Oleh. Dwi Lis
(Komunitas Setajam Pena)
KRL merupakan salah satu alat transportasi massal. Di mana sebagian masyarakat, khususnya warga yang tinggal di daerah Jabodetabek menggunakannya untuk memudahkan aktivitas mereka seperti pergi bekerja, sekolah, ke pasar, dan lain-lain. Dengan adanya KRL tersebut, diharapkan dapat membantu mengurangi kemacetan di jalan raya.
Namun sangat disayangkan, di tengah persoalan ekonomi yang mengimpit masyarakat saat ini, justru Menteri Perhubungan, Budi Karya Sunardi dalam jumpa pers akhir tahun 2022 menyatakan bahwa pada tahun 2023 tarif kereta listrik Jabodetabek akan ada penyesuaian. Penyesuaian tarif ini ditujukan untuk membedakan antara masyarakat yang kaya dengan yang miskin. Mereka yang mempunyai gaji, berdasi, dan memiliki finansial yang cukup tentunya akan dikenakan tarif KRL yang berbeda dengan warga masyarakat yang biasa. Padahal, biasanya yang dijadikan patokan dalam menentukan tarif itu diukur berdasarkan jarak tempuh bukan pada jumlah penghasilan pengguna KRL (republika.co.id, 1/1/23).
Dari pernyataan menteri perhubungan ini, sontak langsung menuai kritikan dari warganet. Dilansir dari republika.co.id (01/01/23), Suryadi Jaya Purnama selaku anggota komisi V DPR fraksi PKS juga ikut mengkritisi soal kenaikan tarif KRL yang dirasa mendiskriminatif masyarakat. Hal ini juga akan membuat orang kaya akan kembali beralih menggunakan kendaraan pribadi dan akan berpotensi menambah kemacetan di jalan raya.
Kebijakan seperti ini sangatlah tidak mengherankan ketika negara mengadopsi sistem kapitalisme. Di mana sistem ini hanya berorientasi pada asas manfaat dan materi. Seperti saat ini, ketika masyarakat ingin menggunakan fasilitas umum misalnya KRL, maka warga harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk bisa menikmatinya. Padahal di sisi lain, kehidupan rakyat sudah cukup terbebani dengan kenaikan harga bbm beberapa waktu lalu yang mengakibatkan meroketnya harga bahan pokok, ditambah lagi harus membayar berbagai macam pajak dan begitu mahalnya biaya kesehatan ataupun pendidikan.
Maka, lengkaplah sudah penderitaan rakyat saat ini. Inilah sekelumit problem kehidupan yang dilahirkan akibat diterapkannya sistem kapitalis sekaligus ini menunjukkan betapa bobroknya sistem ini yang hanya dapat menyengsarakan kehidupan umat saat ini, baik muslim maupun nonmuslim.
Hal ini sangatlah berbeda ketika negara menerapkan sistem Islam. Di dalam Islam, transportasi beserta infrastrukturnya merupakan kebutuhan umum yang mana keberadaannya merupakan tanggung jawab negara, salah satunya seperti KRL. Semua ini bisa terwujud ketika negara diatur oleh Islam di bawah naungan institusi negara.
Dalam sistem Islam, negara akan bertanggung jawab secara penuh dalam pengadaan fasilitas transportasi beserta infrastrukturnya yang sifatnya untuk kepentingan umum. Tentunya ini akan memakan biaya yang sangat banyak. Biaya tersebut didapatkan dari dana pos kepemilikan negara yang sumbernya berasal dari ghanimah, fai, ushur, dan kharaj.
Sehingga dari sini, negara akan mampu secara mandiri untuk membangun infrastruktur dan menyediakan transportasi umum termasuk KRL bagi rakyatnya. Alhasil, seluruh lapisan warga masyarakat dapat menikmati fasilitas umum dengan fasilitas yang terbaik dan tarif yang terjangkau atau bahkan gratis.
Waallahu a’lam bishowab.