Oleh. Atiqoh Shamila
(Kontributor MazayaPost.com)
Nasib tragis dialami oleh seorang anak perempuan yang baru menginjak remaja, dia dirudapaksa oleh kepala sekolahnya yang berinisial J. Laki-laki paruh baya tersebut tak bisa mengendalikan nafsu bejatnya hingga melakukan rudapaksa berulangkali pada anak dibawah umur. Mirisnya, pencabulan ini direstui ibu kandungnya yang juga seorang ASN yakni guru TK yang berinisial E (kompas.com, 1/9/2024).
Dengan iming-iming motor vespa, E tega mengantarkan anaknya untuk diperkosa oleh J yang notabene selingkuhannya. Pria oknum Kepsek ini mengaku mengenal ibu korban sejak 2019 silam saat ibu korban pisah ranjang dengan suaminya. Sejak saat itulah hubungan terlarang ini terjalin (detikjatim, 2/9/24).
Demi menutupi perselingkuhan dengan ibu korban, J berdalih mengajak anak korban untuk bertemu dengannya sekaligus untuk ritual penyucian diri. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, ibu korban mengaku ia sendirilah yang mengantarkan anaknya ke rumah tersangka beberapa kali untuk memenuhi nafsu bejatnya. Ibu korban juga pernah mengantarkan anaknya ke sebuah hotel di Surabaya atas permintaan Kepsek amoral itu.
Matinya Naluri Ibu
Kejadian seorang ibu secara sadar mengantarkan anaknya untuk dirudapaksa sungguh di luar nalar. Seorang ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama, justru melakukan kekejian luar biasa. Kejadian ini sekaligus menunjukkan matinya naluri keibuan nyata adanya dan semakin menambah panjang deretan potret buram dan rusaknya pribadi ibu.
Tak hanya itu, kejadian yang nista ini juga menunjukkan betapa moral di tengah masyarakat begitu rusak luar biasa. Kerusakan ini tidak bisa dipandang hanya sekadar masalah keburukan pribadi, jika tatanan kehidupan individu dan masyarakat rusak. Jelas, hal itu merupakan cerminan sistem kehidupan yang ada saat ini.
Kehidupan yang dipengaruhi oleh akidah sekulerisme membuat manusia beramal mengikuti hawa nafsunya sebab agama dipisahkan dari kehidupan, halal haram tidak lagi menjadi petimbangan. Sudahlah berselingkuh, masih menjadikan anak sebagai pemuas nafsu. Hal ini menjadi bukti batasan syariat tidak menjadi standar beramal baik dalam ranah individu maupun masyarakat.
Dampak akidah sekularisme juga merusak sistem pendidikan. Sistem pendidikan yang harusnya bisa mencetak manusia berkepribadian Islam malah menjadi pribadi yang hanya sekedar mengetahui ilmu tapi tidak untuk diamalkan. Bukti nyata adalah kejadian ini, para pelaku berasal dari tenaga pendidik yang seharusnya peduli dengan nasib generasi. Namun sayang, perbuatan mereka justru merusak generasi bahkan itu anak kandung sendiri.
Dalam sistem sanksi hari ini, hal tersebut wajar terjadi karena sistem sanksinya berasal dari kesepakatan antar manusia yang notabene mereka tidak mengetahui hakikat kebaikan untuk diri mereka sendiri. Maka wajar, sekalipun banyak yang mendapatkan sanksi atas tindak pencabulan paksa dan lainnya, mereka tidak pernah jera bahkan memunculkan banyak pelaku baru. Fenomena ini menunjukkan adanya persoalan sistemis dan bukti kegagalan sistem yang diterapkan. Khususnya sistem pendidikan dan sistem sanksi, cara pandang tersebut sangat berbeda dengan cara pandang akidah Islam. Dalam Islam, kehidupan tidak boleh dipisahkan dari syariat Allah. Segala sesuatu harus terikat dengan hukum-hukum Allah, termasuk bagaimana memandang sosok ibu.
Peran Strategis Ibu dalam Islam
Islam menetapkan peran dan fungsi ibu yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama atau “madrasatul ula.” Peran ini sangat mulia karena di tangan perempuan nasib generasi ditentukan, baik atau buruknya generasi, mulia atau hancurnya generasi, dipengaruhi oleh peran perempuan. Sehingga peran “madrasatul ula” seorang ibu harus disadari dan dijaga oleh semua pihak. Dengan demikian, peran ibu dalam Islam sangat strategis dan menjadi ujung tombak nasib generasi.
Islam memiliki sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam pada diri setiap individu. Pembentukan kepribadian ini sangat realistis mengingat sekolah maupun kampus disediakan gratis oleh negara yang menerapkan sistem Islam. Setiap individu dalam pendidikan Islam akan dibentuk agar memiliki kepribadian Islam, pola sikap dan pola pikir mereka Islam.
Strategi pendidikan yang demikian akan membuat atmosfer ketakwaan ada di mana-mana, sehingga siapapun akan mampu mengemban amanah besar termasuk optimal menjadi seorang ibu. Islam juga memiliki sistem sanksi atau uqubat yang ketika diterapkan oleh negara akan mampu menjaga setiap individu dalam kebaikan, ketaatan dan keberkahan Allah Swt.
Islam juga mewajibkan negara agar mampu menjaga fitrah ibu, dan anak juga manusia semuanya. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan membentuk lingkungan dengan suasana keimanan yang kuat, individu dan masyarakat yang taat serta regulasi yang berpedoman pada syariat sehingga akan terbukalah pintu-pintu rahmat dari langit sesuai janji Allah SWT. Wallahu a’lam bisshawab.