Stunting dan Program Pencegahannya yang Tak Berbanding

Oleh. Naira Firazsyah

Hingga saat ini, masalah stunting di negeri kita masih tergolong cukup tinggi. Menurut standar WHO, stunting di suatu wilayah dianggap kronis jika angka prevalensinya diatas 20%. Di Indonesia, per 31 Juli 2023, prevalensi stunting di Indonesia masih mencapai angka 21,6%. Meskipun angka ini menurun dari tahun sebelumnya, namun angka ini masih tergolong tinggi mengingat target prevalensi stunting pada tahun 2024 sebesar 14%.

Menurut PLT Direktur PAUD stunting dan Menkes Budi G. Sadikin stunting disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya asupan penting seperti protein hewani yang berasal dari hewan. Makanan ini mengandung zat gizi lengkap seperti asam amino yang lebih lengkap dibanding dengan protein nabati, kaya akan mikronutrien, vitamin B12, vitamin D, DHA, zat besi, dan zinc (paudpedia.kemdikbud.go.id, 31/1/2023).

Pemerintah telah melakukan berbagai kampanye untuk mencegah stunting. Pemerintah juga melakukan beberapa program, diantaranya melalui interfensi gizi spesifik yakni yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan; dan intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk mempercepat penurunan stunting seperti penyediaan air bersih, MCK dan fasilitas sanitasi (Tintamedia, 18/1/2023).

Lalu mengapa masalah stunting masih menjadi masalah serius di negeri ini? Tidak lain karena pemerintah dalam sistem sekuler kapitalisme senantiasa menyelesaikan masalah bukan pada sumber akarnya, tetapi diselesaikan di masalah turunannya. Sudah kita ketahui bersama bahwa ketidakmampuan seseorang untuk menyediakan makanan yang bergizi seimbang dan tercukupi kebutuhan protein hewani terletak pada masalah kemiskinan.

Kemiskinan dalam sistem ekonomi kapitalisme disebabkan karena tidak terdistribusinya kekayaan secara merata yang ada di tengah tengah masyarakat. Ssmber daya alam yang melimpah, yang seharusnya bisa menjadi sumber kekayaan untuk memperbaiki ekonomi masyarakat tidak terdistribusi dengan baik. Kekayaan tersebut hanya beekumpul dan berkembang di kalangan segelintir orang saja.

Tak hanya masalah pemanfaatan dan pendistribusian SDA saja, kesempatan usaha dan memiliki pekerjaan dengan gaji yang layak pun juga sulit didapatkan. Sehingga, tidak heran jika meskipun Indonesia, adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi sumber daya protein hewani yang tinggi. Akan tetapi, konsumsi protein hewani per kapita penduduknya masih tergolong rendah. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan yang dihasilkan oleh masyarakat.

Adapun dalam sistem Islam, negara wajib memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dengan negara sebagai penjaminnya, termasuk pemenuhan terhadap rakyat miskin dengan pos zakat dan pos pendapatan negara lainnya jika belum terpenuhi kebutuhannya.

Negara juga mengatur kepemilikan atas kekayaan dengan 3 hal, yakni; kepemilikan umum, yang meliputi seluruh sumber daya alam yang ada, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu. Negara akan mengelola kepemilikan umum untuk kesejahteraan seluruh rakyatnya. Negara akan melarang memonopoli sumber kekayaan yang berasal dari SDA, karena monopoli hanya akan menghambat distribusi kekayaan secara merata di tengah masyarakat.

Selain itu, negara juga akan menyiapkan lapangan pekerjaan yang memadai dan menjamin semua warganya untuk mendapatkan pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Dengan demikian, negara tidak hanya membuat slogan slogan tanpa kebijakan yang jelas dan aplikatif. Akan tetapi, negara betul betul memperhatikan dan mengawasi agar kekayaan yang beredar di tengah masyarakat dapat terdistribusi dengan sempurna sesuai syariat Islam, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat benar benar secara riil mampu terwujud. Wallahu a’lam bisshawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi