Sistem Kapitalis, Perlindungan Anak Menjadi Utopis

Oleh. Riza Luthviah

Anak adalah anugerah dari Allah yang selalu dirindukan kehadirannya. Keberadaan seorang anak menjadi penyemangat hidup bagi sebuah keluarga. Dengannya, setiap orang tua berharap anaknya menjadi anak shaleh yang kelak akan menjadi amal jariyah di saat orang tua telah tiada. Namun, apa jadinya jika anak yang dirawat dan dididik ditemukan tewas terbunuh?

Dua remaja di Makasar, yaitu AR (17) dan AF (14) membunuh bocah berusia 11 tahun untuk dijual organ tubuhnya melalui internet. Keduanya mengaku tergiur oleh harga jual organ manusia untuk mendapatkan sejumlah uang. Meski demikian penjualan organ tersebut gagal karena tak kunjung mendapat jawaban dari pembeli (detikSumut, 11/1/2022).

Saat ini, sejumlah remaja sedang terjangkit virus materialistis oleh sistem kapitalisme. Pendidikan di sistem kapitalisme mencetak remaja minim pemahaman agama. Karena sistem itu juga, remaja sering berperilaku bebas dan hilang kendali. Apa yang mereka perbuat, dilakukan tanpa pikir panjang. Akibanya, remaja saat ini menjadi pemuda tanpa masa depan.

Sistem pendidikan kapitalisme juga lebih mengedepankan kurikulum yang bernilai materialistik semata. Sehingga, banyak remaja yang mereka tahu, hanya bagaimana caranya memiliki mesin uang. Namun di sisi lain, mereka sangat minim keimanan serta rusak akhlaknya.

Sungguh, sistem sekuler demokrasi ini menjadikan hukum tak lagi memiliki efek jera bagi pelakunya. Terbukti telah berulang kali terjadi pembunuhan dan penjualan organ tubuh manusia. Tak hanya itu, ternyata faktor kemiskinan menjadi penyebab utama penjualan organ manusia. Mahalnya kebutuhan hidup dan susahnya mencari lapangan pekerjaan, menjadikan sebagian orang membunuh dan menjual organ tubuh korban atau bahkan menawarkan organnya sendiri untuk dijual.

Sementara, Islam adalah agama yang diturunkan Allah untuk mengatur hidup manusia. Tak hanya soal salat, puasa, zakat dan haji, Islam pun mengatur sistem pendidikan. Pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang berbasis dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Pendidikan adalah proses mengubah manusia dengan pengetahuan agar mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Sehingga, mereka bisa menguasai ilmu kehidupan.

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah upaya memberikan pengetahuan terkait sikap dan perilaku manusia yang sesuai dengan akidah Islam. Dengan demikian, pendidikan Islam adalah upaya untuk mendekatkan seorang manusia kepada kesempurnaan hidupnya sebagai hamba Allah Swt. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-qur’an surat Az-Zariyat ayat 56:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

Pendidikan dalam Islam tidak hanya sebatas mentransfer ilmu, tetapi ilmu itu harus bisa diterapkan dengan perilaku dan tindak tanduk yang islami pula. Sehingga, para generasi buah pendidikan Islam menjadikan halal dan haram sebagai landasan perbuatannya.

Islam juga menetapkan sanksi yang tegas bagi pelaku kejahatan dan kemaksiatan. Sistem sanksi dalam Islam memberikan efek jawabir (penebus bagi si pelaku) dan efek zawajir (pencegah agar orang lain tidak meniru). Dalam kasus pembunuhan saja, Islam menerapkan hukum qishash atau mengganti dengan diyat sebanyak 100 ekor unta jika pelaku dimaafkan oleh keluarga korban.

Dalam Islam, hukum syar’i yang rajih (kuat) dalam mendonor organ tubuh yaitu jika donor organ berasal pendonor hidup hukumnya mubah. Jika dari mayat hukumnya haram. Bolehnya donor organ tubuh dari orang hidup karena ada dalil syar’i yang menetapkan hak milik organ tubuh dan tiadanya risiko kematian pendonor.

Dalam sebuah kitab Hukm Al-Syar’i fi Al-Istinsakh, halaman 9, karangan Syaikh Abdul Qadim Zallum, beliau menyampaikan bahwa boleh secara syar’i seseorang yang masih hidup mendonorkan satu atau lebih organ tubuhnya kepada orang lain secara sukarela karena adanya hak milik orang itu atas organ tubuhnya dengan syarat tidak mengakibatkan kematian bagi pendonor.

Menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum kalau seseorang matanya tercongkel akibat perbuatan orang lain, dia berhak mengambil diyat (tebusan) atau memaafkan orang itu. Dalam hal ini, pengertian dari diyat adalah denda/suatu harta yang wajib diberikan pada ahli waris dengan sebab melukai jiwa atau anggota badan yang lain pada diri manusia.

Jika korban atau keluarga korban memaafkan, berarti dia membayar diyat, yang artinya dia mempunyai hak milik atas diyat. Adanya hak milik atas diyat, artinya ada hak milik atas organ tubuh yang disumbangkan dalam bentuk diyat. Bolehnya memaafkan artinya penetapan hak milik organ tubuh. Dalam hal ini telah terdapat nash-nash yang membolehkan memberikan maaf dalam qishash (QS Al-Baqarah : 178) dan berbagai diyat. Sabda Nabi saw:

“Barangsiapa tertimpa musibah pembunuhan atau penganiayaan fisik, dia berhak memilih salah satu dari tiga pilihan; menuntut qishash, mengambil diyat, atau memaafkan.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1405)

Adapun jika donor organ tubuh telah menjadi mayat, maka hukumnya haram. Hal ini dikarenakan terdapat dua hal, yaitu pertama, ketika seseorang meninggal, hilanglah hak miliknya atas apa pun, baik harta, tubuh, atau istrinya. Buktinya, hartanya wajib diwariskan, tubuhnya wajib dikuburkan, dan istrinya wajib menjalani masa iddah.

Maka orang yang meninggal tidak boleh lagi melakukan tasharruf atau perbuatan hukum atas tubuhnya, misalnya seorang mendonorkan atau berwasiat kepada ahli warisnya untuk mendonorkan organ tubuhnya. Wasiat ini tidaklah sah, karena merupakan wasiat atas sesuatu yang tidak lagi dimiliki. Sedangkan kaidah fiqih menyatakan barangsiapa tidak berhak melakukan tasharruf, tidak berhak pula memberikan izin melakukan tasharruf. (Az-Zarkasyi, Al-Mantsur fi Al-Qawa’id, 3/211; M. Shidqi Al-Burnu, Mausu’ah Al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 11/1081; Hasan Ali al-Syadzili, Hukm Naql A’dha` Al-Insan fi Al-Fiqh al-Islami, 109).

Kedua, mayat mempunyai kehormatan yang wajib dijaga. Mayat tidak boleh dianiaya misalnya dicincang, dicongkel matanya, dipenggal kehernya, dan sebagainya. Sabda Nabi saw:
“Memecahkan tulang mukmin yang sudah mati, sama dengan memecahkannya saat dia hidup.” (HR Ahmad, Malik, dan Ad-Daruquthni)

Di samping itu, perlunya peran negara untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan membuka lapangan pekerjaan dan memberikan upah yang layak bagi setiap pekerjanya agar jual beli organ tubuh maupun pembunuhan tidak terjadi lagi. Islam memandang bahwa nyawa manusia sangat berharga. Firman Allah Swt. dalam Surat Al Maidah ayat 32 yang artinya:

“… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …”

Ini membuktikan bahwa Islam dengan seperangkat ajarannya telah memberikan pelajaran penting bagaimana menghargai nyawa manusia.

Wallahu a’lam bish-shawab

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi