Oleh. Afiyah Rasyad
Pernikahan adalah ikatan sakral yang agung di hadapan Allah. Ikatan pernikahan ini merupakan satu-satunya ikatan hubungan laki-laki dan perempuan bukan mahram yang diridhai dan diberkahi Allah. Nikmat menikah sudah Allah hamparkan sejak ijab qobul dilangitkan. Konsekuensi sebagai suami ataupun istri juga sudah tertera dalam Al-Qur’an dan sabda Nabi sang suri teladan.
Satu abad belakangan, betapa institusi keluarga yang terikat dengan pernikahan tergerus. Banyak hak dan tanggung jawab yang salah fokus. Pendidikan dan pengasuhan anak pun kerap salah urus. Hubungan dengan keluarga dengan Allah juga banyak yang terputus.
Berita nahas perselingkuhan yang berakhir perzinaan sering terdengar. Berbagai istilah seperti wil (wanita idaman lain), pil (pria idaman lain), pelakor terumbar. Tontonan di stasiun telivisi ataupun platform media sosial kompak menayangkan maraknya perzinaan secara bar-bar. Bahkan, tragisnya, berita perzinaan menantu dan mertua terbongkar. Betapa kehidupan saat ini amatlah sangar.
Lebih tragis lagi, tatkala pernikahan hanya dianggap urusan perdata semata. Menyatukan dua hati beda agama tak masalah asal saling memcinta. Parahnya, jika pasangan beda agama ini adalah muslimah dengan lelaki nonmuslim atau lelaki muslim dengan wanita musyrik, pernikahannya tetap terlaksana. Sungguh, meski telah diikat dalam pernikahan beda agama, hubungannya bisa terkategori zina. Naudzubillah.
Faktor-Faktor Penyebab Maraknya Perzinaan
Jamak diketahui, kehidupan zaman now, satu abad terakhir adalah fase di mana kaum muslim jauh dari syariat Islam. Kalaupun syariat Islam diterapkan, kondisi itu hanyalah seperti hidangan prasmanan. Penerapan syariat setengah hati dijumpai di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam lingkup pernikahan. Pergeseran aturan bermunculan bahkan aturan Islam benar-benar ditinggalkan.
Perselingkuhan hingga perzinaan terus menodai hubungan sakral pernikahan. Maraknya perzinaan dalam pernikahan, baik karena perselingkuhan ataupun pernikahan beda agama yang tak sesuai aturan bisa terjadi karena beberapa faktor krusial, antara lain:
1. Terbatasnya ilmu tentang pernikahan
Tak dimungkiri, kaum muslim saat ini giat mencari ilmu modern dengan mendiskreditkan ilmu agama, termasuk fiqh munakahat. Banyak pasangan yang menikah karena dianggap sebagai tradisi dan tuntutan sosial semata. Kalaupun sadar sebagai tuntutan agama, tetapi bekal ilmu pernikahan minim dimilikinya.
Saat minim pengetahuan tentang pernikahan, maka jiwa akan cenderung berjalan sesuai perasaan bukan pemikiran yang dibimbing oleh pemahaman berdasarkan ilmu pernikahan yang dipelajarinya itu. Walhasil, saat perasaan membimbing perilaku, kecenderungan berbuat salah amatlah besar. Bahkan, perzinaan dan perseligkuhan dengan enteng dilakukan. Pun dengan nikah beda agama. Meski tetap memeluk Islam, karena perasaan yang menuntun perilaku karena minimnya pengetahuan agama, maka perzinaan bisa terjadi selama pernikahan itu berlangsung.
2. Lenyapnya kontrol masyarakat
Faktor ini juga tak kalah penting. Saat terjadi perzinaan dalam pernikahan, masyarakat terkadang cenderung diam. Kalaupun berhasil membongkar itu pun ketika sudah terlaksana, bukan di saat akan terjadi (bukan pencegahan). Saat ini, potret masyarakat cenderung nafsi-nafsi alias individualisme. Rasa peduli dan sayang pada anggota masyarakat yang lain sudah berkurang bahkan menghilang. Malah, perselingkuhan seakan menjadi tren kekinian.
3. Sekularisme yang diemban oleh negara
Syahdan, tak ada satu pun negara di dunia ini yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Saat ini, geliat sekularisme memenuhi segala aspek kehidupan di berbagai negeri, tak terkecuali di negeri ini yang mayoritas muslim. Pemisahan aturan agama dari negara menjadi ciri khas sekularisme ini. Peran agama hanya berlaku di masjid atau tempat ibadah saja.
Wujud orang beragama saat ini adalah sekuler ala prasmanan. Model beragama seperti ini sah-sah saja dalam sistem sekuler yang diemban negara. Alasannya adalah kebebasan individu yang hakikatnya individu bebas untuk taat ataupun maksiat. Hasil dari sistem sekuler ini adalah munculnya sosok muslim yang sekuler liberal pula. Misalnya, muslim, tetapi dalam ibadah ikut misa Natal di gereja, gemar mengucap “shalom”, dan lain-lain. Dalam pergaulan, bebas menjalin hubungan di luar pernikahan seperti pacaran ataupun hubungan gelap seperti perselingkuhan. Nahasnya, kebebasan individu dalam sekularisme pun bablas melindungi hubungan pecinta sesama jenis. Naudzubillah.
Itulah ketiga faktor penyebab maraknya perzinaan. Saat individu minim pengetahuan, kontrol masyarakat yang kurang, dan saat negara menerapkan sistem sekualrisme, maka kerusakan demi kerusakan akan dituai. Tak terkecuali kehiduapan pernikahan akan menghadapi badai kerusakan yang akan membawa kehancuran.
Dampak Negatif Perzinaan dalam Pernikahan
Hukum sebab akibat adalah sebuah kepastian. Apabila perzinaan marak, bukan tak mungkin akan menyebabkan sebuah kencuran dalam rumah tangga, bahkan kehidupan ini. Berikut dampak negatif atas maraknya perzinaan dalam pernikahan:
1. Kacaunya nasab
Sudah pasti, nasab anak hasil zina tak akan ikut bapak biologisnya. Dalam sistem sekuler ini, untuk keperluan sejumlah administrasi pelayanan publik, yang perlu dicantumkan adalah nama ibu. Secara logis, hal itu menunjukkan bahwa sosok bapak tidaklah urgen. Apalagi sekularisme memang tak akan peduli dengan nasab.
Dengan begitu, semakin memperparah paradigma berpikir kaum muslim. Hal itu membuat perilaku menyimpang orang tua nakal semakin menjadi. Mereka akan sesuka hati melakukan perselingkuhan dan perzinaan ataupun pernikahan beda agama dengan dalih hak asasi. Anak bilogis hasil zina tak memiliki nasab bapaknya, pun bukan ahli warisnya. Demikianlah, zina bisa menghapus garis keturunan dari bapak biologis.
2. Dosa besar
Sebagaimana masyhur dijelaskan dalam syariat Islam bahwa zina adalah salah satu dosa besar. Bahkan, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa zina adalah dosa besar kedua setelah syirik:
قَالَ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا: حَدَّثَنَا عَمَّارُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَّثَنَا بَقيَّةُ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ الْهَيْثَمِ بن مالك الطائي، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ الشرك أعظم عند الله من نطفة وَضَعَهَا رَجُلٌ فِي رَحِمٍ لَا يَحِلُّ لَهُ”
Ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari Al-Haisam ibnu Malik At-Ta-i, dari Nabi saw. yang telah bersabda, “Tiada suatu dosa pun sesudah mempersekutukan Allah yang lebih besar di sisi Allah daripada nutfah (air mani) seorang lelaki yang diletakkannya di dalam rahim yang tidak halal baginya.”
Adapun cara menghapusnya harus ditegakkan had zina, yakni rajam bagi pezina yang sudah menikah dan 100 kali jilid atau cambuk bagi pezina belum menikah. Had ini berfungsi sebagai jawabir dan zawajir, sebagai penghapus dosa di akhirat dan pencegah orang lain melakukan hal serupa. Namun, had ini hanya bisa dilaksanakan oleh khalifah yang menerapkan Islam secara kaffah dalam institusi negara. Sayang, saat ini belum ada negara yang dipimpin seorang khalifah. Sehingga, dosa besar zina harus ditanggung sampai mati.
3. Mengundang azab Allah
Qoth’i, saat perzinaan marak, maka serta merta aktivitas itu mengundang azab Allah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
“Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)
Siapa yang akan tertimpa azab itu? Tentu bukan semata orang yang berzina. Namun, orang yang tak berzina pun akan ikut terkena imbasnya.
Itulah dampak mengerikan yang akan menyapa manusia dan semesta saat perzinaan marak. Oleh karenanya, diperlukan individu yang bertaqwa, kontrol masyarakat, dan keseriusan negara dalam mencegahnya. Bagaimana bisa?
Islam Mengatur Pergaulan di Tengah Kehidupan dan Pernikahan
Bablasnya pergaulan laki-laki dan perempuan saat ini, baik yang masih single maupun sudah menikah adalah buah dari penerapan sistem sekularisme. Sementara sebagai din yang sempurna, Islam telah melarang dengan tegas segala perbuatan yang mendekati zina dalam QS Al-Isra ayat 32:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kalian mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Allah melarang mendekati zina, seperti melihat video/gambar yang memuat pornografi, berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi, mengumbar pandangan, chatting/telpon dengan lawan jenis yang mengarah pada interaksi seksual, berpacaran, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan tidak ada hajat syar’i dan segala bentuk yang memunculkan dorongan jinsiyah atau daya tarik seksual. Semua celah yang mendekati zina ini ditutup rapat sehingga tidak ada peluang atau dorongan orang untuk melakukan perzinaan.
Islam juga mewajibkan setiap muslim, laki-laki atau perempuan untuk menundukkan pandangan, menutup aurat dengan sempurna saat keluar rumah. Di dalam rumah pun, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menampakkan aurat selain tempat melekatnya pehiasan. Islam juga memberikan tiga waktu aurat sehingga anak ataupun anggota keluarga yang lain harus meminta izin saat mau masuk ke kamar orang tuanya di tiga waktu tersebut, setelah dhuhur, setelah isya, dan sebelum shubuh. Di luar waktu itu pun, setiap anggota keluarga perlu meminta izin untuk masuk kamar sesama penghuni rumah.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari semua pihak untuk membangun ketakwaan individu melalui pendidikan dan nasihat atau taujih dari mubalig dan mubaligah, serta para guru. Dibutuhkan juga kontrol masyarakat sehingga ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang mendekati zina berupa pacaran dan khalwat, masyarakat tidak segan untuk menegur, mengingatkan dan menasihati agar tidak sampai terjadi perzinaan.
Selain itu, peran negara sangat penting untuk membuat kebijakan yang menutup semua tempat hiburan yang berbau pornografi dan pornoaksi, melarang iklan yang mengumbar aurat, melarang media baik cetak, elektronik, maupun media sosial menampilkan konten dan iklan berbau pornografi atau pornoaksi.
Negara juga akan menugaskan qadhi muhtasib untuk mengontrol tempat-tempat umum seperti taman-taman kota, halte, tempat perbelanjaan dari orang yang pacaran. Negara pun akan memberikan sanksi berupa takzir yang tegas kepada pelaku yang mendekati zina. Dengan langkah-langkah tersebut, Islam menutup semua pintu yang memicu terjadinya perzinaan.
Solusi preventif dan kuratif akan ditegakkan oleh negara. Negaralah yang akan patroli agar tak terjadi perselingkuhan dengan langkah di atas. Negara pula yang memberikan sanksi rajam ataupun jilid saat terjadi perzinaan. Walhasil, pintu perzinaan bisa ditutup sedini mungkin, baik pintu perzinaan di dalam pernikahan maupun di luar pernikahan.
Wallahu a’lam