Oleh: Dewi Sartika ( Pejuang Literasi)
Setiap tanggal 12 November diperingati sebagai hari kesehatan nasional (HKN). Peringatan HKN tahun 2023 ini mengambil tema” Transformasi Kesehatan Untuk Indonesia Maju”. Pertanyaannya, mampukah tema yang diusung ini membawa perubahan di bidang kesehatan, dan Indonesia menjadi lebih maju? Atau peringatan HKN sekedar seremonial semata.
Peringatan HKN termotivasi dari sejarah tentang peristiwa penting di dunia kesehatan tanah air. Karena, pemerintah RI berhasil memberantas wabah malaria p pada tahun 1950-an. Pada saat itu wabah malaria merenggut ratusan ribu nyawa masyarakat Indonesia, untuk mengatasi wabah tersebut pemerintah membentuk dinas pemberantasan malaria pada tahun 1959. Pembasmian malaria menggunakan obat baru yaitu Dichloro diphenil trichoroethane (DOT), lima tahun kemudian setelah program tersebut wabah malaria Mengalami penurunan, DetikHealth (11/11/2023).
Lalu, apa kabar dengan kondisi kesehatan di Indonesia saat ini? Bak jauh panggang dari api, masih banyak persoalan kesehatan yang belum tuntas dan menjadi PR besar yang belum terselesaikan hingga saat ini. Untuk merealisasikan tema hari kesehatan tahun ini, tentu membutuhkan SDM yang berkualitas. Sayangnya, banyak persoalan kesehatan yang menghambat terwujudnya layanan dan fasilitas kesehatan serra SDM berkualitas.
Kualitas kesehatan manusia Indonesia berdasarkan standar WHO adalah, bahwa setiap 1000 penduduk tersedia satu orang dokter, karenanya Indonesia membutuhkan 275 dokter, dengan jumlah penduduk sekitar 275 juta jiwa. Biaya sekolah di bidang kesehatan yang mahal menjadi faktor tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya. Belum lagi, kemiskinan yang masih membayangi kehidupan masyarakat, persoalan stunting yang masih belum terurai, serta layanan kesehatan yang masih jauh dari harapan, menjadi faktor lambannya terwujud kualitas kesehatan masyarakat.
Paradigma layanan kesehatan ala kapitalis telah mengakar kuat di negeri ini. Sektor kesehatan adalah salah satu dari 12 Sektor untuk investasi, dengan kata lain, layanan kesehatan adalah sektor yang dikomersialkan dan menjadi ladang bisnis. Sehingga, kesehatan berkualitas semakin mahal dan tidak bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Padahal, seharusnya layanan kesehatan disediakan sebagai jaminan sosial, bukan justru disediakan dengan prinsip untung rugi.
Transformasi kesehatan yang diusung tahun ini Seharusnya, lebih mengarah pada terselesaikannya persoalan kesehatan yang belum terurai dan bukan memprioritaskan ekosistem digital. Anggaran kesehatan menjadi faktor yang melahirkan kebijakan kapitalisasi yang begitu mencekik rakyat. Kesehatan diserahkan kepada pengusaha, sebab anggaran yang dimiliki negara tidak mencukupi untuk seluruh kepentingan dan kebutuhan kesehatan rakyat. Oleh Karena itu, seluruh mekanismenya diserahkan kepada pemilik modal.
Sedangkan pemilik modal posisinya adalah sebagai pengusaha, maka tak dipungkiri mereka akan menjadikan sektor kesehatan sebagai ladang bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, bukan bertujuan untuk melayani rakyat. Karenanya, sudah menjadi rahasia umum, layanan kesehatan saat ini dibandrol dengan harga tinggi, dan sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Sehingga, ada ungkapan ‘Orang miskin dilarang sakit’.
Tak hanya dari segi kapitalisasi kesehatan, kapitalisme pun justru mempersulit birokrasi pelayanan kesehatan, dengan layanan yang begitu bertele-tele dan menyusahkan, sehingga mengakibatkan lambatnya pelayanan kesehatan. Seharusnya, transformasi digitalisasi yang ada, dibangun untuk memudahkan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat, kaya maupun miskin bukan justru menyulitkan.
Hal ini sangat berbeda dengan prinsip kesehatan dalam sistem Islam (Khilafah). Bahwa, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang utama bagi masyarakat, yang pemenangnya menjadi tanggung jawab negara. Dalam Islam kesehatan merupakan kebutuhan publik. Karena, seluruh lapisan masyarakat membutuhkan layanan kesehatan, sedangkan layanan kesehatan yang ada membutuhkan biaya yang cukup besar.
Oleh karena itu, dalam sistem Khilafah negara yang menyediakan layanan kesehatan mulai dari pengadaannya, fasilitasnya, infrastruktur kesehatan, layanan teknologi pengobatan, pengadaan alat-alat kesehatan, transformasi digitalisasi kesehatan, dan apapun yang berhubungan dengan kesehatan disediakan oleh negara.
Sabda Rasulullah Saw; “Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah junnah (perisai). Orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah, dan berlaku adil, baginya terdapat pahala, tapi jika ia memerintahkan yang selainnya, maka ia harus bertanggung jawab atasnya”. ( HR muslim).
Untuk menyelenggarakan layanan kesehatan berkualitas, Khilafah mengambil dana dari pos-pos pemasukan negara yang ada di baitul mal seperti kharaj, fa’i, ghonimah, dan lain-lain. Sehingga, seluruh masyarakat mendapatkan layanan kesehatan berkualitas secara optimal, dengan biaya yang murah bahkan gratis.
Demikianlah, kesempurnaan sistem Islam dalam mengelola layanan kesehatan, mampu mendatangkan keberkahan dan keselamatan bagi seluruh umat.
Wallahu a’lam bis ash-shawab.