Terjadi (Lagi) Penistaan Agama, di Mana Peran Negara?

Novia Sara
(Ibu Ranah Domestik, Bogor)

Kepolisian Resor Kota Besar Bandung langsung mengusut warga negara asing (WNA) karena meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buahbatu, Kota Bandung yang menyetel murottal Al-Qur’an. Sebelumnya, ramai di media sosial video yang memperlihatkan pria WNA tengah meludahi pria di dalam masjid. Akun @fakta_bandung, turut membagikan unggahan video tersebut.

Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Budi Sartono segera mendatangi masjid Al-Muhajir pada Jumat (28/4) malam. Budi bersama jajarannya menemui korban imam tetap di Masjid Al-Muhajir, Muhammad Basri Anwar (24) untuk mengetahui kronologi kejadian ini (29/4).

Kronologinya, WNA tersebut dilaporkan tengah menginap di salah satu hotel tidak jauh dari masjid Jami Al-Muhajir Bandung. Namun, ketika imam masjid Muhammad Basri Anwar memutar rekaman Murottal Al-Qur’an, bule tersebut tiba-tiba datang mengeluarkan kata-kata kasar dan meludahi wajahnya. Bahkan, ia hendak memukul imam masjid tersebut, tetapi tidak sampai mengenainya. Semua kejadian tersebut terekam CCTV hingga viral di sosial media.

Kasus penistaan agama lainnya datang dari selebgram LM yang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan bismillah saat makan olahan babi. Ia terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar.

Ancaman hukuman diberikan setelah penyidik Subdirektorat V Siber Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mendapatkan kecukupan barang bukti yang didukung keterangan beberapa orang saksi dan ahli. Dirkrimsus Polda Sumsel Kombes Pol Agung Marlianto mengatakan penetapan LM sebagai tersangka dugaan penistaan agama dilakukan pada Kamis (27/4).

Sementara itu, Lina mempertanyakan motif pelapor yang ia anggap melebar, dari semula mempermasalahkan perihal makan daging babi dengan bismilah, menjadi membahas kehidupan pribadinya. Tak hanya itu, ia juga mengaku sudah meminta maaf kepada publik atas tindakannya itu.

Seakan hal biasa penistaan agama kembali terjadi bahkan dalam suasana sukacita umat Islam yang sedang merayakan Idulfitri, menandakan negara tak mampu memberi efek jera atas kasus-kasus sebelumnya. Suatu keniscayaan dalam sistem sekuler karena agama hanya urusan individu dan diterapkan hanya dalam ruang privat rakyat. Terlebih kebebasan berpendapat sangat dijunjung tinggi dalam negara ini bahkan dijamin bagi setiap orang untuk berkata dan bertindak semaunya dan tanpa disadari melukai hati umat di negara yang mayoritas muslim ini.

Nilai HAM, demokrasi, dan toleransi pun hanya omong kosong saat dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum muslim. Negara seolah bungkam dengan kasus-kasus penistaan agama. Negara tidak melihat ini sebagai pemasalahan serius yang harus segera dicari akar masalahnya dan diselesaikan hingga tuntas. Negara seolah meminta umat Islam di negeri ini untuk bersabar dan maklum terhadap penista agama.

Hal yang berbeda di dalam sistem Islam, di mana negara adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam mempunyai mekanisme untuk membuat jera penista agama dengan tetap berpegang prinsip toleransi yang harmonis, saling menghormati dan menghargai antar sesama pemeluk agama. Bahkan, Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menerapkan saksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama dan di masa Kh1l4f4h utsmaniyah negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Prancis ketika diketahui bahwa di sana akan diadakan pertunjukan opera yang isinya menghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, hanya sistem Islam yang dapat menghentikan dan menuntaskan segala bentuk penistaan agama yang kerap terjadi dalam sistem sekuler saat ini.

 

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi