus segera dilakukan. Karena rusaknya perekonomian negeri ini tidak hanya bisa dengan pergantian pemimpin saja. Harus ada perubahan ke arah tegaknya hukum Allah dengan diterapkannya syariat Islam dalam semua aspek kehidupan. Karena cengkeraman utang ribawi tak akan bisa terlepas jika sistem demokrasi ekonomi kapitalis masih disenangi. Sudah saatnya meninggalkan sistem rusak dan merusak, segera kembali pada hukum ilahi niscaya negara pun aman sentosa, sejahtera pasti terjadi. Wallaahu a’lam bisawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi