Taktik Usang Pemilu dengan Politik Uang

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

“Uang …
Lagi-lagi uang …”

Sepenggal lirik lagu yang meledak do tahun 90-an nyatanya sangat cocok dengan kondisi saat ini. Apa pun bidangnya, takarannya adalah uang. Bahkan, urusan pemilihan orang nomor wahid di negeri ini kerap ditunggangi politik uang. Tak hanya pemilihan kepala negara, pemilihan anggota dewan, pemilihan kepala daerah, hingga kepala desa sampai ada istilah serangan fajar. Maksudnya di hari pemilihan tiba, sebelum atau pas terbit matahari, lembaran rupiah merah dan biru saling beradu. Gerakan senyap itu demi meraih suara rakyat.

Taktik Usang Politik Uang

Taktik usang politik uang dewasa ini seakan menjadi sebuah fenomena yang “sangat biasa” mewarnai perhelatan walimah politik dalam demokrasi. Taktik usang politik uang kian membawa kerumitan dalam episode pemilu yang datang.

Berbagai spekulasi dan pertanyaan berhamburan seputar kapabilitas, integritas, representasi, dan partisipasi dalam sebuah proses pemerintahan. Belum lagi marwah dan amanah seakan terjajah sempurna oleh bayang-bayang politik uang. Hal itu membuat wajah kelam demokrasi kian tak memiliki harapan perubahan ke arah yang lebih baik.

Taktik usang politik uang sejatinya berseberangan dengan slogan demokrasi. Di mana slogan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” seolah hanya menjadi pemanis dalam membingkai sebuah konsep pemerintahan. Pada faktanya, suara rakyat ditimbang dengan sejumlah nominal yang telah dibagikan demi memuluskan sebuah jabatan atau meraih kekuasaan.

Lembaran kelam demokrasi masih berserakan dan menyisakan penderitaam rakyat, tetapi pemangku negeri ini sepertinya tak menginsyafi kekelirian fatal politik uang. Taktik usang tersebut masih menghiasi urusan seputar pemilu. Sebagaimana diberiyakan katadata.com (15/8/2023), dalam beberapa waktu terakhir, Bawaslu berhasil mengidentifikasi 22 kasus politik uang dan 256 kasus terjadi di ranah kota/kabupaten. Dari temuan itu, setidaknya 50,2% kabupaten/kota dan 64,7% provinsi terlibat kasus politik uang. Lebih parah lagi, dari 34 provinsi yang menjadi objek penelitian, terdapat lima provinsi yang masuk kategori kerawanan tinggi, yakni Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Utara. Sebanyak 29 lainnya masuk kategori kerawanan sedang. Dari 514 kabupaten/kota, terdapat 24 yang masuk kategori kerawanan tinggi, sisanya kategori kerawanan rendah.

Taktik usang politik uang tampaknya telah mendarah daging dalam napas kehidupan rakyat dan pejabat. Aktivitas memberi atau menerima uang (barang) sebagai asas materi, yakni meraih keuntungan politis, masih berkibar meski sudah ada larangan. Dalam demokrasi, sekularisme menjadi akidah yang kuat. Pemisahan agama dari kehidupan sungguh menodai keimanan rakyat dan menihilkan martabat penguasa ataupun pejabat.

Demi memuluskan kontestasi, siapa pun yang gila jabatan atau kekuasaan akan melakukan berbagai cara, termasuk taktik usamg politik uang. Aroma suap begitu menguar dalam taktik usang ini. Banyak motif yang bergentayangan, entah sebagai uang transportasi, partisipasi, dll.

“Jurdil” dan “Luber” dalam walimah politik demokrasi yang di dalamnya melekat politik uang jelas ternodai. Suara rakyat yang seharusnya diraih dengan rasa kepercayaan, justru dinjak-injak dengan segepok uang. Maka, kontestan yang berpeluang menang adalah yang memiliki banyak uang atau suntikan dari para pemilik uang.

Dengan demikian, pemilu tercemar oleh demokrasi dan ideologi yang dibawanya, yakni kapitalisme. Kapitalisme memiliki prinsip yang kuat akan keuntungan materi, berasaskan manfaat yang ditakar dengan banyaknya harta. Ideologi ini yang menyandera semua pemikiran manusia menjadi orang yang hanya berburu harta, kekayaan materi, jabatan, dan kehidupan mewah.

Harga sebuah kursi dalam sistem pemerintahan demokrasi tidaklah murah. Tingginya mahar politik dan gaya hidup gemerlap menggiring para politisi, pejabat, atau penguasa berlomba-lomba mrngumpulkan harta kekayaan pribadi atau partainya. Maka, taktik usang politik uang menjadi trend kekinian setiap pemilu menjelang. Tragisnya, saat tampuk kekuasaan dalam genggaman, balik modal harus didapat.

Pemilu dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama sempurna yang rahmatan lil ‘alamin. Islam adalah agama dan aturan seluruh aspek kehidupan. Di dalamnya, ada syariat yang telah Allah tetapkan. Berlaku curang adalah aktivitas yang diharamkan dalam Islam, curang dalam hal apa pun termasuk mendulang suara dengan politik uang.

Islam menetapkan bahwasanya kekuasaan sebagai milik rakyat, rakyatlah yang akan memilih penguasa. Namun demikian, ada syarat-syarat utama yang harus dipenuhi oleh para calon penguasa, yakni balig, muslim, adil, mampu, dan merdeka. Penguasa atau pemimpin yang terpilih wajib menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 208:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan.”

Saat proses pemilu, petugas pemilu dan calon penguasa adalah orang-orang yang paham ada konsekuensi pertanggungjawaban di keabadian atas apa yang mereka lakukan. Terutama calon penguasa, mereka menyadari dan memahami jabatannya itu merupakan tanggung jawab atau amanah besar. Sehingga, tak ada celah bagi para calon penguasa untuk bermain-main dalam urusan pemilihan. Mereka tak akan melirik politik uang yang diharamkan.

Pemilu dalam Islam sebuah kemubahan. Sementara pengangkatan seorang pemimpin muslim yang akan menerapkan Islam secara kaffah di seluruh penjuru alam adalah sebuah kewajiban. Ketaatan dan suasana keimanan masih Selain itu, terdapat sanksi tegas bagi orang-orang yang terlibat suap. Sanksi ini bisa membuat jera pelaku kecurangan dan mencegah orang-orang untuk bertindak curang. Di sisi masyarakat, mereka juga sudah terkondisikan dengan suasana keimanan sehingga akan menolak manakala terjadi praktik politik uang.

Demikianlah, semua itu hanya bisa terwujud tatkala Islam menjadi landasan hidup secara menyeluruh. Selama negeri ini masih memakai sistem Barat (buatan manusia), politik uang akan terus bergentayangan. Jalan satu-satunya untuk 2membuang politik uang adalah dengan menggenggam erat aturan Islaman duniawi (materi) dengan sekularisme sebagai dasarnya. Inilah yang menyebabkan sistem pemerintahan apa pun, jika landasannya adalah kapitalisme, pasti akan rentan dengan politik uang. Kapitalisme mengutamakan hasil, tidak penting prosesnya jujur dan adil ataupun tidak.

ti, dan Wali Kota; juga pasal 228 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Hanya saja, aturan ini seolah sekadar tulisan di atas kertas dan dibuat untuk dilanggar. Buktinya, bertahun-tahun aturan tersebut ada, nyatanya politik uang terus bergentayangan.

Begitulah, selama “niat baik” penghapusan politik uang ini berdasarkan pada aturan buatan manusia, selama itu pula tidak akan pernah bisa menghapus praktik haram ini.

Pandangan Islam
Islam jelas mengharamkan berlaku curang, termasuk politik uang. Islam mengatur kekuasaan sebagai milik rakyat, rakyatlah yang akan memilih penguasa. Namun, ada syarat-syarat utama yang harus dipenuhi oleh para calon penguasa, yakni balig, muslim, adil, mampu, dan merdeka. Bagi siapa saja yang terpilih nantinya, wajib menerapkan semua aturan Islam.

Dalam proses pemilihan, para calon paham bahwa menjadi pemimpin merupakan amanah dan tanggung jawab yang besar. Mereka paham bahwa kepemimpinan bukan hanya bicara masalah kekuasaan di dunia, tetapi juga akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Alhasil, mereka mereka tidak akan berani main-main, apalagi dengan politik uang.

Apabila dijumpai taktik curang nan usang tersebut, ada sanksi tegas bagi siapa pun yang terlibat suap. Sanksi ini tanpa pandang bulu dan akan memberikan efek jera bagi pelaku kecurangan dan mencegah orang lain untuk bertindak curang. Sementara masyarakat, telah terjaga dan terkondisikan dengan suasana keimanan sehingga akan menolak dan melakukannamar makruf nahi munkar tatkala menjumpai praktik politik uang.

Demikianlah, pemilu dalam Islam tanpanada praktik kecurangan dan tak berbiaya sama sekali dalam pelaksanaannya. Kobdisi ini hanya bisa terwujud ketika syariat Islam menjadi patokan dalam setiap aspek kehidupan. hidup secara mennyeluruh. Maka dari itu, saatnya kaum muslim mencampakkan ideologi kapitalisme dan kembali pada sistem Islam yang berasalndari Zat YangbMaha Baik, Allah Swt. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi