Oleh. Ahmadah, S.M.
Belakangan, viral kabar yang menyayat hati, bagaimana tidak, siswa SD yang sejatinya masih doyan bermain malah sudah pintar adu jotos. Salah satunya kejadian yang menimpa MHD (9), bocah kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (Kompas.com, 15/5/2023).
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, aksi penganiayaan terhadap korban ini diduga terjadi dua kali, yaitu hari Senin dan Selasa (15-16 Mei 2023). Korban yang duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar (SD) ini dianiaya oleh kakak kelasnya dan teman seangkatannya. Pihak kepolisian masih menyelidiki lebih lanjut terkait kasus ini.
Kejadian perundungan tidak sekali dua kali, usia dini tidak menjamin perilaku anak dalam kondisi aman. Perundungan justru sering terjadi di lingkungan sekolah dan oleh temannya sendiri. Kasus serupa semakin sering kita jumpai di kalangan pelajar, mulai dari Sekolah Dasar. Perundungan juga semakin sadis dan bengis. Tidak nampak rasa simpati dan empati pada para pelakunya.
Dalam Sistem Kapitalisme, Akidah Makin Terkikis
Pendidikan di sekolah yang minim penanaman akidah pada peserta didik mengakibatkan semakin menipisnya keimanan dan ketakwaan siswa terhadap Allah Swt. Kurangnya perhatian keluarga dan masyarakat terhadap perkembangan anak usia dini juga mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan mental dan psikologi anak. Bergantinya kurikulum Pendidikan di negeri ini belum bisa menjamin terciptanya generasi yang memiliki akhlak yang mulia dan penuh kasih sayang terhadap sesama.
Pengaruh lingkungan dan perkembangan teknologi juga tidak bisa diabaikan, lingkungan yang serba permisif menyebabkan perilaku anak tidak terkontrol, seakan anak bebas mau berbuat apapun termasuk penganiayaan terhadap orang lain. Kemajuan teknologi yang seharusnya membuat manusia semakin beradab, nyatanya tidak demikian, akses media sosial dan gadget yang berada dalam genggaman, malah berakibat rusaknya perilaku.
Berbagai konten yang mengandung unsur kekerasan dan kebebasan berperilaku banyak kita jumpai. Tidak ada filter dari Negara melalui pemangku jabatan terkait, Hal ini disebabkan karena diterapkannya sistem sekuler-kapitalis, dimana aturan agama dipisahkan dengan aturan kehidupan. Sehingga tidak ada Batasan halal dan haram dalam setiap perbuatan, termasuk perundungan yang dialami oleh MHD (siswa kelas 2 SD) di atas.
Rasa takut terhadap Sang Pencipta seolah semakin terkikis di tengah sistem kapitalisme. Seorang pelajar tidak lagi fokus belajar, rasa kasih sayang seolah menghilang, perundungan menjadi kebanggaan.
Bagaimana Islam Menyelesaikan Hal ini?
Anak adalah karunia dari Allah Swt. dan sebagai generasi penerus bangsa memiliki berbagai potensi yang bisa dikembangkan dengan optimal. Karenanya, ia harus dibekali dangan keimanan yang kuat dan aturan yang tegas dalam menjalani kehidupan sesuai dengan aturan dari Sang Pencipta Allah Swt.
Islam memiliki mekanisme komprehensif dalam membangun kepribadian rakyatnya pada semua lapisan usia sehingga terwujud individu beriman, berakhlak mulia, dan terampil. Pendidikan agama Islam diberikan kepada anak sejak dini melalui pengenalan-pengenalan terlebih dahulu mengenai ciptaan Allah tentang alam semesta dan seisinya. Kemudian dikenalkan berbagai macam ibadah terutama sholat, puasa, zakat dan haji. Juga diajarkan pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa Islami agar terbentuk akhlak karimah. Ini adalah penguatan akidah bagi generasi muslim sejak dini.
Selain pendidikan akidah mulai dari usia dini, pengenalan hukum-hukum syariat Islam seperti halal, sunnah, mubah, makruh, dan haram juga diberikan, agar anak memahami mana perbuatan yang sesuai dengan perintah dan larangan Allah Swt. dan mana perbuatan yang melanggar perintah dan larangan Allah SWT. Pengaturan sistem pergaulan yang berbasis Islami juga ditanamkan bagi anak, agar anak memahami Batasan-batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Pendidikan dalam Islam diberikan adalah dengan kasih sayang dan nasihat. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 11, yang menjelaskan bagaimana Luqman berlaku lemah lembut dan menunjukkan kasih sayang dalam menasehati anaknya dengan menggunakan kata “Wahai anakku .…” Hal ini menujukkan Luqman mendidik anaknya dengan penuh bijaksana, tanpa kekerasan.
Selain dari segi Pendidikan kepada anak, dalam sistem Islam, seorang khalifah akan melindungi akidah umat dari bahaya pendangkalan akidah. Negara juga akan menjadi filter yang utama dalam membendung berbagai konten yang mengandung unsur kekerasan dan pornografi sehingga para generasi muda akan terlindungi dari bahaya yang merusak moral dan akhlak.
Dengan berbagai antisipasi yang diterapkan dalam sistem Islam tersebut, maka keberkahan dan kebaikan dari lahirnya generasi penerus akan bisa terwujud. Generasi muda akan bisa memaksimalkan potensinya untuk kemajuan peradaban Islam. Islam menjadikan keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan, sehingga menjadi benteng dari perilaku kejam dan sadis.
Wallahu a’lam bishowwab.