Sengkarut Labelisasi di Era Kapitalis

Oleh. Ummu Fathan
(Ngawi, Jawa Timur)

Makanan halal menjadi faktor penting khususnya bagi umat Islam, begitupun terkait minuman. Karena, hanya makanan halal yang dibolehkan untuk dikonsumsi sesuai dengan aturan syarak. Pemerintah juga telah mengatur tentang makanan. Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal mewajibkan semua produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia untuk bersertifikat halal.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan temuan yang mengejutkan tentang produk pangan dengan nama-nama yang nyleneh seperti tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengonfirmasi temuan ini. Menurutnya hasil investigasi MUI memverifikasi adanya laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare (Wartabanjar.com, 1/10/24).

Realitas kehidupan yang serba kapitalis inilah yang membuat manusia menjadi rakus, menghalalkan segala cara guna terpenuhi keinginannya. Termasuk memberikan sertifikat makanan dan minuman yang harusnya haram menjadi halal. Ajang ini pun juga dijadikan ladang bisnis bagi para pelaku mafia pembuat hukum. Mereka hanya berpikir besarnya keuntungan yang didapat dan menyampingkan kemudharatan.

Islam adalah agama sempurna yang memiliki seperangkat aturan dalam mengatur kehidupan manusia termasuk tentang makanan dan minuman. Islam pun mengatur kaum muslim untuk memakan makanan yang halal dan thoyib. Karena kelak, Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban kita terhadap apa-apa yang kita makan.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa, “Sesuatu yang halal telah jelas dan yang haram juga telah jelas, dan di antara keduanya ada perkara syubhat (samar-samar). Barangsiapa menjaga diri dari perkara yang syubhat itu berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Barangsiapa terjatuh kepada yang syubhat berarti ia telah terjatuh dalam yang haram.”

Kebijakan ini bertolak belakang, saat sistem Islam yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat yang ada dalam Daulah. Daulah akan mengamanahkan para kadi hisbah untuk senantiasa melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, gudang makanan, tempat pemotongan hewan, maupun pada pabrik. Para kadi tersebut akan bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan suatu produk, serta tak ada kecurangan dan penipuan.

Sehingga Daulah memastikan yang beredar hanya produk halal dan aman untuk dikonsumsi ditengah- tengah masyarakat. Jaminan seperti inilah yang akan membuat rakyat merasa aman ketika mengonsumsi produk ataupun makanan. Dalam Daulah, produsen pun adalah orang-orang yang bertakwa yang menjalankan produk halal sesuai kewajibannya sebagai perintah dari Tuhan-Nya. Hal ini akan terwujud ketika Negara benar-benar menerapkan Islam kaffah yakni Khilafah Islamiyah yang akan menjamin kehalalan produk dengan tegak atas dasar akidah Islam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi