Polisi Tangkap Polisi


Oleh: Diah Fitri.P
(Muslimah pemerhati bangsa)

Kepolisian kembali diterpa isu pelanggaran jabatan yang mencoreng nama baik korp
Bhayangkara. Kali ini terkait kasus pengedaran narkoba yang melibatkan kapolda Sumatra Barat Irjen Teddy Minahasa. Padahal beliau ini digadang-gadang akan menjadi pengganti kapolda jatim Nico Afinta dalam kasus Kanjuruhan. Walhasil, malah terseret masalah pengedaran narkoba.

Kronologinya berawal dari Irjen Teddy meminta anak buahnya untuk menukar barang bukti sabu-sabu hasil penyitaan kasus narkoba sebelumnya agar tidak di musnahkan semua, diganti dengan tawas seberat 5kg. Selanjutnya Irjen Teddy memperjualbelikn kepada pengusaha diskotek bernama Linda. Penjualannya pun dilakukan dengan perantara anggota polisi berpangkat AKBP yang merupakan anak buahnya sendiri.

Irjen Teddy Minahasa dikalangan pejabat kapolri dikenal sebagai pejabat dengan gaya hidup sultan bergelimang kemewahan. Di akun medsosnya kerap mengunggah foto-foto dengan kendaraan mewahnya, jam tangan mahal dan barang2 ber merk lainnya.

Dari data LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) ditemukan kekayaan Tedy sebesar 29,9 milyar, berupa tanah dan bangunan 25 milyar, kendaraan 2.075 milyar, harta bergerak 500 juta, surat berharga 62,5 juta dan berupa kas/setara kas sebesar 1.5 milyar.

Dengan gaya hidup tajir tersebut yang menjadi pertanyaan publik, berapa sebenarnya gaji seorang Kapolda ?. Gaji pokok kapolda setingkat brigjen hingga irjen (belum termasuk tunjangan-tunjangan) Rp 3.290.500 hingga Rp 5.576.500. (sumber Kompas.com 11-9- 2022). Dengan besaran gaji pokok seorang kapolda tersebut lalu bagaimana mereka bisa hidup bermewah-mewahan bak sultan. Silahkan berasumsi dengan logika masing-masing.

Kasus pengedaran narkoba yang melibatkan seorang kapolda ini menambah daftar panjang oknum-oknum pejabat polisi yang terjerat hukum mulai dari kasus penyalahgunaan jabatan, skandal, pembunuhan, judi online sampai pengedar narkoba. Dan ini menjadi preseden buruk bagi kepolisian karena akan kehilangan kepercayaan publik. Jika ini terjadi yang dikhawatirkan adalah, berlakukanya’ hukum rimba.

Polisi adalah aparatur negara yang tugasnya menjaga stabilitas keamanan, ketertiban, menegakkan hukum, memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kehadirannya di tengah-tengah masyarakat mestinya memberikan rasa aman dari segala tindak kriminalitas bukan malah seperti sekarang, masyarakat jika hendak mencari keadilan hukum lalu meminta bantuan polisi harus berurusan dengan birokrasi rumit yang ujung-ujungnya uang.

Sudah menjadi kebiasaan yang menjadi buah bibir,
“Jangan lapor polisi, malah habis banyak!”

Kalimat ini familiar kita dengar di tengah-tengah masyarakat yang sedang berurusan dengan hukum, mau kasus kecurian sepeda motor, laka lantas dan sebagainya. Hal ini sudah menjadi rahasia umum, seolah polisi hanya bergerak bukan karena tuntutan profesionalitas kerja akan tetapi kemanfaatan saja. Ada uang kasus berjalan tak ada uang kasus melayang.

Karena mencari keamanan tidaklah gratis, maka masyarakat harus membayar keamanan dirinya masing-masing. Mulai dari menyewa anggota TNI, anggota polisi ataupun satpam, itu bagi mereka yang punya cukup modal. Bagi yang tak mampu membayar keamanan mereka harus menjaga diri sendiri dengan penuh kewaspadaan akan harta, nyawa, aqidah, kehormatan yang dari hari ke hari semakin menghawatirkan.

Akar Masalah

Mengapa ini bisa terjadi? Akar masalahnya adalah, kita saat ini hidup dalam sistem bobrok buatan manusia yaitu kapitalisme demokrasi yang sekuler. Sehingga segala sesuatu diukur dari kemanfaatan, kaidah-kaidah yang mengikat mereka lahir dari buah pikir manusia, bukan dari wahyu.
Wajar jika manusia yang membuat aturan untuk mengatur dirinya sendiri melahirkan karakteristik hukum, tajam kebawah tumpul keatas.

Demikian pula tabiat buruk sistem kapitalisme yang menawarkan hedonisme kehidupan menjadi jebakan mematikan bagi para penegak hukum di negeri ini, apalagi yang tidak punya bekal iman kuat. Sehingga akan terus bermunculan kasus-kasus aparat penegak hukum yang menggadaikan jabatannya, kehormatannya, aqidahnya demi nafsu dunia.

Demikian juga, dalam sistem kapitalisme, perekrutan anggota polisi tidak disyaratkan adanya pribadi-pribadi yang bertaqwa (tidak cukup hanya beriman). Sudah barang tentu dalam institusi ini akan lahir individu yang tidak memiliki hubungan ruhiyah dengan sang Khaliq, sulit diharapkan loyalitas dan ketaatannya pada institusi, karena pada penciptanya saja sudah tidak taat.

Islam Solusi

Islam memberi solusi paripurna karena Allah lah yang membuatnya. Demikian didalamnya juga mengatur polisi yang diberi tugas untuk menerapkan syariah, menjadi penjjaga sistem, dan melaksanakan seluruh aspek implementatif. Iman al-Bukhari telah menuturkan riwayat dari Anas bin Malik:
«إن قيس بن سعد كان يكون بين يدي النبي ﷺ بمنزلة صاحب الشرط من الأمير»

Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki posisi sebagai kepala polisi dan ia termasuk di antara para amir.

Hadis tersebut menunjukkan bahwa polisi berada di samping penguasa. Polisi juga bertugas melindungi keamanan, termasuk melakukan kegiatan patroli.

Pada masa Abu Bakar, beliau menunjuk Abdullah bin Mas’ud sebagai komandan patroli. Pada masa Umar bin Khatab beliau dan pembantunya atau kadang bersama Abdurahman bin Auf berpatroli di malam hari memastikan keamanan dari pencuri atau orang-orang yang berbuat tindak kejahatan atau kerusakan.

Jadi, di dalam Islam patroli adalah kewajiban negara sehingga tidak perlu masyarakat menyewa keamanan khusus utk menjaga propertinya atau mengupah penjaga dari keamanan yang ditunjuk negara. Karena aktivitas tersebut tidak boleh dibebankan pada masyarakat dan masyarakat tidak boleh dibebani dengan membiayainya.

Dalam Islam polisi yang secara administratif ini berada dibawah kontrol Departemen Keamanan Dalam Negeri, memiliki tugas menjaga keamanan dalam negeri. Misal dari orang murtad (keluar dari Islam), buqhat (melepaskan diri dari negara), hirabah (pembegalan/perompakan), pencurian, perampokan, pencemaran nama baik, qadzaf (tuduhan) berzina dan juga treatmen (perlakuan) terhadap orang yang menimbulkan kemudaratan dan bahaya.

Dalam Islam syurthah (polisi) adalah jabatan yang diberikan pada orang-orang terpilih, tidak cukup hanya badan yang kekar dan sehat, akan tetapi haruslah memenuhi kriteria pribadi yang bertakwa yakni, menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Ibnu Azraq menyebutkan: wajib bagi Khalifah atau imam memilih polisi dari kalangan yang tsiqah (terpercaya) tegas dalam membela kebenaran dan hudud (hukum pidana Islam), waspada dan tidak mudah dibodohi.(Bada’ as Silki fii Thahai)

Sementara, para pejabat negara yang terlibat dalam tindak kezaliman mereka akan diproses hukum oleh qadhi madzalim (hakim khusus yang menangani kezaliman penguasa, pejabat negara maupun pegawai yang lain terhadap rakyatnya).

Dengan sistem yang benar akan lahir penguasa dan pejabat yang bersih. Polisi yang mengayomi, bersahabat dengan umat dan menfasilitasi peribadatan mereka, menghadirkan rasa aman, tidak sibuk mencari kesalahan rakyat. Sementara, tugas pokonya adalah menjaga keamanan bukan malah menghadirkan onar.

Wallahu a’lam bishawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi