Oleh. Ummu Alkhalifi (Anggota Komunitas Setajam Pena)
Ketimpangan ekonomi dalam negeri, yang semakin menjungkirbalikan rakyat ini kian menjadi. Hingga rela meraih sumber kehidupan di negeri seberang, dengan harapan terentaskan dari lilitan sulitnya kehidupan. Namun, apalah daya, bukan uang yang mereka dapatkan, namun siksaan hingga nyawa pun melayang.
Sebagaimana dilansir BBC.com (3/3/2023), kisah menyedihkan perempuan asal Nusa Tenggara Barat yaitu Mariance salah satu mantan pekerja Migran yang mengalami kekejaman oleh majikannya. Berawal dari ketertarikan pada tawaran kerja di Malaysia, dirinya mengaku ingin membantu kesulitan ekonomi dalam keluarga yang kurang bahkan tidak cukup. Akhirnya, dia putuskan berangkat ke negeri seberang, Malaysia.
Namun, siapa sangka, bukan gaji bulanan yang Mariance dapatkan, melainkan siksaan dan kekejaman dari tangan majikan selama 8 tahun lamanya. Hingga dia lupa rasa akan sakit badan dan hancurnya jiwa, yang ada hanyalah bagaimana dirinya bisa bertahan hidup hingga terlepas dari jeratan siksaan sang majikan.
Salah seorang polisi anggota Satgas Anti-Trafficking Kepolisian Daerah NTT menemui Meriance setelah ia kembali ke NTT pada 2015, dan tergerak untuk mengejar para perekrut. Pada 2018, para pelaku Tedy Moa dan Piter Boki dijatuhi hukuman penjara masing-masing lima dan tiga tahun atas tuduhan tindak pidana perdagangan orang.
Naudzubillah, inilah kekejaman hidup yang berawal dari sulitnya memenuhi kebutuhan. Demi anak dan keluarga, seorang ibu yang seharusnya menjadi tempat belaian lembut dalam sebuah keluarga, rela berkorban meletakkan semua bentuk kasih sayangnya demi tuntutan kebutuhan.
Bahkan masih banyak Mariance-Mariance lainnya yang bernasib malang dan menjadi korban dari perdagangan manusia yang menimpa para Pekerja Migran Indonesia. Ini menunjukan betapa kejamnya perdagangan manusia dan betapa lemahnya peranan negara dalam menyikapi peemasalahan yang sangat kompleks tersebut.
Perdagangan orang di Indonesia bukan lah menjadi sesuatu yang baru,dengan iming – iming gaji besar dan perbaikan nasib dari kemiskinan dan penderitaan, masyarakat banyak mendekati pintu kejahatan dengan menjadi pekerja migran.
Mirisnya, banyak sekali sektor swasta yang mendapatkan perijinan dalam penempatan tenaga kerja. Padahal, jaminan keamanan perbatasan negara masih dipertanyakan dan lemahnya tindakan dalam berbagai kasus pidana atas perdagangan orang menjadi buah manis para sindikat perdagangan orang.
Sebuah catatan pada UU PPMI, yaitu adanya celah bagi pelaku sektor swasta untuk melancarkan proses penempatan pekerja migran Indonesia (PPMI). Dan inilah sasaran empuk bagi sindikat perdagangan orang. Karena UU PPMI masih dipertanyakan jaminannya dalam melindungi para pekerja migran, apalagi mereka mayoritas adalah perempuan. Hal ini adalah bagian dari peranan negara, mengoreksi faktor-faktor kenapa banyak perempuan seperti Mariance nekad lintas batas negara, hingga berbagai perlakuan kejahatan mereka hadapi.
Inilah buah dari sistem kapitalis dimana hancurnya kehidupan ekonomi yang membuat angka kemiskinan terus meningkat, hingga cara instan mudah bekerja dengan gaji besar menjadi incaran. Padahal, risiko dan ancaman jiwa tampak nyata di depan mata.
Dengan konsep ekonomi yang serba bebas, maka peluang bagi aktor-aktor asing untuk menguasai sumber daya manusia dan sumber daya alam dalam negeri tidak dibatasu. Dengan asas manfaat dan keuntungan semata, mereka menghalalkan raga penduduk negeri untuk diperbudakkan. Apalagi di dalam negeri, semua lini dikuasai para korporasi.
Perlindungan atas warga negara haruslah menjadi dasar wajib untuk terpenuhi. Apalagi bagi seorang perempuan. Sebagaimana dalam Islam mereka dimuliakan, dijaga kehormatan dan jiwanya. Terpenuhi semua haknya dalam semua kebutuhan hidupnya, tanpa bersusah payah dan khawatir terkait nafkah hidupnya. Sehingga, mereka aman bersama anak-anak dan keluarga mereka.
Sebab dalam Islam, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok oleh kepala keluarga. Sehingga, perempuan tidak perlu bekerja berat, apalagi harus ke luar negeri. Karena tugas utama perempuan dalam Islam adalah sebagai ibu dan pengelola rumah tangganya.
Wallahu a’lam bishowab.