Oleh: Tri S, S.Si.
Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Arief Mulyadi mengatakan, pihaknya optimis dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem. Sebab, sebesar 47 persen masyarakat miskin di Indonesia yang telah keluar dari status tersebut kebanyakan mendapatkan bantuan modal dari PNM untuk membangun usaha. Dalam upaya menekan angka kemiskinan esktrem, PNM mengintegrasikan data dengan Kemenko PMK agar teridentifikasi masyarakat yang perlu diberikan bantuan modal usaha. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, Presiden menargetkan kemiskinan ekstrem di Indonesia terhapus tuntas pada 2024 (Kompas.com, 08/05/2023).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghilangkan angka kemiskinan. Alih-alih selesai, angkanya malah makin naik. Oleh karena itu, Presiden meminta PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM untuk terus membimbing warga miskin untuk bisa keluar dari kemiskinannya. PT PNM adalah lembaga keuangan milik negara yang dibentuk sebagai komitmen pemerintah dalam mengembangkan, memajukan, dan memelihara usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sumber pendanaannya berasal dari tiga sektor, sektor perbankan sebesar 52 persen, pasar modal 33 persen dan pusat investasi pemerintah (PIP) 15 persen. Data Kementerian Ekonomi menunjukkan bahwa sektor UMKM berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. UMKM memiliki jumlah lebih dari 64,2 juta unit usaha, menyumbang 61,9 persen pada produk domestik bruto (PDB), dan menyerap 97 persen tenaga kerja (ekon.go.id, 06/03/2023).
Industri besar hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 3 persen dan menyumbangkan PDB jauh lebih kecil dari UMKM. Artinya, berdasarkan hal tersebut, seharusnya perhatian penuh diberikan kepada UMKM, bukan malah pada perusahaan besar. Selain berjasa menyerap lapangan kerja, UMKM pun menjadi sumber keuangan negara. Ironisnya, fakta berbicara lain, justru industri besarlah yang terlihat lebih diperhatikan. Misal, masalah pendanaan usaha. Jumlah suntikan dana bagi rakyat kecil tidak sebanding dengan industri besar. Lihat saja saat Sri Mulyani menyuntikkan dana dengan mudahnya sebesar Rp106,8 triliun kepada empat BUMN pada awal 2023. Bukan rahasia pula kepemilikan BUMN besar juga ada di tangan swasta.
Bandingkan dengan rencana suntikan dana untuk UMKM yang hanya Rp.75 triliun untuk 16 juta nasabah. Jika dibagi rata, tiap orang hanya mendapatkan tidak lebih dari Rp. 5 juta. Jumlah tersebut belum dikurangi potensi adanya korupsi sebab PT PMN sebagai penyalur modal beberapa kali kena kasus korupsi.
Ditambah lagi, dengan hitung-hitungan bisnis, modal yang hanya Rp5 juta jelas tidak akan berdampak besar, kecuali sekadar untuk bertahan hidup. Berbagai kisah sukses UMKM yang hingga go international adalah satu dari sekian juta UMKM yang mangkrak tersebab ekosistem UMKM tidak mendukung mereka untuk tumbuh dan berkembang. Melalui bantuan modal untuk UMKM ini diklaim membantu mengentaskan kemiskinan.
Padahal faktanya, UMKM pun menghadapi banyak persoalan untuk dapat bertahan dalam situasi seperti ini. Solusi bantuan modal ini tidak mampu menyelesaikan akar masalah kemiskinan di Indonesia. Mengapa bantuan modal pada UMKM tidak mampu mengentaskan kemiskinan?
Hal ini karena bantuan modal pada UMKM hanya solusi tambal sulam sehingga tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan dengan tuntas karena faktanya kemiskinan yang terjadi bersifat sistemis. Akar kemiskinan ekstrem yang terjadi di negara kita ini karena buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang berasaskan sekularisme.
Dalam sistem ini, negara hanya menjadi regulator/membuat regulasi yang lebih membela dan menguntungkan para korporasi dan mengabaikan nasib rakyat kecil. Oleh karena itu, jika kita mau menuntaskan masalah kemiskinan ekstrem ini maka kita perlu solusi sistemis pula.
Islam memiliki mekanisme yang jelas hakiki dan sistemik untuk mengentaskan kemiskinan dan menjadikan negara sebagai pihak yang memiliki peran sentral untuk menyelesaikannya sehingga rakyat keluar dari kemiskinan dan bangkit menjadi sejahtera. Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu.
Secara individu, syariat Islam mewajibkan laki-laki muslim untuk mencari nafkah (bekerja). Kaum lelaki yang diperintahkan untuk menjamin kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan tempat tinggal bagi diri dan orang yang menjadi tanggungan mereka secara makruf. Para ayah dan suami, juga anak lelaki wajib memenuhi kebutuhan mereka. Mereka haram menelantarkan anggota keluarga yang menjadi tanggungan mereka. Untuk memastikan agar para laki-laki mampu menafkahi diri dan keluarganya, maka negara dalam Islam akan menyediakan/menjamin lapangan pekerjaan bagi para laki-laki agar dia bisa bekerja.
Negara juga akan membekali para pekerja dengan skill/keterampilan yang dibutuhkan dan memberikan bantuan modal usaha secara percuma tanpa utang berbunga bagi rakyat untuk bisa mengelola usahanya. Ini bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Negara juga wajib memastikan distribusi barang kebutuhan pokok merata, memastikan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, baik dengan harga yang terjangkau, dan atau memberi mereka secara cuma-cuma, terutama warga yang lemah/tidak mampu. Hal itu sangat mampu dilakukan karena negara kita dikaruniakan Allah kekayaan sumber daya alam dan energi (SDAE) termasuk barang tambang melimpah yang termasuk dalam kepemilikan umum.
Negara Islam menerapkan sistem ekonomi Islam, menjamin pengelolaan kepemilikan umum yang melimpah tersebut berada di tangan negara, haram dikelola dan diserahkan kepada swasta (asing). Dengan negara yang mengelola SDAE itu, maka negara akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang banyak bagi laki-laki warga negara yang membutuhkan pekerjaan.
Dalam Islam, sistem ekonomi dan keuangan bertumpu pada sektor riil, dan haram terlibat dalam sektor non riil yang bergerak di pasar bursa saham berbasis riba. Hasil pengelolaan kepemilikan umum tersebut akan riil dipergunakan negara untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negara baik dengan cara langsung bagi rakyat yang lemah (miskin) maupun tidak langsung. Negara juga akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok kolektif rakyat berupa jaminan keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan/pengobatan yang berkualitas dan gratis bagi setiap warga negara. Penerapan sistem ekonomi Islam ini selaras dengan sistem politik dan pemerintahan Islam, dimana pemerintah betul-betul berperan sebagai pengurus/pelayan rakyat dan melindungi kepentingan seluruh rakyat (rain), bukan kepentingan para korporasi/pengusaha saja.
Strategi pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat tak akan dapat terwujud melainkan hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah oleh negara. Negara yang menerapkan Islam kaffah inilah yang kita butuhkan saat ini yang mampu memberi solusi atas setiap masalah rakyat secara tuntas. Penerapan Islam kaffah oleh negara kita adalah satu keniscayaan jika kita mau menuntaskan kemiskinan.
Wallahu a’lam.