Tender Gorden Rumah Dinas DPR RI: Kebijakan Nir Empati Rakyat

Oleh. Retno Asri Titisari (Enno)

Pandemi telah berubah menjadi endemi. Dampaknya lebaran 2022 sungguh sangat semarak. Meski demikian derita rakyat hanya teralih sesaat karena harga-harga belum kunjung surut, bahkan beberapa sembako masih bertengger. Ditengah kondisi rakyat yang demikian ada kabar tender bernilai milyaran sudah terlaksana. Lelang tender penggantian gorden di rumah dinas jabatan anggota DPR RI telah tuntas dengan dimenangi peserta lelang yang menawarkan harga Rp 43,5 miliar (detikNews, 8/5/2022).

Tender gorden dinilai kontroversial karena ada beberapa keanehan. Sesuai dengan informasi yang terdapat di laman LPSE DPR RI, total penyedia yang mendaftar untuk lelang tersebut sebanyak 49 perusahaan, sedangkan penyedia yang memasukan penawaran hanya tiga perusahaan. Akhirnya PT BMS mengalahkan dua perusahaan lain sebagai penawar terendah yakni PT Panderman Jaya sebesar Rp 42,1 miliar dan PT Sultan Sukses Mandiri sebesar Rp 37,7 miliar (Tempo.Co, 9/5/2022). Maka keanehan itu muncul dari pemenang tender, mengapa dari perusahaan dengan harga penawaran tertinggi dan bukan yang terendah??

Dikabarkan sebelumnya, ada 505 rumah dinas anggota DPR yang bakal diperbaharui gorden-nya. Renovasi ini memakan biaya yang berasal dari anggaran negara mencapai rata-rata Rp 80 juta tiap rumah. Padahal dana yang dikluarkan cukup fantastis, kenapa dari 49 perusahaan hanya 3 perusahaan yang memberikan masukan?? Untuk apa ikut tender jika ujung-ujungnya tidak memasukkan anggaran. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Perlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengungkapkan dalam proses tender banyaknya perusahaan yang ikut mendaftar tak disusul dengan konsistensi mengikuti tahapan selanjutnya (Republika.co.id, 11/5/2022).

Kesekjenan DPR menyiapkan pagu anggaran sebesar Rp48,7 miliar untuk pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR. Sejak Maret lalu, pengadaan proyek ini mendapat kritik dan penolakan, termasuk dari anggota DPR sendiri, namun proses lelang ternyata lanjut terus (Tempo.Co, 9/5/2022). Dampaknya beberapa partai melarang anggotanya yang masuk jajaran anggota DPR RI untuk menerima renovasi. Tapi apakah ini cukup sebagai seorang anggota dewan melakukan tindakan yang demikian?

Alasan Pengambilan Kebijakan Tender Gorden yang Nir-Empati Rakyat

Kebijakan tender pengadaan gorden dari awal memang penuh kontroversial. Sekjen DPR RI Indra Iskandar menjelaskan, gorden, vitrase dan blind yang ada saat ini di RJA Kalibata dan Ulujami merupakan hasil dari proses pengadaan atau lelang Tahun Anggaran 2010. Karena itu menurut dia masa pemakaiannya sudah 12 tahun sehingga sudah banyak yang lapuk dan rusak. Sejak tahun 2020 sudah banyak permintaan dari anggota dewan kepada Kesetjenan, karena belum adanya alokasi anggaran. Pada Tahun Anggaran 2022 baru didapatkan alokasi anggaran untuk penggantian gorden, vitrase dan blind. Namun hanya bisa dialokasikan untuk 505 unit RJA Kalibata.

Alasan ini dikemukakan secara senada diberbagai media. Seolah masalah yang mendesak. Barang yang diadakan sebelumnya yaitu tahun 2010 sudah lapuk dan tidak layak pakai. Tapi benarkah itu bisa menjadi alasan yang diterima. Faktanya masih banyak yang menolak penggunaan alasan tersebut, misal dari pengguna rumdin yang mengatakan tidak sampai biaya segitu. Atau para anggota partai PAN yang melarang anggotanya menerima dana penggadaan gorden di RJA Kalibata. Berarti alasan penggadaan tersebut tidak bisa diterima nalar.

Keanehan yang kedua ada pada pemenang tender. Dalam penjelasan Indra Iskandar bahwa PT BMS menang karena memiliki kelengkapan syarat yang diajukan padanya. Meski memang ternyata harga yang diajukan tertinggi. Keikutsertaan 49 perusahaan menjadi 3 perusahaan dan dimenangi PT BMS menimbulkan kecurigaan hingga berujung mendetili PT BMS itu sendiri. Benarkah memang PT itu sungguh ada. Dugaan korupsi dengan usaha abal-abal bisa menjadi kemungkinan penyimpangan yang lazim terjadi.

Keanehan ketiga adalah berjalannya program meski menuai kritikan bahkan pagu anggarannya pun sudah disiapkan. PT BMS mengajukan dana 43,5 milyar, tapi APBN menyiapkan pagu anggaran pengadaan gorden ini sebesar 48,7 milyar. Sehingga per rumah mendapatkan anggaran 96 juta hanya untuk gorden, vitrage dan blind. Besarnya anggaran segera menuai kecurigaan KPK bahkan Fahri Hamzah mengatakan Puan Maharani harus mendetili dan bertanggung jawab atas besarnya dana. Karena tentu saja dana sekian itu sungguh besar. Ditengah proyek IKN yang katanya mengambil APBN juga hingga meminta keikutsertaan rakyat untuk membayari, maka timbul pertanyaan dana itu berasal darimana.

Pagu Anggaran adalah alokasi anggaran (batasan tertinggi) yang ditetapkan untuk mendanai belanja pemerintah pusat dan/atau pembiayaan anggaran dalam APBN. Dalam menyusun anggaran, terdapat 3 jenis pagu yaitu : Pagu Indikatif (perkiraan pagu anggaran berdasarkan evaluasi angka dasar dan inisiatif baru). Pagu Anggaran, Pagu Alokasi Anggaran (Selanjutnya pagu anggaran akan dibahas untuk persetujuan DPR).

Dengan demikian alasan kebijakan tender penggadaan gorden ini masih belum memuaskan banyak pihak. Pemberitaan media pun seolah-olah kaset rusak yang mengulang-ulang alasan yang sama dengan model penjelasan njlimet hingga seolah-olah yang terjadi adalah kewajaran. Meski alasan tersebut lupa menempatkan bahwa mereka adalah anggota dewan bukan pengemis yang harus disokong APBN.

Analisa Dampak Adanya Kebijakan Nir-Empati

Proyek pengadaan barang dan jasa seperti ini memang rentan menjadi ladang para pejabat pemburu rente untuk mengerat uang rakyat. Jangan heran, inilah negeri demokrasi. Para pejabatnya sibuk memperkaya diri dan menyenangkan keluarga dan partainya. Tidak peduli meski rakyatnya mati, apalagi hidup dengan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Berdasarkan data Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), terdapat delapan juta lebih rakyat terkategori miskin ekstrem, yaitu kemiskinan hingga taraf menunda makan karena tidak punya uang. Jika anggaran sebesar Rp48 miliar itu digunakan untuk keperluan mereka, setidaknya mereka bisa makan sehari tiga kali dengan kecukupan nutrisinya.

Lagi pula, jika memang gorden sudah benar-benar lapuk dan harus diganti, apakah gaji pejabat yang ratusan juta itu tidak bisa dialokasikan untuk gorden? Mengapa semua harus dibebankan pada APBN, sedangkan pemasukan terbesar APBN berasal dari pajak rakyat. Artinya, gorden seharga miliaran tersebut disumbang dari rakyat. Padahal kondisi masyarakat sedang terpuruk dengan adanya pandemi dan inflasi. Pemerintah malah mengganggap gorden sebagai barang vital yang perlu dicukupi dengan APBN. Pada saat yang sama dana BLT untuk mengentaskan kemiskinan rakyat yang meningkat hanya berkisar ratusan ribu per orang dan masih terbagi dalam beberapa periode.

Dzalim kata yang tepat untuk menyebut kebijakan pengadaan gorden ini. Mereka mengatakan dirinya sebagai anggota dewan tapi tidak pernah memikirkan rakyat dalam benak mereka. Pelarangan anggota dewan dari PAN juga apakah karena rakyat atau karena tidak mau disalahkan sebagai pengguna dana APBN sebesar itu? Tentu saja hal ini akan semakin menjauhkan rakyat dari pemerintahan.

Maka jika diprediksi akibat yang akan terjadi ketika program ini dijalankan adalah :
1. Tingginya distrust masyarakat pada penguasa karena kebijakan tersebut nir empati kondisi rakyat. Distrust yang menaik sejak awal tahun 2022 ini semakin tinggi karena berbagai kebijakan tidak pro rakyat yang dilakoni penguasa. Politisir pandemi yang berujung pada komersialisasi PCR dan vaksin misal yang menjadikan rakyat tidak peduli lagi pada kondisi endemi Covid-19 yang masih butuh prokes untuk mengatasinya. Kebijakan tender gorden yang menggunakan uang rakyat demi barang pribadi dengan harga fantastis ini pun akan menyakiti rakyat. Realitas hingga hari ini misal adanya peristiwa ambrolnya perosotan Kenjeran Surabaya pun tidak menimbulkan empati penguasa pusat, sedangkan pemda pun hanya menyerahkan pada pihak pemilik wisata. Muncul peribahasa ditengah rakyat penguasa mengurusi apa sedangkan rakyat menghadapi apa. Sebagai bukti semakin tidak turn in nya penguasa pada derita rakyat. Wajar akhirnya rakyat muncul distrust yang semakin tinggi.

2. Munculnya keserakahan berulang penguasa rezim atas pembiayaan kebijakan yang mengabaikan rakyat asal punya alasan. Tidak peduli alasan tersebut bisa diterima ataukah tidak. Keberadaan alasan tersebut hanyalah alat untuk mengeruk lagi dan lagi uang rakyat. Melihat para penguasa tanpa hambatan menggunakan pastilah peristiwa yang sama akan terus berulang dan korupsi tambah menjamur. Apalagi penguasa kapitalisme merasa ketika duduk ditampuk pimpinan seolah mereka adalah pemilik segala yang ada di negara tersebut. Maka menjual BUMN, memperpanjang kontrak pengelolaan tambang, pendirian industri di tempat yang subur asalkan investor berminat, minta kenaikan gaji fantastis dengan kinerja seadanya dst. Namun demikian, ini bukanlah proyek satu-satunya yang memperlihatkan hilangnya nurani para pejabat. Lihatlah proyek baju dinas, mobil dinas, dan seabrek fasilitas wah yang dialokasikan APBN untuk kenyamanan hidup para pejabat.

3. Menurunnya idealisme anggota dewan setelah masuk dalam ranah kekuasaan. Gambaran realita lingkaran kekuasaan yang sarat korupsi dan kepentingan golongan bukan pemandangan baru dalam sistem demokrasi. Dewan yang masih memiliki idealisme untuk membela dan pengedepankan rakyat hanya segelintir. Itupun jika akhirnya melakukan walk out dari rapat misal, maka akan tetap terhitung sebagai aksi pada salah satu peraturan yang diputuskan bersama dalam dewan. Meskipun aksi walk out dilakukan peraturan dan kebijakan yang tidak diinginkan tetap landing karena dewan yang lain menggolkannya. Sama juga dengan tender gorden ini meski ada penolakan dari PAN misal, atau KETUA Badan Anggaran DPR RI dari FPDIP Said Abdullah yang mendesak DPR RI untuk membatalkan proyek gorden rumah dinas DPR RI senilai Rp43,5 miliar tersebut karena sudah terjadi pro kontra di masyarakat (MediaIndonesia, 12/5/2022). Tentu saja kebijakan pasti tetap akan berjalan. Karena dari Maret 2022 hingga saat ini ketika menuai kritikan pun program tetap on the track. Akhirnya bukankah alamiah jika idealisme anggota dewan pun luntur apalagi jika itu menyangkut uang yang mereka pun mendapatkan bagian atasnya.

4. Timbul pembenaran justifikasi bahwa sistem kapitalisme hanya memihak pada pemilik uang/modal dan berputarnya kepentingan juga atas nama uang. Kepemilikan uang akan menjadikan pemiliknya kebal hukum dan bebas mendapatkan apa yang diinginkan. Bukti jelas bahwa dengan uang orang bisa membeli apapun. Demi uang maka orang akan bersedia melakukan apapun hingga melakukan penghinaan/penodaan agama sebagaimana Pak Kribo dan Prof Hendri dalam debat TV One ketika membahas tulisan Prof Budi yang berujung dicopotnya jabatan rektor. Mereka membela dengan dalih belibet yang tiada ujung hanya demi sesuap nasi yang dijanjikan. Sosok serupa pun bertebaran di bumi ini dengan tanpa malu dan tanpa merasa bersalah. Semakin menegaskan bahwa sistem kapitalisme sekuler hanya berpihak pada materi sebagaimana di negeri asalnya.

Pelajaran yang Bisa dipetik dari Peristiwa ini

Proyek sedari awal sudah terlihat janggal. Jika pun nantinya memang terbukti ada tindak korupsi, kita tidak akan begitu heran karena telah jamak diketahui bahwa proyek pengadaan barang dan jasa merupakan ladang basah para koruptor untuk mengerat dana. Pun, bukan hal yang aneh jika ternyata perusahaan tersebut nantinya terbukti merupakan perusahaan bodong atau perusahaan yang sengaja dibuat untuk memenangkan tender. Banyak proyek yang jika diusut akan berakhir sama, misal diterbitkan Panama hingga Pandora papers tapi nir tindaklanjut. Itulah sebab, proyek gorden ini akhirnya seperti hanya menunggu “lobi-lobi politik” saja. Jika daya tawar kuat maka tidak akan terkuak. Sebaliknya, jika lemah akan berakhir di penjara. Sebab, bukan lagi satu rahasia bahwa KPK sebagai badan pemberantas korupsi pun tidak benar-benar lepas dari kepentingan politik.

Rasanya rakyat sudah muak dengan tingkah laku para pejabat yang kian hari makin berani untuk melakukan korupsi. Semua ini tentu karena para koruptor itu tidak sendiri. Mereka berjemaah dalam melakukan aksinya. Jadilah politik saling sandera, lebih baik menutup aib koruptor lainnya, dari pada korupsi yang ia lakukan dibongkar tetangga. Walhasil, sangat sulit memberantas korupsi di negeri demokrasi, karena wajah maling dan polisinya serupa.

Padahal katanya anggaran negara demokrasi sudah sangat sekarat. Sudahlah sumber pemasukan dari SDA malah dikeruk asing, pajak yang dengan susah payah dikumpulkan dari rakyat malah dengan mudahnya mengalir ke kantong-kantong pejabat dan partainya. Pemberantasan korupsi dalam sistem demokrasi bagai mencincang air. Sesungguhnya, demokrasilah yang menyuburkan korupsi. Dengan sistem ini, aturan bisa diubah sesuai rezim yang berkuasa. Jika KPK dianggap ancaman maka akan dilemahkan.

Bagi seorang muslim, menolak kemungkaran merupakan kewajiban. Apalagi banyak agen dan kanal yang digunakan sebagai alat perang peradaban melawan kebangkitan Islam. Mereka bahkan tidak akan sungkan mengerahkan segala daya dan kekuatan untuk memenangi peperangan, yakni perang politik melalui pemikiran dan kebudayaan. Oleh karenanya, umat Islam butuh terus dicerdaskan dan diingatkan. Jika mereka diam, mereka berdosa dan generasi penerus akan terancam. Bisa dibayangkan, ketika kelak dunia didominasi kemaksiatan dan dipimpin oleh para pelaku dan pendukung kemaksiatan.

Lalu apa yang harus dilakukan? Mengingat kekuatan yang dihadapi bukan kekuatan satu dua orang atau kelompok kacangan, melainkan gerakan yang didukung kekuatan politik global. Tentulah peperangan akan seimbang jika umat disokong kekuatan politik yang juga global. Itulah negara Khilafah Islamiyah, institusi politik Islam yang akan menyatukan semua kekuatan, mulai dari SDM dan SDA. Sekaligus siap menerapkan ideologi Islam sebagai asas dan sistem aturan dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari politik pemerintahan, ekonomi, moneter, pergaulan, pendidikan, hukum dan sanksi, pertahanan keamanan, termasuk hubungan internasional.

Negara seperti ini dipastikan akan mampu mencegah kemungkaran dan menjaga kemandirian. Di dalam negara maupun di luar tidak akan mudah didikte apalagi dilecehkan. Rakyat akan tunduk dan taat. Musuh akan takut dan hormat.

Khilafah tegak di atas ketakwaan, baik rakyat maupun penguasanya. Ia hadir justru untuk memelihara fitrah kemanusiaan, baik sebagai hamba Allah maupun pemegang amanat kekhalifahan. Semua hal yang bertentangan dengan fitrah dan berpotensi merusak kehidupan akan dicegah melalui penerapan Islam kafah. Tanpa Khilafah, kemaksiatan tidak akan mungkin bisa dicegah hingga ke akar. Terlebih jika kemaksiatan ini telah menjadi alat perang peradaban. Hanya saja, Khilafah tidak akan tegak dengan sendirinya. Ia harus diperjuangkan dengan dorongan iman dan kesungguhan.

Walhasil, berbahagialah umat Islam yang hidup pada masa ini. Meski hidup pada zaman penuh fitnah, mereka memiliki peluang beroleh kemuliaan, yakni dengan berjuang mewujudkan Khilafah Islam yang dijanjikan. Yang dengannya kemungkaran akan tumbang dan umat akan kembali beroleh kejayaan.

 

Artikel ini disajikan sebagai makalah di Universitas Online Diponorogo.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi