SANTRI, JIHAD DAN KHILAFAH


( Refleksi Hari Santri 2024 )

Muhammad Ayyubi ( Mufakkirun Siyasiyyun Community )

Hari ini 22 Oktober serempak pondok pesantren seluruh Indonesia merayakan hari santri. Peringatan Hari Santri 2024 kali ini mengusung tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”.

Tema yang diusung tidak lain adalah refleksi dari perjuangan para santri yang terjadi 79 tahun lalu.
Dimana Pada tanggal 22 Oktober 1945, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, seorang ulama dan pahlawan nasional Indonesia, mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tentara sekutu.

Secara historis umat Islam tidak bisa dilepaskan dari jihad. Sejak pertama Rasulullah adalah sosok yang terus berjihad sepanjang hidupnya.

Jihad menjadi metode politik luar negeri Negara Islam untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh dunia. Metode ini terus berlangsung hingga hancurnya Khilafah 1924.

Akan tetapi semangat jihad di dalam dada kaum muslimin tidak pernah padam meski Khilafah telah sirna. Termasuk di dalamnya adalah resolusi jihad pada 22 Oktober 1945.

Jihad secara bahasa adalah bersungguh-sungguh. Sementara Jihad secara syar’i adalah perang melawan orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Allah La Ilaha Illa Allah.

Manakala ada dua istilah maka pengamalannya harus dikembalikan kepada makna syar’i. Jihad menurut Syaikh Khair Haikal dalam kitab Jihad Wal Qital terbagi menjadi dua yakni jihad difa’i ( defensif ) dan jihad hujumi ( ofensif ).

Jihad difa’i adalah ketika negara diserang oleh musuh. Maka wajib setiap individu dalam negara tersebut untuk melawan dan mengangkat senjata. Tanpa menunggu perintah dari Khalifah.

Jihad difa’i inilah yang terjadi pada tanggal 22 Oktober yang difatwakan oleh Syaikh Hasyim Asy’ari wajib bagi seluruh umat khususnya santri pada waktu itu.

Semangat jihad kaum muslimin di Surabaya yang berhasil memukul mundur tentara sekutu. Peristiwa heroik itu memuncak pada tanggal 10 Nopember 1945 yang kelak diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Sementara jihad hujumi adalah jihad menyerang dalam rangka melindungi dakwah ke luar negeri yang diemban oleh Khilafah. Jihad hujumi ini membutuhkan tentara, logistik, latihan, alutsista dan komando, oleh karena itu jihad hujumi ini hukumnya wajib kifayah.

Kewajiban itu baik fardhu ain atau kifayah wajib untuk dilakukan. Keduanya bukan salinh menegasikan.

Adanya jihad difai sebagai bentuk kewaspadaan negara terhadap setiap HTAG ( Hambatan, Tantangan, Ancaman dan Gangguan ) dari negara lain.

Dan jihad hujumi tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan adanya kiyan tanfidzi atau institusi pelaksana yakni Khilafah. Sementara tidak sempurna kewajiban jihad tanpa khilafah maka keberadaan Khilafah wajib hukumnya.

Walhasil, korelasi jihad pada Hari Santri dengan Khilafah sebagai institusi pelaksananya tidak bisa dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang, memisahkan keduanya sungguh adalah pengkhiatan sejarah yang keji.

Para santri hari ini selayaknya berjuang untuk mengembalikan kehidupan Islam termasuk jihad di dalamnya dengan menegakkan Khilafah Islmiyyah yang akan menerapkan Syariah Islam secara kaffah. In sya Allah.[]

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi