Oleh: Arum
(Komunitas Menulis Setajam Pena)
Pembangunan dalam sebuah tatanan negara adalah salah satu yang wajib dijalankan. Tentu, pembangunan tersebut yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga akan lebih bermanfaat. Namun kini, proyek ambisius Kereta Api Cepat Bandung-Jakarta yang dicanangkan selesai Juni tahun depan, mangkrak. Hal itu terjadi karena tidak adanya dana untuk melanjutkan.
Di sinilah, tampak kecerobohan pemerintah dalam hal prioritas pembangunan. Sesuatu yang sebenarnya belum dibutuhkan, namun terkesan dipaksa untuk diadakan. Padahal, masih banyak jalan umum yang bisa digunakan masyarakat dan butuh perhatian serta perbaikan demi pemenuhan rakyat, justru diabaikan.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menyampaikan, kegagalan decision Rp 9 triliun itu LRT Palembang. Decision based-nya political decision, not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring (gelora.co, 23/10/2022).
Maka, hal itu semakin nyata menambah deretan panjang proyek gagal pemerintah. Proyek yang sama sekali tidak membawa manfaat optimal dan maksimal untuk rakyat. Padahal dana yang dikeluarkan sangat besar, namun tak membuat rakyat makin mudah dan nyaman hidupnya. Proyek ambisius sekadar pencitraan menambah beban negara.
Mirisnya, tersiar kabar bahwa tidak ada penumpang yang menggunakan kereta tersebut. Sungguh semakin nyata jika tentu proyek hanya untuk para investor asing yang telah ikut campur dalam pendanaan, dan berharap proyek tersebut memberi keuntungan pada mereka.
Inilah dekapan kapitalisme nyata menjadikan pemangku kebijakan terkesan abai terhadap kepentingan rakyat. Berambisi mengadakan aneka pembangunan dan proyek besar, tetapi gagal di tengah jalan.
Sehingga, dana terbuang sia-sia. Padahal seharusnya dana yang ada bisa dimanfaatkan untuk pembangunan berbagai fasilitas, sarana dan prasarana yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, juga perbaikan infrastuktur yang sudah ada, yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Apalagi, Islam telah mengatur bahwa prioritas pembangunan atau pengadaan proyek adalah berdasarkan kebutuhan rakyat dan kebermanfaatan untuk umat, bukan demi investor apalagi demi ambisi kekuasaan semata. Islam sangat memperhatikan kondisi rakyat sehingga kebutuhan pokok rakyat menjadi hal utama dan pertama yang diperhatikan pemerintah.
Pemerintahan dalam Islam memberikan juga sarana dan prasarana demi memudahkan tercapainya kebutuhan juga, untuk memudahkan akses untuk kesejahteraan umat. Sehingga sudah saatnya umat berganti kepada sistem Islam yang mampu memberikan fasilitas sesuaai kebutuhan, bukan atas dasar pencitraan yang menzalimi umat.
Bahkan, Islam tak hanya memandang dari sisi masyarakat, tetapi fasilitas untuk hewan pun diperhatikan. Sebab, jika hewan saja tersakiti, dosa sudah menanti. Apalagi jika sampai manusia yang terzalimi?
Khalifah Umar bin Khaththab pernah berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad niscaya Umar akan diminta pertanggungjawabannya (oleh Allah), seraya ditanya: Mengapa tidak meratakan jalan untuknya?”
Sungguh, mulianya Islam dalam memberi pelayanan kepada penduduknya. Terlebih lagi, Islam sudah terbukti belasan abad mampu mensejahterakan umatnya. Pembangunan kebutuhan rakyat pun tak tanggung-tanggung, selalu diusahakan terbaik. Bahkan, masih banyak jejak-jejak pembangunan dalam masa kekhilafan Islam pun masih kokoh hingga kini.