Dilansir dari Kompas.com (21/9/2021), pemerintah sudah menarik utang Rp550,6 triliun sepanjang tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penarikan utang ini mencapai 46,8 persen dari target utang dalam APBN 2021 sebesar Rp1.177,4 triliun. Namun demikian, bendahara negara mengungkapkan bahwa realisasi penarikan utang hingga bulan Agustus 2021 ini lebih rendah 20,5 persen dibanding tahun lalu (year on year/yoy). Di negeri yang kaya raya “gemah ripah loh jinawi” ini menjadi suatu kewajaran jika utang kian hari kian melejit. Kenapa? Karena negeri ini merupakan pengusung dari kapitalisme.
Di negeri-negeri yang mengemban paham kapitalis, utang merupakan satu-satunya cara dalam menyelesaikan permasalahan keuangan negara. Sedangkan utang yang beredar pastilah utang ribawi, sehingga wajar jika kondisinya bukan membaik, tapi sebaliknya kian hari kian terpuruk. Rakyat yang menjerit karena impitan ekonomi pun tak lagi dipedulikan oleh negara. Negara hanya mengutamakan kepentingan segelintir orang saja dan mengabaikan rakyat kebanyakan. Penguasa bahkan bergeming dengan kondisi ini. Alih-alih meringankan derita rakyat, penguasa malah membayar utangnya dengan cara menaikkan pajak di segala lini.
Fakta seperti ini tentu saja berbeda dengan fakta kala Islam diterapkan. Dalam sistem Islam, penguasa adalah ra’in dan junnah, penguasa sekaligus tameng bagi rakyatnya. Penguasa dalam Islam akan sepenuhnya melayani urusan rakyat serta menjadi pelindung secara sempurna. Upaya-upaya yang dilakukan penguasa semata-mata dalam rangka menyelesaikan urusan rakyatnya.
Khalifah Umar bin Khattab pernah memanggul sendiri gandum untuk dibagikan pada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, ketika kondisi keuangan di Baitul Mal kosong maka khalifah akan mencari pinjaman pada orang-orang kaya sampai terpenuhi kebutuhan rakyat dan negara. Sedangkan pinjaman tersebut tanpa riba. Adapun sumber pemasukan negara diupayakan keberadaannya demi bisa membayar utang tersebut, misalnya dengan menarik pajak pada orang-orang tertentu yang kaya dan dalam batas tertentu sampai kebutuhan Baitul Mal terpenuhi. Dengan demikian, negara tidak perlu mencari utang ke negara lain, apalagi sampai utang riba. Dari sini, jelaslah bahwa dengan diterapkannya sistem Islam pasti akan bisa menyelesaikan semua urusan rakyat tanpa menimbulkan masalah baru.
Oleh. Nur Syamsiah Tahir