Skincare Abal-abal, Perlindungan Konsumen Serasa Aspal

Oleh. dr. Agnes
(Nakes Kebupaten Probolinggo)

Huru-hara skincare sedang ramai di sosial media. Sejak munculnya sebuah akun TikTok yang mengupas habis beberapa brand skincare. Dalam akunnya, sosok ini mengungkap ke publik brand skincare yang terbukti mengandung bahan kimia berbahaya. Berbekal data laboratorium, dia juga membeberkan adanya klaim berlebihan (over claim) kandungan zat tertentu dalam skincare.

Tentu, para pemilik brand skincare merespon,ls saat produknya jadi bahan serangan. Mereka muncul di hadapan publik, mencoba meredam kegalauan pelanggan setianya dengan berusaha menjelaskan kesalahan dalam produknya. Berdalih ini dan itu, beralasan begini dan begitu.

Gonjang-ganjing persoalan skincare abal-abal sebenarnya bukan sekarang saja. Sekitar dua tahun belakangan, kita mengenal dokter RL yang menekuni dunia kecantikan telah banyak memberi edukasi melalui akun sosial medianya pada khalayak tentang skincare berbahan zat kimia berbahaya. Anehnya, hingga sekarang benang kusut problematika ini belum terurai.

Lalu bagaimana kita sebagai konsumen harus menghadapi hal ini? Bingung memilih mana skincare yang aman atau justru terjebak pada adiksi skincare berbahaya?

Bagaimana pula Islam menuntun ummatnya khususnya wanita mengenai dunia kecantikan?

Siapa yang harusnya bertanggung jawab penuh mengatasi persoalan ini hingga tuntas?

Memilih Skincare yang Aman

Sebagai konsumen, wajar merasa bingung memilih brand skincare yang aman. Tidak mengandung zat kimia berbahaya. Sementara brand skincare di era sekarang terbilang sangat banyak dengan beragam janji manis pada konsumen. Munculnya brand skincare baru makin menjamur, dengan ciri khas yang diunggulkan masing-masing.

Tingkat pendidikan masyarakat yang minim, euforia standar kecantikan ala-ala bintang Korea, serta sikap mudah tergiur dengan hasil instan menjadi beberapa faktor banyaknya brand skincare bermunculan. Mereka mengelabuhi konsumen dengan iming-iming fantastis dalam waktu instan sembari menyembunyikan bahaya di balik kandungan skincare yang diproduksinya.

Alhasil, banyak ditemukan skincare berbahan merkuri dan hidrokuinon. Dua bahan terfavorit untuk menghasilkan kulit bersih dan putih, tetapi menyimpan efek samping membahayakan, ringan hingga bisa berisiko kanker kulit.

Ada beberapa tips aman memilih skincare yang dijual secara bebas di pasaran. Pertama, jangan mudah tergiur promosi hasil fantastis dalam waktu super singkat. Produk yang aman akan membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk kulit berproses menjadi kondisi yang dituju. Kedua, pastikan skincare berlabel resmi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Hindari produk polosan (tanpa nama, tanpa label) dan beretiket biru. Produk polosan maksudnya tidak tertulis komposisinya juga tanpa label BPOM. Produk beretiket biru harusnya tidak dijual bebas, karena merupakan produk racikan sehingga harus melalui konsultasi resmi dan tatap muka dengan dokter. Ketiga, jangan berpatokan pada harga. Skincare terbaik adalah produk yang paling cocok dengan kebutuhan kulit masing-masing. Makin mahal belum tentu makin baik. Keempat, segera konsultasikan kepada dokter spesialis kulit atau dokter estetik jika terjadi masalah setelah memakai produk skincare tertentu.

Islam Memandang Kecantikan

Sebagai agama sekaligus jalan hidup, Islam telah memberi tuntunan sempurna bagi ummatnya. Seluruh persoalan hidup manusia mampu dijawab. Dari persoalan zaman dahulu, hingga urusan kontemporer.

Seorang muslimah diperbolehkan menjaga dan merawat kulit wajah dan badannya sebagai wujud syukur pada ciptaan Allah. Hanya saja, Islam memberi batasan cara perawatan yang boleh digunakan dan menentukan cara perawatan lain yang harus dihindari. Semua pembatasan ini sejatinya demi kemaslahatan ummat manusia. Sebab tidak ada yang paling mengetahui tubuh manusia selain penciptanya.

Islam membolehkan penggunaan skincare untuk merawat kulit. Selama bahannya aman bagi kesehatan dan tidak mengandung najis. Segala yang mendatangkan bahaya tidak boleh dilakukan hamba yang beriman.

“Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah)

Maka pastikan bahan skincare yang digunakan aman dan tidak mengandung najis, sebagai wujud ketaatan pada aturan-Nya. Sementara metode kecantikan selain skincare seperti make up, operasi, serta berbagai cara lainnya yang cenderung mengubah ciptaan-Nya telah dilarang oleh Allah. Sebab muslimah dilarang berlebihan dalam merias (tabarruj) dan mengubah ciptaan Allah.

Jaminan Perlindungan Konsumen Serasa Aspal

Aneh tetapi nyata, permasalahan skincare yang terjadi cukup lama ini masih belum tuntas tersolusi. Tidak sedikit brand yang telah dikupas oleh para pakar tentang bahaya kandungannya. Sekian brand juga ditampakkan hasil uji laboratorium yang menunjukkan ada kebohongan kadar komposisinya. Namun hingga saat ini, brand yang sama bahkan semakin bertambah brand lain melanjutkan hal serupa.

Negara sebenarnya memiliki lembaga resmi yang khusus bertugas menjamin kelayakan produk skincare yang beredar di tengah masyarakat. Institusi hukum dan peradilan pun telah tersedia. Mustahil mereka tidak melihat realita menjamurnya peredaran skincare abal-abal maupun skincare beretiket biru secara bebas. Pasar online sangat mudah diakses. Betapa mudahnya konsumen membeli skincare tanpa label resmi dan bahkan beretiket biru di sana. Hanya perlu klik, tinggal tunggu di rumah.

Kalaupun menindak, hanya sampai tingkat penjual maupun makelar. Belum bisa menyentuh otak pelaku bisnis kotor ini. Buktinya, setelah tindakan akan muncul lagi skincare abal-abal lain dengan pola pemasaran yang diperbarui. Mafia skincare bisa bebas mengembangkan bisnisnya tanpa tersentuh hukum.

Jika lembaga resmi saja tidak sanggup menuntaskan rantai mafia skincare berbahaya ini, pada siapa lagi masyarakat bisa berharap? Jaminan perlindungan masyarakat dari bahaya skincare abal-abal serasa aspal. Asli, ada lembaganya tapi palsu kerjanya.

Beginilah jika amanah hanya dipandang sebagai tugas dari manusia kepada manusia lainnya, sekedar hitungan untung rugi dari sisi materi. Bukan amanah dari pencipta kepada hamba-Nya. Tanggung jawab perbuatan jauh dari pandangan akhirat. Seakan lupa bahwa sang Khalik telah menetapkan aturan terbaik bagi manusia. Kerusakan demi kerusakan niscaya terjadi.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Wallahualam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi