Oleh. Yuliati Sugiono
Dunia pendidikan kembali heboh dengan adanya siswi SMA yang melahirkan bayi di sebuah SMA Kecamatan Karanganyar, Solo. Siswi tersebut awalnya sakit perut, tetapi ternyata melahirkan bayi setelah pelajaran olahraga. Bayi tersebut hasil hubungan intim dengan pacarnya di SMA yang (kompas.com/read, 10/9/2022).
Setelah proses kelahiran, mereka masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolah, tetapi tidak di sekolah yang lama. Menurut pasal 32 UUD 1945, setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak terkecuali para siswi yang tengah mengandung.
Buah Sekularisme
Semakin banyaknya fakta remaja usia sekolah hamil menunjukkan pergaulan bebas sudah kebablasan. Hal ini dipicu oleh tidak adanya pemisahan yang sempurna antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum.
Ketika agama sudah dipisahkan dari kehidupan, maka tak ada peran agama dalam keseharian anak didik. Sekolah hanya berfungsi transfer ilmu pengetahuan tanpa adanya ruh (idrak silah billah), yaitu kesadaran hubungan manusia dengan Allah. Lahirlah manusia-manusia pintar minim takwa. Tak ada rasa takut kepada Allah Swt.
Empat kebebasan dalam mabda kapitalisme, yaitu bebas beragama, bebas kepemilikan, bebas berpendapat, dan bebas berperilaku. Bebas berperilaku menimbulkan bebas pergaulan antara laki-laki dan perempuan sehingga terjadi perzinaan.
Maka, jika ingin mengakhiri pergaulan bebas ini, mau tidak mau harus mencampakkan ide-ide sekularisme. Ironisnya, dengan dalih hak anak, merunut UUD 1945, mereka tetap mendapatkan pendidikan meski mengandung. Hal ini membuka celah dan membuka keran kebebasan ini semakin besar. Tak ada lagi kekhawatiran kehilangan masa-masa sekolah ketika mereka bebas bergaul karena semua sudah dilindungi Undang-Undang.
Adanya kemudahan itu juga diikuti keprihatinan berikutnya, yaitu bagaimana tanggung jawab orang tua muda terhadap bayinya. Bukankah seorang ibu akan menyusui bayinya sampai dua tahun. Sang ayah juga harus mencari nafkah untuk keluarga kecilnya, dsb. Ini bila pasangan itu dinikahkan.
Keprihatinan yang berbeda disampaikan oleh Karina Adistiana, seorang psikolog anak yang mempertanyakan kebijakan sejumlah sekolah yang mengeluarkan siswi hamil sehingga tidak dapat mengikuti Ujian Nasional. Dia melihat ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap siswi hamil yang harusnya mendapatkan hak yang sama dengan pelajar lainnya. Dia juga menyalahkan sekolah yang tidak mengajarkan sistem reproduksi sehingga berakibat pada kehamilan.
Sistem Islam
Keprihatinan-keprihatinan di atas tidak perlu terjadi jika manusia mau mendudukkan dirinya sebagai hamba, makhluk ciptaan Allah yang mau diatur oleh aturan Allah, yaitu syariat Islam. Di dalam Al-Qur’an, sudah disampaikan secara gamblang haramnya mendekati zina. Mendekati saja diharamkan, apalagi zinanya. Firman Allah dalam surah Al-Isra ayat 32 yang artinya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang sangat keji.”
Ada seperangkat aturan pergaulan laki-laki dan perempuan dalam Ialam, yaitu:
1. Islam memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan di kehidupan umum. Pemisahan ini terjadi di masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, instansi pemerintahan, dll.
2. Islam memerintahkan perempuan untuk berhijab ketika keluar rumah atau saat berada di kehidupan umum. Perintah hijab atau jilbab dan kerudung diikuti larangan tabaruj, yaitu berhias/bersolek untuk orang asing selain mahramnya.
3. Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan ( ghadul bashar). Tidak melihat aurat masing-masing.
4. Islam melarang perempuan bepergian sehari semalam tanpa mahram.
5. Islam melarang khalwat, berdua-duaan laki-laki dan perempuan tanpa mahram.
6. Islam membatasi interaksi laki-laki dan perempuan sebatas kebutuhan. Misalnya sakit ke dokter, rapat, jual beli, dsb.
Maka, dengan seperangkat aturan ini, Islam menutup celah terjadinya perzinaan bahkan pembukaan zina dengan nama pacaran. Tidak diperlukan lagi pembelajaran sistem reproduksi yang justru menimbulkan keingintahuan pelajar untuk coba-coba. Gharizah nau, yaitu naluri ketertarikan kepada lawan jenis, itu fitrah.
Di sekolah juga diterapkan infishol tamm, pemisahan laki-laki dan perempuan. Negara juga melarang konten-konten pornografi yang merangsang libido. Penerapan kurikulum berbasis akidah Islam yang menyatukan materi dengan ruh yaitu kesadaran hubungan manusia dengan Allah sehingga senantiasa suasana yang terbangun adalah suasana keimanan. Maka, urusan pergaulan juga masuk ke ranah politik yang diterapkan di suatu negara dengan Islam yang rahmatan lil alamin.
Wallahu a’lam bish shawab.