Petani Meringis di Negeri Agraris

Oleh. Rianny Puspitasari
(Pendidik)

Indonesia terkenal sebagai negara agraris karena menghasilkan banyak produk pertanian. Bahkan ekonomi negara pun bertumpu pada sektor ini. Juga, banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian. Namun demikian, kondisi para petani begitu memprihatinkan akibat berbagai hal. Oleh karena itu, sebagai bentuk perhatian dari pemerintah Kabupaten Bandung, Bupati Dadang Supriatna mencanangkan Kartu Tani Sibedas. Program ini digulirkan sebagai bagian dari pemberdaayaan para petani. Harapannya, akan muncul berbagai inovasi dalam upaya meningkatkan usaha bertaninya.

Salah satu programnya adalah pengadaan pupuk yang diharapkan dapat menyuburkan lahan sehingga produksi pertanian pun meningkat. Dengan demikian, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para petani. Berikutnya, akan mampu menaikkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung, khususnya dalam bidang daya beli atau keberlangsungan ekonomi masyarakat (jabar.viva.co.id, 25/11/23).

Bantuan pupuk dari pemerintah tentu bagaikan angin segar bagi sebagian petani. Petani mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, sehingga bisa membeli pupuk dengan harga yang lebih murah. Tentu ini adalah program positif yang perlu diapresiasi. Namun sayang, subsidi pupuk ini tidak bisa dirasakan oleh semua petani, hanya yang memiliki kartu dan memiliki luas tertentu saja yang mendapatkannya. Masih banyak petani kecil yang tidak mempunyai kartu dan terpaksa membeli pupuk dengan harga dua kali lipat dari harga subsidi. Padahal jika kita berbicara tentang kesejahteraan petani, maka kebijakan yang dikeluarkan sebaiknya mencakup keseluruhan rakyat.

Untuk meningkatkan kesejahteraan para petani, tidak cukup dengan subsidi pupuk. Kebijakan menyeluruh bagi seluruh rakyat dalam masalah ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan sektor lain pun perlu dipenuhi secara mudah oleh pemerintah. Hal ini merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin. Memenuhi kebutuhan seluruh rakyat ada di pundak para penguasa.

Dalam sistem yang sedang diterapkan saat ini, ketidakmerataan pelayanan publik dan distribusinya kerap terjadi. Sebagai penguasa harusnya hal ini tidak boleh ada. Masyarakat di perkotaan maupun di pelosok berhak mendapat perhatian dan hak yang sama. Orang yang kaya makin kaya, orang miskin makin miskin. Kesenjangan sosial begitu dalam dan dapat dirasakan. Pun demikian dengan kondisi petani. Para petani dalam sistem kapitalisme dianggap profesi kelas rendah, padahal merekalah garda terdepan mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri, dari mulai membuka lahan, menggarap, menanami, memelihara, memanen hingga sampai pada distributor.

Sayangnya, sejak para kapitalis menguasai berbagai sektor termasuk sektor pertanian, kesejahteraan petani kian tak pasti. Monopoli perdagangan seolah sesuatu yang normal terjadi karena sistem ekonominya diserahkan kepada pasar. Pemerintah hanyalah regulator yang mengeluarkan peraturan-peraturan. Meskipun pada kenyataannya, banyak kebijakan yang dikeluarkan berpihak pada para pemilik modal.

Demikian gambaran nyata penerapan kapitalisme di negeri ini. Masalah yang dihadapi para petani sesungguhnya bukan hanya mahalnya harga pupuk, tapi kebijakan yang bersifat sistemik. Salah satunya alih fungsi lahan akibat pembangunan kapitalistik, hal ini menyebabkan semakin sempitnya lahan untuk pertanian karena digunakan untuk bangunan; gempuran impor, efek dari berkurangnya lahan menyebabkan produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat. Ada juga kondisi kebutuhan sebenarnya dapat terpenuhi, namun pemerintah lebih memilih kebijakan impor selain katanya harga lebih murah, keuntungan juga lumayan besar untuk kantung para penguasa dan pengusaha.

Inilah potret buram sistem yang hanya menjadikan manfaat dan materi sebagai tujuan hidupnya.
Kondisinya tentu akan berbeda jika penguasa negeri ini menerapkan sistem Islam. Pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab memastikan bahwa rakyatnya mendapatkan kesejahteraan yang merata. Tidak dibedakan antara satu dengan yang lain atau mempersyaratkan ketentuan tertentu untuk mendapatkan pengurusan terbaik dari penguasa. Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya al imam itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam memerintahkan supaya takwa kepada Allah azza wajalla dan berlaku adil, maka dia mendapat pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapat siksa” (HR. Al Bukhari, Muslim, An-Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad)

Hadis ini menjadi dorongan kuat bagi seorang pemimpin dalam Islam bahwa kesadaran ia sebagai pelayan rakyat sekaligus perisai akan menentukan berbagai kebijakan yang ia keluarkan. Tidak boleh baginya mengeluarkan peraturan yang melanggar syariat Islam, juga yang merugikan rakyatnya. Maka harga pupuk murah, lahan pertanian yang luas, teknologi inovatif yang membantu petani adalah hak yang harus dipenuhi oleh penguasa. Juga harus dirasakan oleh seluruh petani di bawah naungan negara Islam. Kemudian, Islam pun memandang bahwa ketahanan dan kemandirian pangan memiliki peran penting dalam menjamin kedaulatan negara. Terlebih pangan adalah kebutuhan utama dalam kehidupan, sehingga jika sebuah negara kuat, mandiri dan tidak bergantung pada pihak lain dalam perkara ini, maka ia akan mampu menjamin kehidupan rakyat dan keberlangsungan negaranya tanpa didikte oleh pihak asing.

Untuk mewujudkannya, perlu ditanamkan ‘mindset’ bahwa luas lahan dan produktivitasnya adalah yang utama. Maka strategi ekstensifikasi dan intensifikasi harus dilakukan oleh negara sebagai salah satu cara yang efektif. Negara akan mengatur secara ketat wilayah yang memiliki tanah subur menjadi sentra pertanian dan wilayah yang tanahnya cocok untuk permukiman, perindustrian, dan lain-lain. Kemudian harus dibuat regulasi terkait tanah berdasarkan syariat Islam, sehingga tidak ada tanah yang menganggur. Selain itu, negara pun perlu merekrut para pejabat dan pegawai yang bertakwa sehingga tidak mudah disuap untuk mengizinkan penyalahgunaan lahan.
Berikutnya, harus dianggarkan biaya penelitian untuk menemukan teknik pertanian yang paling efektif dan penemuan alat-alat pertanian paling canggih sehingga bisa mengoptimalkan produksi. Terakhir, negara harus menyediakan berbagai infrastruktur dan sarana-prasarana pertanian, seperti ketersediaan bendungan, saluran irigasi, pupuk, benih dan lain-lain.

Dengan berbagai kebijakan holistik, institusi yang menerapkan Islam akan mampu mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Para petani pun akan memperoleh kesejahteraan sehingga bisa menikmati hasil jerih payahnya. Semoga semua ini segera terwujud dalam naungan sistem pemerintahan warisan Rasulullah saw. Wallahu a’lam bisshawwab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi