Serangan Produk Asing Ragukan Status Halal

Oleh. Ilma Kurnia P
(Pemerhati Generasi)

Dunia sosial media telah dihebohkan dengan adanya wacana bahwa Tik Tok akan berencana menanamkan modal sebanyak Rp148 triliun dalam lima tahun mendatang untuk platform perdagangan asing. Di sisi lain, TikTok juga dikabarkan sedang mengembangkan Project S, yang merupakan salah satu langkah untuk mengoleksi data produk laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi sendiri di Tiongkok. Sebelumnya, sudah dimulai terlebih dahulu di Inggris, dengan peluncuran fitur belanja bernama Trendy Beat yang menjual barang-barang yang terbukti populer di platformnya.

Dikutip dari redaksi medcom.id (10/07/23) menyebutkan bahwa Project S TikTok ini akan mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Pasalnya, jika pasar Indonesia diserbu barang impor, justru yang maju adalah negara tempat barang tersebut diproduksi. Sementara, Indonesia hanya menjadi pasar dari produk-produk asing tersebut.

Ketika ditelusuri sebenarnya kebutuhan tiap manusia berbeda-beda. Dari mulai kebutuhan primer, sekunder, dan tersier menyebabkan semua orang berlomba-lomba untuk memenuhinya. Dimulai dari rakyat yang punya usaha kecil maupun pengusaha di negeri sendiri bersaing untuk membuat produk demi memenuhi segala kebutuhan masyarakat.

Pada kenyataannya, persaingan di negeri sendiri terhadap produk lokal saja membuat para pengusaha kecil, menengah, maupun besar merasa ketar-ketir terhadap perkembangan penjualan produknya. Apalagi jika kondisi saat ini banjir produk asing yang jelas membahayakan industri dalam negeri dan nasib seluruh pekerjanya. Belum lagi status kehalalnya yang harus selektif karena tidak semua produk yang masuk dari impor adalah produk halal.

Ada beberapa produk yang ternayata halal secara lembaga tetapi terdapat bahan yang mengandung tidak halal. Hal inilah yang menjadikan status halal diragukan. Semua ini wajar terjadi di negeri yang memang menganut sistem bukan islam. Manakala hal kecil seperti produk makanan saja tidak menerapkan halal haramnya dalam pengolahan produk makanannya. Yang penting adalah enak, konsumen suka, dan memiliki keuntungan banyak bagi pemilik modal, tanpa peduli status halal haramnya.

Selain itu, semua ini bertentangan dengan cara pengaturan dalam sistem Islam yang menjadikan salah satu tugas negara adalah menjaga harta rakyatnya. Islam tidak hanya memiliki kebijakan yang melindungi industri dalam negeri dan juga warga negaranya, tetapi juga mengatur masuknya produk asing. Bahkan, menjadikan pengaturan perdagangan berada di bawah kebijakan departeman luar negeri. Alhasil, kesejahteraan rakyat dapat terjamin tanpa adanya persaingan perdagangan dengan produk-produk asing yang tidak halal.

Dalam Islam, terkait makanan halal dan haram telah ditentukan dengan jelas, banyak sekali terdapat ayat Al-Qur’an dan Al-Hadis yang membahas hal tersebut. Maknanya, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Produk Halal merupakan produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam.

Seperti halnya, pertama tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi. Baik itu lard (lemak babi), gelatin babi, emulsifier babi (E471), lechitine babi, kuas dengan bulu babi (bristle). Hal ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 173 Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.”

Kedua, daging yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. Ketiga, semua bentuk makanan/minuman yang tidak mengandung alkohol dan turunannya, atau bukan alkohol sebagai suatu bahan yang sengaja ditambahkan, serta bukan khamr. Perintah ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 dan Al-Maidah ayat 90. Keempat, bukan merupakan bangkai atau darah yang haram dimakan manusia. Termasuk segala jenis makanan yang didapat/diperoleh secara halal (halal lighairihi).

Maka dari itu, apabila makanan dan minuman kita terjaga dari yang diharamkan Allah, dengan kata lain kita hanya mengonsumsi yang dihalalkan Allah, niscaya rida Allah itu akan kita peroleh jika kita taat kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, meskipun kita taat, namun kita makan dan minum dari yang haram dan bukan karena terpaksa, maka akan sia-sialah usaha kita. Wallahua’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi