Solusi Tuntas Atasi Gelombang Panas

Oleh. Rindang Ayu

Setelah dihantam wabah covid-19 secara global selama sekitar 2-3 tahun, masyarakat dunia kembali dihebohkan dengan serangan gelombang panas yang melanda di hampir sebagian besar wilayah Benua Amerika Utara, Eropa, Afrika Utara, Asia Tengah, dan Asia Selatan.

Tercatat bahwa perubahan cuaca ekstrem ini telah menelan puluhan ribu korban jiwa dan jutaan hektar hutan terbakar. Betapa tidak, suhu udara di sebuah desa di Kanada (Kawasan Amerika Utara) mencapai rekor hingga 45 derajat Celcius. Sedangkan di Benua Eropa, gelombang panas yang berkepanjangan ini telah membuat sungai-sungai besar seperti sungai Rhine (Jerman), Po (Itali), dan Thames (Inggris) mengalami kekeringan. Bahkan pihak berwenang setempat telah menetapkannya sebagai kondisi darurat kekeringan.

Sementara itu Banglades menempati urutan pertama sebagai negara terpanas di kawasan Asia Selatan dengan suhu udara mencapai 51,2 derajat Celcius. Sedangkan di Asia Tenggara, suhu udara di Thailand dan Laos mencapai rekor hingga 45 derajat Celcius.

Fenomena perubahan cuaca ekstrem ini tentu bukanlah tanpa sebab. Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dodo Gunawan, gelombang panas yang ditandai dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa dan berlangsung selama minimal lima hari berturut-turut atau lebih ini merupakan dampak langsung dari pemanasan global dan perubahan iklim (bbc.com, 24/04/2023).

Pemanasan global atau global warming sendiri merupakan peristiwa meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, daratan bumi, dan lautan. Sedangkan perubahan iklim atau climate change merupakan perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Perubahan iklim merupakan proyeksi kelanjutan dari global warming.

Dalam situs ditsmp.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa penyebab pemanasan global yaitu akibat kegiatan manusia yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara) dan kegiatan alih fungsi lahan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas karbondioksida (CO2) yang jumlahnya semakin banyak seiring bertambahnya waktu. Kandungan gas CO2 yang semakin pekat di udara akan memicu terjadinya efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari di permukaan bumi, sehingga terjadilah pemanasan global.

Sejumlah studi mengungkap, pemanasan global dimulai pada masa Revolusi Industri pertama, yakni sekitar pertengahan abad ke-19. Sejak saat itu, industri manufaktur dan pertambangan berkembang pesat. Penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energinya secara besar-besaran pun tak terhindarkan.

Perkembangan sektor industri tersebut diperparah dengan penyebaran secara masif ideologi kapitalisme ke seluruh dunia. Demi mendapatkan keuntungan, para kapital menguasai dan melakukan penambangan SDA besar-besaran, menebang pohon, menyulap hutan menjadi daerah usaha atau gedung bertingkat, mengubah lahan gambut menjadi lahan lainnya, dan menggunakan bahan bakar fosil secara besar-besaran untuk industri mereka tanpa memikirkan dampaknya bagi lingkungan.

Akhir-akhir ini, mereka menyerukan penggunaan energi alternatif yang terbarukan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Namun, seruan itu sebatas wacana dan kalah oleh kepentingan para kapital yang hanya mau mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.

Dari sini, dapat dipahami bahwa serangan gelombang panas ini bukanlah sekadar fenomena alam biasa. Ketamakan manusia dalam kehidupan kapitalis saat ini ikut andil sebagai penyebab terjadinya pemanasan global yang mendorong terjadinya perubahan iklim global yang mengakibakan terjadinya gelombang panas.

Untuk itu, solusi mengatasi fenomena alam ini tidaklah cukup sebatas solusi individu/kelompok, seperti memperbanyak minum air atau gerakan reboisasi hutan. Sebab, akar masalah ini adalah penerapan sistem kapitalisme dalam kehidupan. Maka, solusi tuntas mengatasi gelombang panas adalah mengganti sistem kapitalis buatan manusia dengan sistem kehidupan terbaik dari Zat Penguasa alam semesta ini, yaitu sistem Islam.

Nabi Muhammad saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: dalam air, padang rumput (gembalaan), dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

Hadis Nabi tersebut menjelaskan bahwa api, yaitu material-material yang dapat menghasilkan energi, haruslah dimiliki rakyat secara ‘berserikat’, artinya energi merupakan salah satu kekayaan yang tidak boleh dikuasai secara pribadi, atau disebut dengan privatisasi. Oleh karenanya, Islam tidak akan membiarkan eksploitasi tambang dan SDA sembarangan (apalagi oleh para kapitalis) hingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

Islam justru akan mengelola SDA tersebut dengan memperhatikan kondisi lingkungan. Sebab, pengelolaan tambang dan SDA dalam Islam adalah untuk melayani umat sebagai pemiliknya, bukan semata-mata mendapatkan keuntungan materi sebagaimana kapitalisme lakukan.

Hadis Nabi tersebut juga menjelaskan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara. Oleh karenanya, pengalifungsian lahan gambut atau padang rumput tidak boleh dilakukan sembarangan oleh pengusaha. Lahan yang subur hanya boleh difungsikan untuk pertanian/perkebunan. Yang kurang subur untuk bangunan. Sedangkan yang berfungsi sebagai hutan lindung termasuk wilayah gambut akan dijaga kelestariannya.

Selain itu, Islam juga mendorong umatnya untuk gemar menanam pohon/tanaman. Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa menanam tanaman adalah salah satu amalan yang tidak terputus sampai hari kiamat, seperti yang dikemukakan oleh Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy ra. berkata, “Di dalam hadis-hadis ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada.”

Dengan begitu, kondisi udara berangsur-angsur menjadi lebih baik dan gelombang panas dapat diatasi dengan tuntas. Namun, solusi Islam tersebut hanya dapat diwujudkan oleh sebuah negara yang menjadikan Islam sebagai landasannya. Sebab, diperlukan aturan yang kuat dari sebuah negara yang berdaulat untuk melawan kekuatan para kapital. Dengan kepemimpinannya, negara Islam akan mampu menyelamatkan dunia dari fenomena alam yang diakibatkan oleh tangan-tangan manusia.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi