Oleh Mirna Juwita S.Ag
(Aktivis Dakwah dan Pendidik)
Sebelum membahas jauh terkait isu Palestina dan standar ganda pembelaan terkait hak perempuan. Maka kita kenali dahulu tentang Feminisme.
Feminisme adalah gerakan sosial politik yang memiliki tujuan memperjuangkan hak-hak wanita, dengan menetapkan kesetaraan pada aspek politik, ekonomi, pribadi, dan sosial dari dua jenis kelamin. Feminisme menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut.
Hingga dikenalnya karena gencar membela hak-hak perempuan dari berbagai macam stategi. (id.wikipedia.org)
Namun, saat pecah konflik perang di Palestina sejak 7 Oktober lalu, kita telah menyaksikan langsung kekejian, kebrutalan pembantaian, dan genosida yang di lakukan oleh Zionis Yahudi kepada Palestina. Menyebabkan banyak sekali berjatuhan korban. Terutama wanita dan anak-anak.
Penyerangan Yahudi yang brutal dan membabibuta tidak lagi pandang bulu. Baik kepada anak-anak, orang tua, laki-laki, dan perempuan. Yahudi Israel lebih banyak menyerang sipil ketimbang sesama militer. Ia menyerang rakyat yang tidak berdaya.
Hingga saat ini perang genosida di Gaza terus berlangsung. Walaupun telah memakan korban ribuan nyawa melayang. Bahkan, korban terbanyak adalah anak-anak dan wanita. Wanita diperllakukan Zionis tidak ada harganya. Kehormatan mereka di lecehkan dengan keji.
Menjadi ironi besar, disaat hari perempuan sedunia, para perempuan Palestina terkungkung dalam nestapa. Dilecehkan, diperkosa, dibunuh dengan kejam. Salah satu organisasi masyarakat yang gencar membela hak perempuan (feminis),
nyaris tidak ada suara pembelaan. Organisasi sipil ini bungkam tidak bersuara. Padahal selama beberapa dekade mereka lantang menyuarakan hak-hak perempuan. Betapa pilunya, perempuan Palestina menanggung beban berat sendiri. Dimana para pegiat feminis itu?
Hari ini kita memahami, melihat siapa sejatinya para feminis itu. Mereka hanya memperjuangkan kesetaraan gender yang melawan fitrah, tidak sepenuhnya memperjuangkan kehormatan perempuan keseluruhan. Nyatanya ketika perempuan Palestina berteriak untuk meminta pembelaan hak, organisasi ini tidak menampakkan aksi pembelaannya. (Ikmalonline.com)
Sekarang tampak jelas sekali. Wajah munafik dan tipu daya gerakan Barat ini. Standar Ganda menjadi tabiatnya, dengan menunjukkan masabodoh terhadap perempuan Palestina. Dari sini kita bisa melihat siapakah jati diri feminisme. Suara pembelaan pegiat feminis bukan untuk kaum muslimah. Mereka hanya mengambil keuntungan di balik itu.
Solusi hakiki untuk membela hak perempuan tidak lain dan tidak bukan hanyalah Islam. Dengan institusi sebuah negara yang menerapkan syariat secara sempurna (Kaffah). Khilafah akan menerapkan aturan kehidupan secara adil dan tegas. Menjaga hak-hak perempuan, memposisikan perempuan pada tempat mulia.
Sebagaimana sejarah Islam mencatat, bagaimana wanita begitu dihormati dan di tinggikan. Kisahnya pada masa Khalifah Al-Mu’tasim, pada masa Khilafah Abbasiyah, masa kejayaan Islam.
Pada saat itu, ada seorang muslimah yang sedang berada di pasar hendak berbelanja. Namun, ada seorang laki-laki Yahudi mengganggunya dan mencoba melecehkan. Muslimah itu berteriak meminta tolong. Seketika teriakan itu terdengar dan dengan bergegas dan cepat Khalifah Al-Mu’tasim mengambil tindakan, dengan mengirimkan pasukan besar. Lalu, menangkap si laki-laki Yahudi dan memenggalnya.
Dari sni nampak jelas, potret Islam dalam menjaga hak-hak perempuan. Bukan dengan sistem kapitalisme yang berbasis sekuler dengan gerakan feminisnya. Hanya sistem Islam yang membela dan menjujung tinggi kemuliaan dan kehormatan perempuan Palestina, pun juga perempuan di seluruh dunia, tanpa memandang status agamanya.
Wallahu a’lam bis ash-shawab.