Tingginya Beban Hidup, Mematikan Fitrah Keibuan

Oleh. Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi, KontributorMazayaPost.com)

Sungguh miris, adanya fakta mengejutkan pembunuhan bayi yang dilakukan oleh seorang ibu yang baru melahirkan. Padahal, di luar sana masih banyak perempuan yang sudah menikah mendambakan seorang anak di tengah-tengah mereka. Bahkan ada yang sudah berpuluh-puluh tahun belum juga diberi keturunan.

Penyebab Hilangnya Fitrah Keibuan

Perempuan berinisial R (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri. Setelah meninggal, bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar (KumpuranNews.com, 24/01/2024)

Dilihat dari fakta tersebut, banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu membunuh anaknya. Namun, yang terpenting paling utama adalah faktor ekonomi karena lemahnya kondisi perekonomian. Sehingga sang ibu tega membunuh dan membuang anaknya.

Ini adalah beban hidup yang besar dalam sistem kapitalis. Hilangnya perasaan keibuan dalam diri seorang wanita, sehingga dia tidak lagi merasa bersalah karena telah membunuh anaknya. Hal ini juga disebabkan oleh lemahnya ketahanan iman mereka dan kurangnya aktivitas spiritual keluarga.

Dengan demikian, seorang wanita merasa terbebani dengan kebutuhan finansial yang tidak mudah. Juga peran lingkungan sekitar yang juga tidak peduli satu sama lain, dan tidak ada jaminan kesejahteraan setiap individu yang berasal dari negara tersebut. Di balik itu semua, terdapat permasalahan yang mengarah pada akar permasalahan yaitu sistem yang digunakan dan diterapkan di negara ini.

Perempuan di negeri ini sebagian besar menjadi tulang punggung keluarga karena merasa tunjangan suami kurang mencukupi. Kebutuhan saat ini begitu besar sehingga mereka merasa harus bekerja untuk kelangsungan hidup sehari-hari. Permasalahan ini tentu menimpa perempuan yang rajin mencari materi padahal tugasnya adalah sebagai istri dan ibu. Akibat yang lebih parah dari hal ini, tampak pada setiap wanita yang tidak menyadari kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu tidak ingin mempunyai anak, tidak taat lagi pada suami, tidak menutup aurat di muka umum.

Di satu sisi, kurangnya pengetahuan agama yang memungkinkan perempuan memilah dan memilih mana yang disukai dan mana yang tidak. Ini akibat penerapan sistem kapitalisme. Setiap perempuan didoktrin untuk memperoleh banyak harta benda untuk memenuhi kebutuhannya, baik di rumah maupun di luar. Fungsi ibu sebagai ummu warobbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga), serta pendidik generasi tidak ada.

Kesadaran membesarkan anak sudah hilang, apalagi menjadi seorang istri dan ibu. Karena dalam perekonomian kapitalisme, di mana laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama di segala bidang, mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan perempuan. Inilah bahaya terjerumusnya sistem ekonomi kapitalisme yang akan terus terjadi selama sistem ekonomi kapitalisme masih diterapkan di negeri ini.

Islam Menjamin Kesejahteraan Ibu

Hal ini berbeda dengan Islam di mana Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme baik melalui subsistem, dukungan masyarakat, atau kompensasi negara. Islam mempunyai sistem ekonomi dan politik yang dapat mewujudkan kesejahteraan individu, yang menjamin ketersediaan sumber daya keuangan untuk mewujudkannya. Tentu saja kesempatan kerja terbuka seluas-luasnya bagi laki-laki dan tentunya dengan upah yang memadai, sehingga mereka dapat menjamin penghidupan yang layak bagi keluarganya, karena negara adalah pelindung dan pemberi nafkah.

Dalam sebuah hadis diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi, Nabi bersabda, “Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah, dan ia berlaku adil, maka bagi mereka pahala. Tetapi jika mereka memerintahkan selainnya (bukan hal yang baik), maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu.” (HR. Bukhari)

Seperti dalam hadits diatas bahwa pemimpin wajib melindungi, mensejahterakan rakyat yang di pimpin. Dalam Khilafah tentu akan dilakukan berbagai upaya agar pengurusan dan melindungi perempuan bisa melakukan peran serta kewajiban sebenarnya, laki-laki akan dipastikan mendapatkan pekerjaan, sebab Khilafah akan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Akan ada sanksi tegas, bagi para laki-laki terutama suami dan ayah yang tidak ada kemauan dalam mencari nafkah, sedangkan lapangan kerja ada didepannya, perempuan dalam Islam tidak dilarang untuk bekerja, tapi hukumnya boleh, namun jika sudah menjadikan pekerjaan mencari nafkah diutamakan dan mengabaikan kewajiban, sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Maka, ini menjadi tidak boleh, sebab mengambil yang mudah dan meninggalkan yang wajib.

Dalam Islam, perempuan tidak dilarang untuk bekerja, namun undang-undang memperbolehkannya, namun hanya jika mereka lebih memilih pekerjaan yang layak dan mengabaikan tugas sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Maka tidak boleh karena mereka mengambil kemudahan dan meninggalkan yang wajib. Namun ketika suami tidak sanggup lagi bekerja karena suata hal, maka Khilafah akan meminta nafkah bagi perempuan dialihkan pada pihak keluarga yang lain, barulah ketika Keluarga tidak sanggup menafkahi, maka negara langsung yang akan memberikan nafkah bagi perempuan tersebut. Sungguh, Islam akan mampu menjadikan seorang istri dan ibu menjalankan peran yang sebenarnya, serta melindungi dan menjadikan ibu sebagai pendidik bagi anak-anaknya, dengan diterapkannya sistem Islam secara sempurna, tidak akan muncul pada benak seorang ibu untuk membunuh anaknya. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi