RAMAI RAMAI TERJERAT RIBA, NEGARA MALAH MEMFASILITASINYA

Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )

Miris, sejumlah anggota DPRD Subang periode 2024 – 2029 telah mengajukan pinjaman dengan agunan SK kepada lembaga perbankan.

Rata-rata mereka mengajukan pinjaman sebesar Rp. 500 juta hingga Rp. 1 miliar dengan mekanisme potong gaji sebesar 50 % setiap bulan.

Bagaimana memikirkan rakyat, sementara mereka memutar otak untuk melunasi hutang kepada bank. Padahal kisaran gaji rata rata anggota DPRD Kabupaten/Kota per bulannya dapat mencapai Rp36 juta-45 juta. Nominal tersebut sudah termasuk potongan PPh 21 pajak penghasilan sebesar 15%.

Jika dipotong setengahnya praktis hanya Rp. 18 juta perbulannya. Sementara kebutuhan dan gaya hidup sebagai anggota dewan tidak akan mencukupi hanya dengan uang sebesar itu. Apalagi di saat semua kebutuhan dan biaya biaya serba mahal.

Jalan yang biasa ditempuh bagi anggota dewan adalah mengambil proyek proyek strategis untuk menambah penghasilan mereka, menjadi calo undang-undang dan korupsi anggaran.

Dan salah satu cara menaikkan gengsi dan bayar hutang kamprnye adalah gadaikan SK. Dan kondisi seperti ini merata di hampir semua anggota DPRD dan DPR seluruh Indonesia.

Fenomena ini paling tidak menunjukkan tiga hal.

Pertama , bahwa biaya politik demokrasi sangat mahal, hanya orang orang kaya saja yang bisa mengikutinya. Jika tidak punya uang mereka akan mencari donatur dan sponsor yang membiayai mereka tetapi ini tidak gratis. Ada kompensasi ketika sudah duduk di kursi DPRD atau DPR.

Jika tidak punya donatur atau sponsor mereka akan menjual apa saja yang dia punya untuk bisa ikut kontestasi pileg seperti kasus artis Anisa Bahar dan pelawak Dede Sunandar.

Tidak jarang juga para calon anggota dewan berhutang dan akan dibayar jika lolos. Naifnya jika gagal banyak di antara mereka gila dan stress.

Pola pembiayaan pencalonan seperti ini mustahil mereka berjuang untuk rakyat, karena dua tahun pertama pastilah mereka berikir untuk balik modal dan bayar hutang, dua tahun kedua mulai kampanye untuk pencalonan kedua, praktis tidak ada waktu memikirkan rakyat.

Kedua , pola pikir sebagian besar anggota dewan dan masyarakat masih memandang bahwa riba atau bunga bank bukanlah dosa besar. Padahal riba dosanya sama dengan berzina dengan ibu kandungnya sendiri.

الربا سبعون حوباً أيسرها أن ينكح الرجل أمه”.
Riba itu memiliki tujuh puluh dosa dan yang paling ringan dari dosa riba adalah sama dengan seorang lelaki menikah ( berzina ) dengan ibunya ( HR. Al Hakim )

Ketiga, pemerintah malah memfasilitasi dosa riba bagi rakyatnya. Bahkan riba atau bunga adalah instrumen paling penting dalam kebijakan moneter negara.

Riba atau bunga ibarat darah dalam tubuh manusia. Pemerintah menaikkan dan menurunkan suku bunga bank untuk memompa dan mengerem tingkat inflasi negara.

Walhasil, Jika paradigma ekonomi negara seperti ini, negaralah pihak yang menjerumuskan rakyatnya dalam dosa yang sangat besar. Dan dosa riba ini kelak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka, wal iyadzu billah.

وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {البقرة:275}

Dan barang siapa yang kembali mengambil dosa riba maka mereka adalah penduduk neraka, mereka kekal di dalamnya ( QS. 2: 275 ) []

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi