Oleh. Ir. Sri Rahayu Lesmanawaty, M.A.
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), terdapat tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama pada Oktober mendatang. Di antaranya: (1) pedagang produk makanan dan minuman; (2) pedagang bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; (3) pedagang produk hasil sembelihan dan pemilik jasa penyembelihan. Ketiga kelompok pedagang tersebut harus sudah memiliki sertifikat halal pada 17 Oktober 2024 (CNN Indonesia, 8/1/2023).
Jika tidak, ketiga jenis produk tersebut dilarang beredar di masyarakat dan akan mendapat sanksi (mulai dari peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran) andai tetap beredar.
Peluang Mendulang Uang
Terkait pengurusan permohonan sertifikasi halal tersebut, dengan mekanisme reguler akan dikenakan biaya pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH, penetapan kehalalan produk oleh MUI, dan penerbitan sertifikat halal. Memang saat ini pemerintah sedang memberikan fasilitas berupa sejuta sertifikat gratis bagi pelaku UMK. Akan tetapi, jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah UMKM dalam data Kementerian Koperasi dan UKM yang mencapai 65,47 juta.
Dengan demikian, 64,47 juta tidak mendapatkan fasilitas sertifikat halal dengan gratis. Padahal terjaminnya kehalalan produk adalah tanggungjawab negara, namun dengan realita seperti ini, di alam demokrasi lirikan para kapitalis kembali terjadi, kondisi ini dijadikan peluang untuk mendulang uang.
Pandangan Islam terkait Sertifikasi Halal
Sertifikasi halal merupakan tugas negara. Dalam Islam, negara menjamin kehalalan produk yang beredar di masyarakat. Sehingga, saat umat yang memiliki produk tertentu menghendaki negara menghalalkan produknya maka negara memudahkan prosesnya dan dalam birokrasi tidak sulit prosesnya karena didukung SDM yang cepat dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, dan sistem Islam pun menjadikan negara menyiapkan kapabilitas terverifikasi pada semua SDM terbaiknya.
Saat sistem kapitalisme telah membebani rakyat dengan berbagai pungutan, terkait kehalalan pun rakyat dibebani juga untuk mengurus sertifikat dengan biaya yang tidak murah, maka sistem Islam menghadirkan sistem yang berbeda. Sistem Islam akan memudahkan apa pun untuk rakyatnya selama tidak melanggar hukum syarak, termasuk layanan sertifikasi kehalalan produk yang diproduksi warga warga negaranya.
Negara menugaskan petugas pengawas (qadi hisbah) untuk senantiasa menjalankan tanggungjawabnya mengawasi pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, maupun pabrik, dalam rangka memastikan kehalalan produk dan memastikan tidak ada kecurangan baik sisi produksi maupun distribusi sehingga yang dikonsumsi rakyat hanyalah produk halal dan aman.
Tentunya Islam akan menghadirkan mekanisme yang sederhana dalam memberikan jaminan terkait halal dan haramnya suatu produk. Sertifikat halal diberikan pada produk yang sudah teruji halal tanpa membebani rakyatnya. Pelaksanaan negara terhadap firman Allah taala dalam surah Al-Baqarah ayat 168,
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Diikuti pula oleh rakyat dengan keyakinan bahwa negara telah membantu untuk memastikannya. Hingga menyelamatkan rakyat dunia akhirat. Sertifikasi halal sebagai tanggung jawab negara membuat rakyat tenang, tanpa harus khawatir dengan biaya tinggi saat memproses sertifikat kehalalan bagi produsen, dan juga ketenangan bagi rakyat saat mengonsumsi produk-produk yang didapatkannya. Semua ini hanya bisa terealisasi jika dan hanya jika sistem Islam diterapkan secara sempurna. Wallaahu a’lam bisshawaab.