Sertifikasi Halal adalah Kewajiban Negara

Oleh. Wa Disa (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Buton)

Bagi kaum muslim, halal dan haram adalah hal yang perlu diperhatikan. Kehalalan sebuah produk akan diprioritaskan karena dorongan keimanan. Khusus umat muslim di negeri +62 ini, terkadang bingung menentukan halal dan haram. Pasalnya, tidak sedikit bahan haram yang ikut masuk dalam sebuah produk.

Maka bagi masyarakat, cara paling mudah mendapatkan jaminan mutu halal adalah dengan mencari label halal pada tiap produk. Sehingga, betapa pentingnya jaminan kehalalan dalam setiap produk yang akan dikonsumsi.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, telah menghimbau kepada pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal. Jika pada 17 Oktober 2024 mendatang, pelaku usaha tak kunjung mengantongi sertifikat halal maka kementrian agama akan menjatuhkan sanksi. Tiga kelompok produk yang harus bersetifikat, di antaranya, pertama, produk makanan dan minuman. Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan (beritasatu.com 7/1/23).

Kemudian, jika masa penahapan telah berakhir, tetapi belum bersertifikat halal dan masih beredar di masyarakat, maka produsen akan mendapatkan sanksi dari negara. Kepala BPJPH Kemenag Bapak Muhammad Aqil Irham menjelaskan, sanksi yang akan diberikan mulai peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021 (CNN Indonesia, 8/1/2023).

Sertifikasi halal seharusnya merupakan layanan negara untuk melindungi rakyatnya atas kewajiban yang ditetapkan oleh syariat. Namun, dalam sistem saat ini, sertifikasi halal menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan. Buktinya, walaupun bergulir himbauan pemerintah untuk segera mengurus sertifikat halal, tetapi imbauan tersebut hanyalah sekadar imbauan. Tak ada upaya cepat tanggap dalam memberantas produk makanan dan minuman yang terlanjur beredar yang tidak memiliki serirtifikat halal.

Kemudian, pengawasan yang begitu lama dan butuh beberapa waktu lagi. Semestinya, dalam menghentikan penjualan produk yang tidak bersetifikat halal, tidak perlu harus menunggu hingga tahun 2024 mendatang dan baru dikeluarkan sanksi per 17 Oktober 2024. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak serius dalam menjaga masyarakat muslim dari segala konsumsi zat yang diharamkan.

Inilah wajah negara dengan sistem kapitalisme yang menjadikan rakyat sasaran pemalakan melalui berbagai cara. Negara di sistem kapitalisme saat ini, abai dan hanya sibuk memungut cuan dari rakyatnya.

Sanksi yang ada tampaknga sama sekali tidak ada ketegasan. Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2021 sanksi yang akan diberikan hanyalah sebatas peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Padahal, perilaku mengedarkan produk haram sudah termasuk kategori tindak kejahatan yang mengancam mayoritas kaum muslim di Indonesia.

Setiap muslim yang mengonsumsi zat haram akan mendapatkan kemudharatan, antara lain:

Pertama, tidak terkabulnya doa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa:

“Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan doanya?” (HR Muslim)

Kedua, makanan haram membawa ke neraka, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram kecuali neraka lebih utama untuknya” (HR. At Tirmidzi)

Ketiga, iman di Hatinya berkurang, “Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang mukmin.” (HR Bukhari dan Muslim)

Masih banyak lagi dalil yang berkenaan dengan hal itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya umat Islam menjaga diri dari sesuatu yang haram, termasuk perkara makanan dan minuman serta barang konsumsi lainnya. Maka; sudah menjadi keharusan negara memberikan perlindungan warganya dari perkara haram dengan menetapkan aturan yang jelas dan tegas yang tidak dapat kita dapatkan dalam sistem saat ini, tentu berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam

Solusi tuntas dalam Islam

Dalam sistem Islam, perkara halal dan haram menjadi perkara penting yang membutuhkan perhatian khusus, jaminan kehalalan sebuah produk akan ditentukan dari awal. Mulai proses pembuatan bahan, proses produksi, hingga distribusi akan senantiasa diawasi. Pengawasan ini untuk memastikan seluruh produk dalam kondisi aman.

Bahkan, Islam akan mensterilkan bahan-bahan haram dari pasar agar masyarakat tak lagi bingung dalam membedakan halal dan haram. Sehingga, secara praktisnya, negara akan menugaskan para qadi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik untuk memastikan kehalalan dan keamanan produk para qadi akan bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk secara telilti.

Dengan jaminan seperti ini, rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi produk. Mereka tidak perlu repot harus mengecek dahulu keberadaan sertifikat halal untuk varian produk yang hendak dikonsumsi.

Karena dalam Islam, aturan adalah suatu hal yang mutlak diperlukan agar umat mendapat jaminan halal atas semua produk yang dikonsumsinya. Islam menggariskan bahwa urusan umat semacam ini adalah tanggung jawab negara sebagai bagian dari perlindungan negara terhadap agama. Allah Swt. memerintahkan kepada kita dalam firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ma’idah: 8)

Rasulullah Muhammad saw. dalam sabdanya mengingatkan bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Begitu pula agama Islam mengajarkan agar manusia menjadi pemimpin yang baik, adil, jujur, amanah, dan bijaksana.

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)

“Imam adalah pengurus dn ia akan dkmintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Ketenangan ini terwujud manakala hadir negara yang tegak di atas akidah Islam. Negaralah yang bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan. Dengan panggilan keimanan, sudah selayaknya kita mencampakkan aturan sekuler dan mengambil Islam sebagai agama sekaligus pedoman dalam bermasyarakat

Wallahu a’lam bishowwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi