Romantika Sang Penebar Cahaya dalam Suramnya Teror Dunia

Oleh. Silmi Atikaah

Nama Muhammad artinya adalah pujian. Pujian bagi sepanjang masa bagi kaum yang mengingatnya. Menaatinya adalah kemuliaan bagi siapa yang mengikutinya. Merindukannya adalah suatu kepastian bagi sesiapa yang mempercayai hakikatnya.

Momen maulid Nabi adalah momen di mana kaum muslim memperingati hari kelahiran Nabi. Namun, ada titik di mana Nabi tidak hanya sekadar dikenang di hari kelahirannya. Ada perjuangan yang jauh lebih berharga untuk diperingati, bak berlian di tengah lumpur.

Kemuliaannya tiada banding, sepanjang masa Allah menyebutnya. Selawat untuk beliau adalah ungkapan terindah, dari seorang kekasih untuk orang yang dikasihinya. Allah pun memberinya ungkapan cinta yang termaktub dalam untaian lembut ayat-ayat suci-Nya. Di sebutkan dalam satu surah, Allah berfirman :

إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada dia.” (QS. Al-Ahzab: 56)

Kemuliaannya tak berhenti sampai di situ, Allah akan mencintai bagi sesiapa yang juga mencintai Nabi Muhammad. Allah akan muliakan pula sesiapa yang selalu mengingat Nabi Muhammad. Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ibnu al-Jauzi rahimahulLâh:

أَنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَرَادَ بِعَبْدِهِ خَيْرًا يَسَّرَ لِسَانَهُ لِلصَّلاَةِ عَلَى مُحَمَّدٍ ﷺ
“Allah Swt. jika menghendaki kebaikan pada diri hamba-Nya, Dia akan memudahkan lisan hamba-Nya itu untuk terbiasa berselawat kepada Nabi Muhammad saw.” (Ibnu al-Jauzi, Bustân al-‘Ârifîn, 1/300).

#cintanabi adalah tagar termanis yang sedang banyak ter-tweet di hari kelahiran beliau. Namun cinta lebih dari sekadar itu, tak hanya lebih dari instastory, namun juga penampakannya di dalam lubuk hati. Cinta adalah bagaimana seseorang tak mau kehilangan dan selalu mau berkorban untuk membuatnya bahagia.

Mencintai nabi tak cukup hanya terlisan, tetapi juga bagaimana kita membuat nabi bahagia, yakni dengan menaati syariat Islam yang dibawanya. Mengikuti apa yang beliau lakukan, apa yang diperjuangkan, dan apa yang dikorbankan. Begitu seriusnya beliau dalam mengemban risalah Islam.

Islam adalah cinta dari Allah kepada manusia. Dia turunkan dan Dia jaga, kemudian Dia utus Sang Penebar Cahaya untuk membawanya. Yang lekas akan segera Dia beri dan titipkan pada setiap rumah hati manusia.

Sjmber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan As-sunah. Ia adalah petunjuk bagi sesiapa yang menggenggamnya, selalu menjaga, dan memeliharanya dengan tulus, yang akan menjaganya hingga ujung lantakan kakinya menjejak Firdaus.

Begitu besar pengorbanan Nabi untuk menjaga amanah suci ini. Ingatlah bagaimana perjuangan dan pengorbanan yang telah beliau dedikasikan, untuk mengemban Islam hingga sampai ke tempat kau berpijak. Tak cukup hanya sekadar memperingatinya sebagai imbalan yang setimpal atas kucuran keringat dan darahnya.

Ucapan terimakasih pada Nabi hanya akan setimpal ketika kita mau menerima dengan lapang dada apa yang beliau bawa. Kita turut juga mengamalkan dan menjaganya. Menjaga ajarannya yakni Islam, Al-Qur’an, dan As-sunah.

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِدِ
“Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham.” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Meneladani Rasulullah sebagai seorang Penebar Cahaya adalah pangkat tertinggi yang Allah karuniakan bagi sesiapa yang mau meraihnya. Motivasinya termaktub dalam satu hadits yang terlisankan langsung dari mulut sang mulia”

احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ
“Jagalah Allah niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati Allah di hadapanmu ….” (HR At-Tirmidzi dan Ahmad)

Namun sayang, banyak dari manusia hari ini yang melupakanNya. Melupakan kemurnian Islam, melupakan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bahkan melupakan Sang Penebar Cahaya. Cinta mereka palsu hanya sebatas pada apa yang terlisan, tetapi tidak terterapkan.

Ayah kita yang harusnya menjadi pelindung, malah menjadi perundung. Yang harusnya lebih dulu mencintai Nabi, tetapi malah membenci. Risalah Nabi ditelantarkan di atas hamparan bumi demi kesenjangan duniawi.

Ialah sang tirani penguasa bumi pertiwi. Baru-baru ini, ia berulah kembali, kasus Rempang masih berdarah basah melukai pribumi yang lemah. Ia tak dapat melindungi darah rakyatnya dari kekejaman nafsu manusia.

Di mana ia? ketika darah seorang ulama terkucur karena kebiadaban muridnya setelah membacoknya. Di mana ia? Ketika utang menghujam deras membebani rakyatnya. Di mana ia? Ketika para Garuda bangsa terjerat narkoba.

Di mana ia? Proyek negara yang harusnya melayani namun malah membebani. Di mana ia? Ketika hak subsidi rakyat menyejahterakan namun kini malah menyengsarakan. Di mana ia? Ketika Islam terlecehkan di mulut-mulut sang penista.

Ketika ia harusnya menjadi pelanjut estafet nabi. Lalu di mana dedikasi dan perannya? Padahal Nabi menyebutkan bahwa:

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ

“Pemimpin suatu kaum hakikatnya adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Nu‘aim)

Maka dari itu, berhakkah kita masih menaatinya? Patutlah kita yang masih mampu ini meneruskan risalah nabi. Menjadi Sang Penebar Cahaya menggaungkan Islam sebagai kebaikan bagi seluruh alam.

Menerapkan syariat Islam kaffah adalah satu-satunya kunci dan bukti bahwa kita mencintai beliau, Taat pada beliau. Taat kepada Allah. Allah pun berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31)

Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) di dalam Tafsîr Al-Qur’ân Al-Azhîm menjelaskan ayat ini dengan menyatakan, “Ayat yang mulia ini menetapkan bahwa siapa saja yang mengklaim cinta kepada Allah, sedangkan ia tidak berada di jalan Muhammad saw. (tharîqah Al-Muhammadiyyah), maka ia berdusta sampai ia mengikuti syariah Muhammad saw. secara keseluruhan.”

Mari menjadi bagian dari yang mau berjuang menegakkan keadilan di tengah suramnya teror dunia. Berjalan di barisan para nabi dan sahabat. Berdakwah demi menegakkan kembali cahaya yang terlupakan, yakni Islam. Membalas segala perjuangan curahan keringat dan darah beliau dengan perjuangan kita pula.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi