Oleh. Nur Afni
(Ibu Peduli Negeri)
Keluarga yang bahagia adalah ibarat “surga” yang ada di dunia. Dan “tempat terbaik untuk pulang adalah rumah, cinta terbaik adalah keluarga. Jika kamu memiliki keduanya, maka hidupmu penuh berkah.” Itulah sedikit ungkapan yang menggambarkan bahwa keluarga yang bahagia dan harmonis adalah idaman setiap orang. Karena, tak penting seberapa besar rumah yang kita miliki, seberapa banyak harta yang kita punya, yang terpenting ada cinta di dalamnya.
Namun, apakah keluarga yang bahagia dan harmonis dapat kita miliki dalam penerapan sistem kehidupan saat ini. Sistem yang diemban oleh negara kita adalah sistem sekularisme kapitalisme. Hampir seluruh negara di dunia mengemban sistem ini.
Sistem sekularisme kapitalisme adalah sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Jadi, aturan agama hanya dipakai dalam urusan ibadah semata, namun tidak digunakan sebagai aturan berkehidupan. Padahal sejatinya, Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. telah menetapkan aturan berkehidupan dengan sangat jelas dan sempurna. Bukan hanya aturan perkara ibadah semata. Akibatnya, di dalam keluarga, bukan cinta dan kasih sayang yang tumbuh, tetapi kebencian, bahkan tega menghabisi nyawa keluarganya sendiri.
Ada kejadian yang membuat warga di Jalan Sepakat RT 46, Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan Balikpapan Barat, Jumat (23/8/2024) sekitar pukul 21.13 WITA, seorang ibu bernama Hj RK meninggal secara tragis dibunuh oleh anak kandungnya sendiri bernama AR. Pelaku diduga mengalami gangguan jiwa, menebas leher ibunya menggunakan parang. Setelah melakukan perbuatan keji, tersangka AR melarikan diri. Sontak warga sekitar geger. Dari kabar berantai lewat WAG, warga merasakan keresahan. Karena pelaku melarikan diri masih menenteng sebilah parang.
Kasus yang mengenaskan juga terjadi di Pontianak, Polisi melakukan prarekonstruksi kasus pembunuhan Nizam Ahmad Alfahri (6), oleh ibu tirinya, IF (24) di sebuah rumah kawasan Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu siang (24/8/2024). Dari hasil prarekonstruksi ini, terungkap jika korban sudah sering mengalami penyiksaan berupa tindak kekerasan dari pelaku (ibu tiri). Dan di tempat lain juga terjadi kasus pembunuhan, K (22) warga Desa Kasugengan Kidul Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon, tega menghabisi nyawa ayah kandungnya, yaitu Jana (52). Bukan hanya itu, K juga melukai adik perempuannya. Dan masih banyak lagi kasus penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekat atau keluarga sendiri (24/8).
Beberapa kasus di atas hanyalah sekelumit masalah yang diangkat ke media. Entah berapa banyak lagi kasus yang tidak diangkat ke media (ranah publik). Beberapa kasus di atas merupakan bukti buruknya penerapan kehidupan di dalam sistem sekularisme kapitalisme.
Banyaknya kasus yang terjadi merupakan bentukan dari sistem sekularisme kapitalisme, yang memberikan kebebasan kepada setiap individu dalam berkehidupan. Sistem ini memberikan 4 kebebasan, salah satunya adalah kebebasan berbuat atau bertingkah laku. Aturan agama hanya dipakai dalam ranah ibadah semata, sedangkan dalam ranah kehidupan yang lain seperti perkara sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, pendidikan, penetapan sanksi dari tindak kejahatan, serta kesehatan, semuanya tidak memakai aturan sang pencipta. Alhasil, lahirlah generasi atau individu yang tidak lagi menstandarkan perilaku sesuai dengan syariat Islam. Para orang tua pun tidak lagi mendidik dan mengasuh anaknya sesuai dengan syariat Islam.
Banyaknya masyarakat atau para orang tua yang membebek kepada parenting kekinian yang tidak sejalan dengan fitrah manusia. Semua ini karena sistem sekularisme, yaitu sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Para ayah disibukkan dengan bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sedangkan tidak sedikit seorang ibu yang harus turut membantu suaminya untuk mencari nafkah juga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Walhasil, seorang ibu menjalani peran ganda sebagai pencari nafkah dan pengurus keluarganya, sehingga seorang ibu tidak bisa optimal dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang cerdas dan bertakwa.
Kemudian kalau kita lihat bagaimana pendidikan di dalam sistem kapitalisme hanya mencetak generasi yang handal dalam bidang ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi semata. Bahkan berbagai upaya pemerintah dalam menjadikan pendidikan agar sejalan dengan dunia bisnis, di mana sistem pendidikan hari ini harus mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai dengan keahlian tertentu. Dengan kata lain, pendidikan hari ini hanya dijadikan mesin pencetak tenaga kerja. Akibatnya, generasi yang lahir dari sistem pendidikan kapitalisme ini kosong dari pemahaman agama, ditambah lagi peran negara di dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator bagi para kapital, baik asing, aseng, maupun lokal.
Penguasa hari ini hanya sibuk memperkaya pribadi dan keluarganya saja, namun abai dalam mengurus urusan rakyat. Belum lagi harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, biaya pendidikan yang mahal, dan minim nya lapangan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah negara tidak menjadikan permasalahan ini sebagai satu problem besar, namun hanya dianggap sebagai problem individu saja. Negara tidak hadir sebagai problem solver atas permasalahan ini.
Padahal sejatinya, ini adalah tanggung jawab negara. Sistem kapitalisme yang diemban di negara kita ini telah menimbulkan banyak permasalahan, termasuk rapuhnya ketahanan keluarga.
Sangat berbanding terbalik dengan sistem Islam. Dalam Islam, keluarga adalah tempat (tumpuan) dalam mencetak generasi yang berkualitas dan bertakwa. Karena generasi merupakan penerus dari sebuah peradaban, bahkan dikatakan generasi adalah agent of change (agen perubahan) di masa mendatang. Kemudian negara, membuka lapangan pekerjaan bagi para suami (ayah) agar mereka biasa memenuhi kebutuhan hidup anggota keluarganya. Bahkan ketika seseorang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka negara pun turut berperan dalam membantunya bukan abai terhadap kesusahan rakyat seperti penguasa dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini.
Dengan optimalnya peran ayah dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga, maka seorang ibu tidak lagi harus bersusah payah bekerja keluar rumah demi menambah penghasilan suami nya. Sehingga seorang ibu dapat melaksanakan kewajibannya sebagai “ummun wa rabbatul bait” (ibu dan pengatur rumah tangga), dan mampu mencetak generasi yang cerdas dan bertakwa.
Sudah saatnya negara ini mengambil Islam sebagai solusi atas permasalahan ketahanan keluarga saat ini. Karena untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan melahirkan generasi yang berkualitas harus ada peran negara, masyarakat, dan ketakwaan individu. Agar impian kita memiliki keluarga yang senantiasa bahagia bukan hanya sekadar mimpi, namun dapat terwujud. Wallahu a’lam bishawab.