Muhammad Ayyubi ( Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Berita viral di media massa dan media social lima orang yang diduga anggota dan pengurus PBNU datang menemui Presiden Israel Isaac Herzog. Kelimanya adalah Syukron Makmun, Dr. Zainul Maarif, Munawar Aziz, Nurul Bahrul Ulum dan Izza An Nafisah. Salah satu dari rombongan tersebut menuliskan dalam akun IG nya “ Alih-alih demonstrasi di jalanan, saya lebih suka berdiskusi dan mengungkap gagasan terkait konflik antara Hamas dan Israel, serta relasi Indonesia- Israel. Saya bersama rombongan berdialog langsung dengan Presiden Israel, Isaac Herzog “ tulis @zenmaarif.
PBNU mengaku kecewa dan mengecam pertemuan kelima anggotanya tersebut. Mereka mengatakan bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak mewakili PBNU. Wakil Ketua Badan Pengembangan Jaringan Internasional PBNU, Ahmad Munjid mengatakan bahwa para peserta kunjungan tersebut diundang dan pergi atas nama pribadi, bukan mewakili NU secara resmi.
NU telah intens berhubungan dengan Israel. Pada tahun 1994 Gus Dur diundang oleh Simon Peres Perdana Menteri kala itu ke Yerussalem untuk menyaksikan perjanjian damai antara Israel dan Yordania. Sementara itu pada medio 2018 Gus Yahya Staquf yang juga ketua PBNU saat ini datang ke Israel untuk menyerukan perdamaian di Israel, dia berpidato dalam American Jewaish Committee ( AJC ) Global Forum pada 10 Juni 2018. Dan di akhir sesi dia bertemu dengan Benjamin Netanyahu.
Nama besar NU seksi untuk dijadikan bamper isu untuk mengangkat citra Israel yang terpuruk dalam perang melawan Hamas. Prof. Nadirsyah Husain – cendikiawan NU dari NSW Australia- menyatakan bahwa “ tanpa embel-embel NU mereka tidak akan diundang oleh Israel. Karena mereka bukan siapa siapa “ tambahnya.
Penulis tidak membahas pengkhianatan mereka atas penderitaan umat Islam Palestina, karena fakta seperti bukan hanya dilakukan oleh mereka saja. Tetapi hampir oleh seluruh pemimpin negeri-negeri dan ormas seluruh dunia. Penulis akan menulis dari sisi pola hubungan politis dengan Negara atau pribadi yang secara nyata menyatakan peperangan dengan Kaum Muslimin dan Islam.
Tinjauan Politis Pola Interaksi Dengan Orang Kafir Harbi.
Rasulullah SAW menolak menyalatkan Jenazah Abdullah Bin Salul gembong munafikin Madinah setelah turunnya surat At Taubah : 84.
“ Dan janganlah engkau ( Muhammad ) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati diantara mereka ( orang-orang munafik ) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri ( mendoakan ) di atas kuburannya, sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik “
Ayat ini menjadi qarinah bagi kaum muslimin bahwa tidak boleh berhubungan dengan orang munafik yang secara nyata memusuhi Islam dan kaum Muslimin. Karena berhubungan dengan mereka akan memberi nilai positif mareka di mata umat Islam. Dalam keadaan matinya saja tidak diperbolehkan apalagi dalam keadaan hidupnya.
Nama besar Rasulullah bisa dijadikan dalil bagi kaum munafikin pendukung Abdullah bin Salul untuk menjadi propaganda kepada kaum muslimin bahwa apa yang dilakukan pemimpinnya di restui oleh Rasulullah.
Begitu pula pola hubungan Negara kafir harbi fi’lan atau Negara kafir yang secara nyata memerangi kaum muslimin maka Rasulullah menolak hubungan apapun dengannya kecuali hubungan perang. Di dalam surat Al Baqarah 190 ditegaskan :
“ Dan Perangilah di jalan Allah orang orang yang memerangi kalian dan jangan melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas “
Karena jika berdamai dengan para penjajah adalah bentuk pengkhianatan kepada para pejuang dan korban peperangan. Berdamai dengan penjajah adalah bentuk ketundukan dan kehinaan, sementara Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.
Maka mencermati berita pertemuan lima orang anggota dan pengurus PBNU adalah bentuk kekalahan politis, karena pertemuan itu tentunya menguntungkan citra Israel di mata dunia Islam. Hatta datangnya mereka atas nama pribadi, tetap saja mereka tidak bisa melepas identitas kemuslimannya. Opini yang beredar adalah bahwa penjajahan Israel atas Palestina mendapat dukungan dari PBNU atau minimal anggota NU. Jika hubungan pribadi saja tidak dibolehkan apalagi hubungan antar Negara. Bahaya yang ditimbulkannya jauh lebih besar.
Belajar dari perjalanan Rasulullah dalam bernegara semestinya tidak ada hubungan apa pun dengan Israel kecuali peperangan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan. Begitu pula tidak ada kunjungan ke Negara Israel apakah untuk wisata apalagi ceramah dukungan untuk Israel. Karena apa pun yang kita lakukan di sana tidak ada keuntungan bagi kita malah hanya kekalahan dan kerugian bagi kita.
Dalih perundingan, diskusi, seminar dan ceramah hanyalah kedok untuk memanipulasi tujuan sebenarnya. Apakah mereka tidak belajar dari perundingan-perundingan yang telah digagas untuk Israel, bukan lagi hanya sebatas NGO to G atau G to G tetapi UN to G. tetapi semuanya kosong tidak ada satupun yang berhasil.
Walhasil pertemuan anggota NU atau minimal orang muslim yang berlatar belakang NU adalah bentuk kebodohan yang dipertontonkan di dunia Internasional, memalukan sekaligus menyakitkan.[]