Tragedi Mahasiswi, Bukti Rusaknya Sistem Pergaulan

Oleh. Dini Azra

Seorang mahasiswi jelita ditemukan sudah tak bernyawa di atas pusara ayahnya. Diduga kuat gadis itu mengalami depresi hingga memutuskan untuk bunuh diri, setelah dipaksa oleh pacarnya melakukan aborsi sebanyak dua kali. Melalui media sosial gadis itu bercerita menjadi korban perkosaan dan pemaksaan aborsi. Peristiwa itu mengundang banyak simpati dan perhatian dari masyarakat negeri ini hingga menteri.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenpenPPPA) Bintang Punpayoga menanggapi kasus bunuh diri NW (23), mahasiswi Universitas Brawijaya yang nekat menenggak racun karena kekasihnya Bripda Randy Bagus memaksanya melakukan aborsi. Menurutnya, kasus yang dialami NW termasuk kategori Dating Violence atau kekerasan dalam berpacaran. Yaitu suatu tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak dan berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan hak secara sewenang-wenang kepada seseorang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

Bintang meminta polisi mengusut tuntas kasus kematian NW ini, dan pelaku diproses sesuai hukum undang-undang yang berlaku. Selain itu dia juga menyampaikan bahwa saat ini KemenpenPPPA membuka layanan call center bagi perempuan atau anak yang menjadi korban kekerasan. Mereka bisa menghubungi nomor 08111-129-129 (detikNews.com, 5/12/2021).

Sementara itu, dari hasil pemeriksaan terhadap Bripda RB, polisi menemukan bukti lain. Brigjen polisi Slamet Hadi Supraptoyo mengungkapkan, selama berpacaran antara 2019 sampai 2021 mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri dan aborsi bersama sebanyak dua kali pada tahun 2020 dan 2021. Polisi telah memeriksa pelaku secara internal terkait kode etik dan dijerat pasal 7 dan 11. Juga pidana umum akan dijerat pasal 348 Juncto 55 (Oke news.com, 5/12/2021).

Peristiwa semacam ini sebenarnya sudah banyak terjadi, adanya kekerasan bahkan pembunuhan yang dilakukan pacar yang tidak bertanggung jawab. Hanya saja, kasus ini terlanjur viral setelah diunggah ke media sosial. Sehingga, netizen pun beramai-ramai mendukung kepolisian untuk menangkap pelaku yang identitasnya berhasil mereka ungkap. Mungkin karena desakan publik, kasus ini bisa segera ditindaklanjuti meskipun kelanjutannya belum pasti.

Miris benar pergaulan remaja zaman sekarang. Pacaran sudah menjadi gaya hidup, tidak lagi dianggap tabu atau merasa malu. Hal ini dikarenakan paham liberalisme yang tak terbendung, dipropagandakan dari berbagai arah. Mulai dari komunitas pegiat HAM dan feminisme yang mengajarkan kebebasan tanpa batas. Pergaulan bebas tak mengapa asal suka sama suka, baru dipersoalkan apabila di dalamnya ada paksaan.

Selain itu, berbagai tayangan pornografi, pornoaksi, pornoliterasi mudah diakses oleh semua kalangan. Ditambah pemerintah yang abai dengan berbagai kerusakan generasi bangsa ini. Sebab, pemerintah selalu mengikuti standar komunitas Barat yang mengedepankan HAM, sehingga negara tidak boleh masuk ke area pribadi rakyatnya. Cukuplah menyediakan payung hukum bagi mereka yang menjadi korban kejahatan atau merasa dirugikan.

Karena itu, kekerasan dalam berpacaran hingga berujung pada perbuatan kriminal terus-menerus terjadi. Solusi yang diberikan bukanlah pencegahan tapi sebatas aturan dan sanksi hukum apabila terjadi kasus kekerasan. Misalnya saja Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang baru-baru ini menjadi kontroversi. Hanya fokus pada kekerasan seksual, tapi jika kegiatan seksual dilakukan dengan persetujuan tidak dilarang. Perbuatan zina tidak dianggap kejahatan di negeri mayoritas Muslim ini. Padahal dalam ajaran Islam, zina adalah kejahatan dan termasuk dosa besar. Hukumannya juga tak main-main, yakni dirajam atau dicambuk tergantung status pelakunya. Jangankan sampai berzina, mendekatinya saja sudah dilarang dalam Al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra: 32)

Itulah syariat Islam, yang lebih mengedepankan pencegahan agar tak terjadi zina. Sebab, perbuatan zina itu tidak serta merta dilakukan dua orang yang berpasangan. Ada hal-hal yang mendahului seperti berpandangan, berkhalwat, berpegangan tangan, dan seterusnya. Karena mencegah untuk terjadinya zina, diperintahkan kaum lelaki menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. Sedangkan bagi wanita diwajibkan menutup aurat dengan sempurna, yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan. Laki-laki dan perempuan bukan mahram dilarang ikhtilat (campur baur) meski ditempat ramai tanpa kepentingan syar’i, juga dilarang berduaan di tempat sepi, sebab syetan akan menggoda untuk melakukan zina.

Bagaimana dengan pandangan kelompok tertentu, bahwa kekerasan seksual tidak berhubungan dengan pakaian yang dikenakan wanita? Sebab menurut data mereka, sebagian korban kekerasan seksual adalah wanita berhijab. Allah Ta’ala memberi perintah kepada hamba pastilah untuk kebaikannya. Kewajiban sebagai hamba Allah hanyalah mendengar dan mentaati, jika pun sudah menutup aurat dengan sempurna dan menjaga diri tapi masih menjadi korban kekerasan seksual itu adalah musibah. Dimana, dia tidak menanggung dosa karenanya. Sebab, setiap musibah yang menimpa manusia hanya bisa terjadi karena izin-Nya.

Untuk membentengi generasi muda dari perbuatan zina dan kekerasan seksual, tidak cukup peranan individu-individu saja. Keluarga sebagai pendidikan utama bagi anak, memiliki peran sangat penting untuk memberikan bekal pemahaman agama, akidah yang benar, menanamkan kepercayaan terhadap Allah sehingga menyadari bahwa apa-apa yang dilakukan manusia akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Pendidikan keluarga yang baik, menghasilkan individu yang baik, individu yang baik tidak cukup menjadi baik sendiri, tapi akan berusaha mengajak orang lain di sekitarnya untuk menjadi baik. Maka, terciptalah lingkungan masyarakat yang baik pula. Namun, seharusnya peran terbesar diambil oleh negara yang memiliki otoritas membuat aturan.

Pemerintah bisa saja membuat Undang-Undang yang melarang zina dan memasukkan zina ke dalam perbuatan kriminal. Namun selama yang diterapkan masih sistem kapitalisme sekuler, hal itu tidak mungkin terwujud. Jadi jalan satu-satunya adalah kembali pada sistem Islam.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi