Semakin Terimpit Hidup dalam Naungan Kapitalisme

Oleh. Thohiroh Ranum
(Praktisi Remaja, Aktivis Dakwah)

Ketika kita yakin kepada Allah, maka seharusnya kita membuktikan dalam tindakan. Hakikat hati terpancar pada sebuah pilihan dan tindakan. Tetapi, banyak orang salah dalam meyakininya, sehingga cukup mengetahui tanpa ada kejelasannya.

Lagi dan lagi, kita dirusuhi dengan kabar penistaan agama. Kejadian ini akan terus berulang dan bahkan akan lebih dahsyat kejadiannya. Kita sebagai individu belum kuat untuk menghentikan itu semua karena ini terjadi dalam banyak faktor, baik faktor lokal dan faktor global.

Selebgram Lina Mukherjee ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan bismillah saat makan olahan babi. Ia terancam hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar. Ancaman hukuman diberikan setelah penyidik Subdirektorat V Siber Kepolisian Daerah Sumatra Selatan mendapatkan kecukupan barang bukti yang didukung keterangan beberapa orang saksi dan ahli (cnnindonesia.com, 29/04/2023).

Sungguh menyayat hati kita sebagai orang Islam, melihat kelakuan orang lain yang selalu menghina Islam. Terkadang Islam yang disudutkan dan disalahkan atas semua kejadian. Tetapi, kalau orang di luar Islam yang berulah, kayaknya biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa.

Entah problem sebesar ini dengan hukuman yang biasa, sudah menjadi kebiasaan dalam bernegara atau seperti apa? Karena, hukuman yang berat pastinya memberikan efek jera. Jika hukumannya biasa maka menjadi kebiasaan buruk merajalela.

Kejahatan akan terus menumpuk dan jauh dari kata perubahan yang lebih baik. Ketakutan terus dimana-mana saat ada diperjalanan, diakibatkan kebaikan yang semakin menyempit. Tidak heran hal itu terjadi dalam negeri ini. Karena junnah (perisai) sudah rusak dan bahkan hilang.

Penerapan aturan saat ini menjungjung kebebasan berekspresi dan mengerdilkan masalah spritual. Masalah ruhiyah hanya ada dalam individu, maka sikap yang buruk terus menjadi tontonan publik, seperti makanan sehari-hari kita.

Penanganan yang selalu diulur-ulur dan tidak tuntas dalam menyelesaikannya sudah biasa. Pandangan hidup manusia mulai kabur, cara melihatnya sudah rabun, yang bersinar hanya urusan materi dunia. Pengajaran yang gagal total, kebingungan meluas dan merata. Bahkan, keyakinan (akidah) mereka jual untuk urusan pribadinya.

Berbeda jika kita hidup dalam naungan Islam kaffah, negara yang menerapkan aturan Allah secara menyeluruh, pemimpin yang dilahirkan adalah orang yang jujur dan amanah. Ia memutuskan perkara dengan keadilan-Nya. Masyarakat dituntun untuk memahami keyakinannya, diarahkan agar bisa menerapkannya, dan difasilitasi agar memudahkannya.

Sungguh indah hidup dalam Islam. Kedamaian dirasakan semua orang, dari kalangan mana pun bisa berbahagia. Nonmuslim berbondong-bondong untuk masuk Islam karena kebahagiaannya sudah dirasakan dari kejauhan.

Kerinduan yang memuncak, saat tahu Islam pernah berjaya dalam abad yang sangat panjang. Kegemilangan dirasakan hingga saat ini, beruntung kita terlahir dari Islam, harus kita berdayakan dengan sebaik-baiknya.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi