Tarif Tol Naik, Komersialisasi Makin Sengit

Oleh. Sri Rahayu Lesmanawaty
(Kontributor MazayaPost.com, Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Tarif tol sejumlah ruas di Indonesia akan mengalami penyesuaian dalam waktu dekat. Setidaknya, terdapat 13 ruas tol yang akan mengalami kenaikan pada awal tahun ini. Demikian Kepala Bidang Sistem Informasi Layanan Jalan Tol Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ali Rachmadi Nasution menuturkan. Jalan Tol Cikampek Palimanan (Cipali) menjadi salah satu contoh yang bakal naik tarifnya pada kuartal I/2024. “Untuk tahun 2024, terdapat beberapa ruas yang rencana akan dilakukan penyesuaian tarif di kuartal I/2024,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (12/1/2024).

“Lagi-lagi naik, apa sih yang tidak naik di negeri ini?” Ungkapan ini secara spontan terlontar karena begitu terbiasanya rakyat menghadapi berbagai kenaikan harga-harga, baik barang maupun jasa. Di saat harga barang dan jasa naik, cerita turunnya lagi harga-harga alangkah sulit untuk didengar.

Demikian pula yang bersifat layanan publik. Jalan tol yang merupakan sarana yang menghantarkan mudahnya perjalanan orang, barang atau pun jasa, pun tak luput dari harga yang harus dibayar. Tak ada uang, maka tak bisa memanfaatkannya. Layanan publik, menjadi layanan komersil yang ditawarkan untuk meraih keuntungan.

Paradigma Layanan Publik di Era Kapitalisme

Di era kapitalisme, layanan publik menjadikan penguasa mementingkan keuntungan dalam kewajibannya sebagai penyedia. Investasi ditawarkan demi berjalannya proyek apa pun, tidak terkecuali jalan tol. Semua ini lumrah terjadi di negeri ini, paradigma kapitalisme terkait apapun termasuk layanan publik menguasai para pemegang kebijakan dalam menjalankan aturan negaranya.

Konsep sekularisme dan materialisme diambil saat membuat aturan. Hasilnya, semua kebijakan terarah pada cuan. Seluruh arah pandang kebijakan diarahkan untuk meraih materi, meraih keuntungan. Walhasil, hal yang wajar jika tarif tol naik secara rutin tanpa melirik rakyatnya menderita atau tidak.

Kenaikan tarif jalan tol yang rencananya akan diberlakukan pada kuartal I 2024 merupakan bagian dari aturan kenaikan berkala jalan tol sesuai dengan UU 2/2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU 38/2004 tentang Jalan. Pasal 48 ayat 3 menjelaskan, kenaikan tarif akan dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan laju inflasi dan evaluasi pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM). Dengan kenaikan tarif tol berkala ini, menunjukkan betapa jauhnya riayah penguasa terhadap kebutuhan rakyatnya, terlihat dari tarif jalan tol yang tidak murah, menunjukkan bahwa keberadaan jalan tol menjadi ladang bisnis bagi para pemilik modal yang menyasar layanan publik.

Dalam paradigma kapitalisme, komersialisasi begitu kental. Terlihat dari bagaimana penguasa senantiasa menaikkan tarif jalan tol setiap dua tahun sekali hanya dengan syarat pengelola jalan tol memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Padahal dalam memberikan pelayanan pada rakyat, seharusnya standar terbaik yang ditetapkan, bukan standar minimal.

Kapitalisme telah membuat negara tidak lagi bertanggung jawab atas kebutuhan rakyatnya. Korporat bercuan telah mengikat penguasa bukan lagi sebagai pelayan rakyatnya, tetapi menjadi pebisnis yang harus dibayar jika hendak diminta rakyat atas pelayanannya.

Sungguh, paradigma kapitalisme telah membuat makin sengitnya upaya komersialisasi di negeri ini. Penerapan kebijakan yang ada (termasuk layanan publik-jalan tol) menjadikan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Alat dan sarana transportasi yang aman, murah, dan terjangkau menjadi sangat tidak bisa diraih rakyat.

Naiknya tarif jalan tol, makin sulit untuk dimanfaatkan rakyat kecuali hanya oleh sebagian kalangan saja. Bukan hanya itu saja, naiknya tarif jalan tol berakibat pada naiknya harga bahan pokok karena naiknya biaya operasional saat pendistribusian barang. Makin sulitkah rakyat untuk meraih sejahtera.

Paradigma Islam terkait Layanan Publik

Rasulullah saw. bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya tanggung jawab seorang kepala negara termasuk dalam hal layanan publik (transportasi publik). Islam telah membebankannya pada Khalifah sebagai pelayan umat untuk mengelolanya/mengurusnya. Islam tidak membenarkan negara menyerahkan tanggung jawabnya kepada swasta, apalagi menjadikan upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk dikomersialisasi.

Islam memandang jalan raya sebagai bagian dari pelayanan negara. Negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur (jalan raya ada di dalamnya). Jalan adalah milik umum, dan negara dilarang untuk mengkomersialisasinya.

Syekh Abdul Qadim Zallum dalam bukunya yang berjudul “Sistem Keuangan Negara Khilafah”, menyebutkan bahwa dari sisi kepemilikan, jalan umum dipandang sebagai infrastruktur milik umum, siapa pun boleh memanfaatkannya tanpa dipungut biaya.”

Dengan demikian, fenomena sengitnya komersialisasi layanan publik sangat dihindarkan dalam sistem Islam. Sehingga sejahtera menjadi niscaya sebagaimana sejahteranya umat selama hampir 14 abad lamanya di era Khilafah berjaya. Wallaahu a’lam bisshawaab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi