PHK Massal, Akankah Menjadi Solusi?

Oleh. Khusnul

Akhir-akhir ini, banyak sekali PHK massal seperti yang terjadi pada tiga perusahaan besar Shopee, Tokocrypto, dan Indosat yang melakukan pemangkasan karyawannya. Operator telekomunikasi seluler Indosat Ooredoo Hutchison melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap lebih dari 300 karyawannya (Tribunnews.com, 29/9/22).

Juga dari perusahaan lainnya, yaitu industri otomotif sepeda motor roda tiga. Dilaporkan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), ada puluhan orang buruh melakukan aksi unjuk rasa di kantor pusat PT Nozomi Otomotif Indonesia yang terletak di Duta Merlin, Jakarta Pusat, Selasa (26/9).

Menurut Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz, aksi unjuk rasa ini dilakukan untuk menuntut agar 35 orang buruh PT Nozomi Otomotif Indonesia yang berlokasi di Subang, Jawa Barat dipekerjakan kembali karena kena PHK (cbncindonesia.com, 27/9/2022).

Di sini terlihat bahwa PHK massal yang terjadi menjadi bukti lemahnya posisi pekerja dalam kontrak kerja, dimana pekerja selalu jadi korban dalam sistem kapitalisme. Terlebih lagi kapitalisme senantiasa menekan biaya produksi dan pekerja dianggap sebagai salah satu bagian dari biaya produksi.

Dengan mengurangi jumlah tenaga kerja secara massal, maka biaya produksi akan berkurang. Sehingga dari sini biaya produksi akan semakin kecil dan ringan. Maka, PHK menjadi salah satu cara paling efisien bagi perusahaan demi menyelamatkan perusahaan dan mengabaikan pekerja.

Mereka tidak memikirkan bagaimana nanti efek dari PHK, tanpa harus memberikan pesangon dan meringankan beban perusahaan. Nyatanya PHK menjadi lebih mudah berdasarkan UU Omnibus law. UU ini benar-benar memihak kepada para pemilik modal.

PHK massal ini juga merupakan dampak dari resesi ekonomi yang terjadi sebagai akibat sistem ekonomi kapitalis. Dimana resesi ini merupakan bagian dari siklus dalam sistem ekonomi kapitalis ketika diterapkan di seluruh negara.

Bahkan, menurut Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim ada empat faktor utama yang mendasari mengapa sistem kapitalisme bisa menyebabkan resesi global.

Pertama, riba sebagai pondasi ekonomi. “Turunan dari hal ini adalah pembangunan berbasis utang ribawi. Akibatnya, terjadi fenomena bubble ekonomi sehingga sektor riil tidak berjalan normal,” ungkapnya.

Kedua, pasar modal dan kurang berkembangnya sistem ekonomi riil. “Akibatnya muncul kesenjangan antara sektor riil dan non riil. Sebagai contoh, transaksi di Amerika pasar uang US$1,5 triliun dolar per hari (US$45 triliun dolar per bulan), sedangkan sektor riil hanya US$ 6 triliun dolar per bulan,” Terangnya.

Ketiga, sistem moneter yang tidak berbasis emas dan perak. “Ada
dua dampak yakni pertama, munculnya mata uang kuat dan lemah, dan kedua, dominasi folar dan mata uang kuat lainnya,” Jelasnya.

Keempat, privatisasi atau liberalisasi sumber daya alam. Monopoli sumber daya alam yang merupakan kebutuhan hidup hajat orang banyak hanya dikuasai segelintir orang (mediaumat.id, 5/10/22).

Maka di sini jelas, sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di seluruh negeri akan menyebabkan resesi. Dampaknya adalah adanya PHK massal untuk menekan biaya produksi. Sehingga jelas, PHK meningkatkan angka kemiskinan, terlebih ketika negara tidak memiliki sistem jaminan sosial untuk rakyatnya sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Pekerja membutuhkan sistem kerja yang memberikan jaminan dan perlindungan kepada mereka. Rakyat kelas menengah ke bawah yang banyak merasakan akan hal ini. Di sini tampaklah bahwa dunia membutuhkan satu sistem ekonomi yang mampu bertahan dari terpaan krisis dan mampu menghilangkan akar masalah tersebut. Sehingga, diperlukan penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah.

Sistem ekonomi Islam mampu menghilangkan akar masalah terjadinya krisis. Hanya Islam yang memiliki sistem ekonomi yang kuat, antikrisis, dan juga memiliki berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. Maka, perlu bagi penguasa menerapkan sistem ekonomi Islam secara kaffah, bukan sistem ekonomi secara parsial hanya di bidang keuangan.

Penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah membutuhkan institusi politik yang sejalan dengan sistem ekonomi Islam yaitu institusi politik yang berlandaskan syariah. Dengan begitu, masalah akan bisa terselesaikan. Insyaallah.

Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi