Sistem Zonasi Bukan Solusi

Oleh. Ilma Kurnia P
(Pemerhati Generasi)

Proses Penerimaan Peserta Didik Baru atau sering disebut dengan PPDB tahun ajaran 2023/2024 di Indonesia diwarnai dengan berbagai praktik kecurangan. Salah satu modus kecurangan yang dilakukan agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi. Dikutip dari laman tempo.co (13/07/23) menyampaikan terdapat beberapa daerah yang menjadi praktik kecurangan ini dari Bogor, Bekasi, Bengkulu hingga Kepulauan Riau.

Kecurangan ini dimulai dari jual beli kursi yang terjadi di Karawang dan Bengkulu di mana peserta atau wali murid harus menyediakan tarif sebesar 3 juta rupiah untuk bisa diterima disekolah favoritnya. Selain itu adanya pungutan liar berkisar 800 ribu-1 juta rupiah dan juga adanya manipulasi dan pemalsuan KK di Bogor, Bekasi, dan Pekanbaru. Sugguh miris, dunia pendidikan di Indonesia saat ini menimbulkan polemik.

Kecurangan menjadi hal biasa terjadi karena karut marutnya dunia pendidikan yang menjadikan kualitas pendidikan di negeri ini sangat timpang. Sekolah satu dan lainnya tidak memiliki fasilitas ataupun tenaga pendidik yang sama dan memadai. Sehingga, terjadi perbedaan yang amat nyata. Akhirnya, muncul sekolah favorit atau sekolah unggulan menjadi incaran para siswa maupun wali murid.

Sekolah negeri menjadi sekolah favorit karena memiliki kualitas yang baik dengan biaya yang terjangkau. Hal tersebut berkebalikan dengan sekolah-sekolah swasta. Namun, ada juga sekolah swasta yang menawarkan fasilitas fantastis, kurikulum internasional, guru-guru kompeten, ataupun nilai plus lain yang sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan para orang tua murid. Tentu bagi para orang tua yang berpenghasilan lebih, mereka tak mau ambil ribet dan lebih memilih merogoh uang lebih untuk kualitas pendidikan yang terbaik bagi anak mereka.

Pendidikan adalah bekal utama yang harus dimiliki para generasi penerus bangsa. Bagaimana akan berkah suatu ilmu jika diawali dengan kecurangan semacam ini? Saling sikut demi mencapai tujuan pribadi adalah ciri kehidupan kapitalisme sekuler.

Sistem ini menjadikan pola pikir dan pola sikap manusia jauh dari aturan demi mencapai manfaat pribadi, hingga rela aturan agama jauh ditinggalkan dan kian dipisahkan dari kehidupan. Sedangkan dalam Islam, pendidikan diatur sedemikian rupa.

Setiap muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu. Bahkan, orang berilmu memiliki kedudukan yang lebih tinggi derajatnya. Dengan dasar akidah, seorang muslim akan senantiasa terikat dengan aturan Sang Pencipta tanpa keraguan. Dasar akidah menjadikan manusia mengaitkan setiap tingkah lakunya terhadap hari kemudian.

Manusia senantiasa tunduk dan patuh terhadap aturan. Pendidikan akidah merupakan pembelajaran yang komprehensif yang dimulai dari rumah, lingkungan, hingga negara. Sehingga, kurikulum berbasis akidah ditegakkan pula oleh negara dalam bangku sekolah. Dalam sarana dan prasarana pun jauh dari ketimpangan.

Semua sekolah akan memiliki fasilitas yang sama, baik dan tenaga pendidik yang kompeten berdedikasi islam. Tak perlu khawatir dengan biaya, karena rakyat akan diberikan jaminan kebebasan dalam pendidikan. Tak ada istilah sekolah negeri atau swasta. Tak ada zonasi pun tak ada privatisasi atau kepemilikan pribadi dalam hal ini.

Semua berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut, baik muslim maupun nonmuslim, kaya maupun miskin. Tidak ada lagi kesenjangan pendidikan atas dasar status sosial ataupun jabatan karena semua sama. Islam juga mengatur pembiayaan guna terciptanya pendidikan yang berkualitas bagi seluruh umat. Seluruh pembiayaan dalam dunia pendidikan diambil dari Baitul Mal, yakni pos fa’i dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah, yakni kepemilikan umum yang mencakup hasil-hasil sumber daya alam.

Di sini, terlihat bahwasanya negara bertanggung jawab secara penuh dalam mengurus umat. Hanya Islam solusi yang terbaik untuk mengatasi problematika umat. Tidak perlu lagi ada keraguan karena aturannya yang bersumber dari Allah Swt.

Wallahu a’lam bishowab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi