Terancam Resesi, Dana Parpol Kian Tinggi


Oleh: Tri S, S.Si

Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi dunia jatuh ke jurang resesi pada tahun depan. Perkiraan itu ia buat berdasarkan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara seperti AS dan Inggris demi meredam lonjakan inflasi. Sri Mulyani memastikan kebijakan itu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi sehingga ancaman resesi kian sulit dihindari.

“Kenaikan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” ungkap Ani, sapaan akrabnya, dalam konferensi pers, Senin (26/9).

Berdasarkan catatan Ani, suku bunga acuan bank sentral Inggris sudah naik 200 basis poin selama 2022. Begitu pula dengan Amerika Serikat (AS) yang sudah naik 300 bps sejak awal tahun.

“(Bunga acuan) AS sudah 3,25 persen, sudah naik 300 bps, ini terutama karena rapat September ini mereka menaikkan lagi dengan 75 bps. Ini merespons inflasi AS 8,3 persen,” ungkapnya.

Sebelumnya, mengutip AFP, Bank Dunia (World Bank) memproyeksi sejumlah negara resesi pada 2023. Hal ini karena suku bunga acuan bank sentral di sejumlah negara semakin tinggi (cnnindonesia.com, 27/09/2022).

Ditengah kondisi rakyat yang sulit dan tengah menghadapi badai resesi, justru pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp1.000 per suara menjadi Rp3.000 per suara.

Mantan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menilai kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasannya, di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat.

Karena itu, kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, kurang pantas.
Hadar mengusulkan, sebelum Mendagri menaikkan dana bantuan parpol, ada baiknya pemerintah bersama DPR terlebih dahulu membenahi sistem pengawasan dan pelaporan agar lebih transparan dan akuntabel. Karena, banyak kasus dan bantuan parpol di daerah menjadi sumber tindak pidana korupsi (Republika.co.id, 22/09/2022).

Misal, bantuan ingin ditambah seharusnya diberikan kepada rakyat, bukan parpol atau DPR. Apalagi dengan problem BBM yang naik saat ini membuat rakyat semakin kesulitan. Seharusnya ada simpati prihatin, terutama DPR mengenai masalah ini.

Rakyat sudah berjuang keluar dari krisis selama 2 tahun karena dampak Covid. Lalu, saat mulai memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah malah memberikan kado pahit berupa kenaikan harga BBM. Seharusnya pemerintah berusaha untuk mengeluarkan rakyat dari kesulitan, sayangnya malah makin menambah kesulitan.

Faktanya DPR kian tidak peduli dengan derita rakyat. Selain waktunya yang tidak tepat, kenaikannya pun cukup tinggi. Ini menambah berat beban rakyat. Sangat wajar bila rakyat menuntut pemerintah untuk serius memikirkan rakyat. Mengeluarkan rakyat dari himpitan ekonomi, karena hal itu memang tanggung jawab pemerintah.

Ironis bila negara malah berencana menaikkan bantuan dana partai politik. Bukankah lebih bijak uang itu digunakan untuk mengeluarkan rakyat dari kesulitan hidup? Bantuan langsung tunai tidak cukup, apalagi rencananya hanya akan diberikan selama empat bulan, sedangkan imbas dari kenaikkan harga BBM akan berlangsung lama.

Pemerintah semestinya memberikan bantuan yang produktif, misalnya memberikan lahan, kemudahan legalitas perizinan usaha, memberikan modal usaha (bukan pinjaman) agar bantuan lebih merata dan rakyat tidak merasa disia-siakan. Jangan hanya memanfaatkan rakyat saat pemilu saja.

Tingginya mahar konstelasi politik pemilu dan pilkada mengakibatkan terjadinya politik transaksional. Calon pemimpin wajib mengeluarkan dana yang besar untuk biaya kampanye. Dana ini biasanya disokong perusahaan besar (kapitalis). Maka tidak heran bila tercipta kemesraan antara penguasa dengan pengusaha (kapitalis) yang menjadi penyandang dana saat kampanye pemilu.

Penyandang dana tidak memberikan uangnya tanpa meminta imbalan. Untung rugi pasti menjadi pembicaraan di antara mereka saat perjanjian pencairan uang. Hal inilah yang biasanya menjadi beban bagi para kandidat yang menang. Secara moral mereka memiliki beban untuk mengembalikan uang modal kampanye para penyandang dana.

Tidak heran bila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya menguntungkan para pengusaha (kapitalis). Kepentingan rakyat tidak menjadi yang utama. Bahkan, kebijakannya banyak merugikan rakyat seperti menaikkan harga BBM.

Pengembalian modal pemilu inilah yang menjadi penyebab utama menjamurnya korups. Walaupun banyak koruptor yang tertangkap tangan oleh KPK dan divonis penjara, nyatanya tidak membuat jera. Korupsi tetap saja terjadi. Bahkan, semakin berani karena hukumnya bisa dinegosiasikan.

Menambah bantuan dana tiga kali lipat untuk partai politik tentu bukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat, bahkan bisa dikatakan mengkhianati rakyat. Sementara, rakyat selalu menjadi tumbal untuk mengeluarkan negara dari kesulitan.

Sebenarnya, partai politik memiliki fungsi untuk menyerap aspirasi dan kebutuhan rakyat, melakukan pendidikan politik kepada rakyat, dan melakukan kaderisasi. Andai saja fungsi ini dijalankan oleh partai politik, pemilu tidak membutuhkan biaya besar. Sebab, partai politik mampu menghasilkan kandidat-kandidat terdidik dan terbaik dari dalam partainya untuk dipilih menjadi wakil rakyat.

Pola pikir kapitalis yang diadopsi negara telah memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, hukum Allah dilupakan. Padahal, ancaman Allah sangat keras kepada para pemimpin yang tidak amanah dan menyengsarakan rakyat.

“Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim)

Seharusnya rakyat semakin cerdas menilai fakta. Demokrasi hanya menguntungkan para kapitalis dan kroninya, bukan menguntungkan rakyat. Dalam sistem ini, melayani rakyat hanya tipu daya, rakyat tidak akan sejahtera. Kembali kepada Islam adalah solusi satu-satunya agar rakyat hidup sejahtera. Sejarah telah membuktikan kejayaan Islam yang berlangsung lama. Rasa takut kepada Allah menjadi motivasi para penguasa dalam menjalankan tugasnya. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi