Thrifting, Ungkap Rusaknya Sistem Kapitalisme

Meivita Ummu Ammar
Aktivis dakwah Ideologis

Kementerian Perdagangan telah melarang bisnis thrifting sesuai dengan perintah Presiden Jokowi. Larangan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor (26/03/2023).

Fenomena thrifting alias berbelanja pakaian bekas menjadi kegiatan yang marak dilakukan. Hal ini bukan merupakan hal baru, sudah berlangsung sejak tahun 1990. Setidaknya, ada empat hal yang dapat diungkap atas maraknya fenomena thrifting tersebut.

Pertama, sistem kapitalisme menciptakan gaya hidup hedonis dan brandedmind sehingga mendorong masyarakat membeli barang bermerk. Kedua, kapitalisme juga membuat kondisi ekonomi masyarakat sulit, akibatnya tidak dapat menjangkau harga barang bermerk dan memaksa mereka membeli barang bekas. Ketiga, sistem ini mengikis perhatian pemerintah terhadap keseriusan mengurus kebutuhan masyarakat, termasuk masalah barang impor. Keempat, sistem kapitalisme membuat pengusaha tergiur mengembangkan bisnis thrifting karena melihat ada peluang pasar yang cukup besar sehingga banyak keuntungan yang akan diraih.

Sungguh ironis, masyarakat yang ingin mendapat barang berkualitas malah menjadi “pemulung” dari negara maju. Padahal, negeri ini sebenarnya kaya raya dengan beragam sumber daya alam di dalamnya. Keahlian sumber daya manusia juga mumpuni untuk memproduksi barang berkualitas.

Muncullah pertanyaan besar, mengapa rakyat harus berburu barang bekas? Nyatanya, sistem kapitalisme telah merampas kekayaan masyarakat dan negara. Sejatinya, solusi atas permasalahan ini adalah meninggalkan sistem kapitalisme dan beralih kepada sistem Islam, bukan sekadar melarang impor barang bekas tanpa solusi. Sistem kapitalisme tidak layak dipertahankan, telah nyata kerusakan yang ditimbulkannya.

Dalam Islam, sumber daya alam harus dikelola dengan baik oleh negara untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan konglomerat. Pemerintah menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk mengayomi masyarakat termasuk memenuhi kebutuhan mereka dengan amanah. Sumber daya alam melimpah adalah milik masyarakat yang dikelola negara. Hasil pengelolaannya digunakan untuk kemaslahatan masyarakat berupa penyelenggaraan di bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, keamanan, infrastruktur, dan lainnya.

Individu diperbolehkan untuk menguasai sumber daya jika depositnya sedikit. Hasil pengelolaannya akan terkena khumus atau seperlima hasilnya akan diserahkan ke baitulmal sebagai bagian dari harta fai. Rasulullah saw. pernah mengambil kebijakan untuk memberikan tambang kepada Abyadh bin Hammal Al-Mazini. Namun, kebijakan tersebut kemudian beliau tarik kembali setelah mengetahui tambang tersebut laksana air yang mengalir.

Namun, ketika barang tambang itu melimpah, ia termasuk harta milik umum, terlarang bagi individu atau swasta untuk menguasainya. Hasil dari barang tambang tersebut akan masuk ke baitulmal. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal, yaitu air, padang, dan api.” (HR Abu Dawud). (Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Keuangan Islam).

Mekanisme pengelolaan sumber daya alam oleh negara tidak hanya akan berkontribusi pada penyediaan komoditas primer untuk keperluan pertahanan dan perekonomian negara, melainkan juga menjadi sumber pemasukan negara yang melimpah. Bukan hanya masalah thrifting, permasalahan ekonomi lainnya juga akan tuntas diselesaikan dengan sistem Islam.

 

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi