PEOPLE POWER DALAM TIMBANGAN SYARIAH

Oleh HM Ali Moeslim (Penulis dan Pembimbing Haji & Umroh)

DUNIA dan segala isinya tidak ada yang abadi, tidak ada yang tidak berubah, perubahan itu merupakan keniscayaan. Sejak peradaban manusia pertama di bumi, tidak ada yang tetap, semuanya berubah seiring dengan perjalanan waktu. Perubahan itu tidak hanya terjadi pada tataran individu, atau wilayah suatu negara, bahkan terjadi perubahan pada level dunia.

Dulu dunia menyaksikan kebesaran dan kemasyhuran Romawi dan Persia. Seiring waktu, kedua imperium tersebut lenyap. Dunia juga pernah dibuat kagum dengan kebesaran dan kemasyhuran dan luasnya wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah yang berlangsung selama ribuan tahun mencapai 2/3 dunia. Dengan berbagai konspirasi yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, serta kelemahan dan kemunduran secara internal umat, institusi milik kaum Muslim tersebut pun runtuh pada tahun 1924 melalui tangan anak keturunan Yahudi, Mustafa Kemal Fasha.

Hari ini dunia diatur oleh Amerika Serikat dengan segala arogansinya. Suka atau tidak, kepemimpinan AS atas dunia inipun pasti berakhir. Tidak ada yang abadi, kecuali Zat Yang Maha-Abadi. Dia tidak pernah berubah, bahkan Dialah Yang mengubah segalanya.

Komponen umat Islam di pelbagai belahan dunia tidak terkecuali di Indonesia sudah “gatal”, tidak sabar lagi dengan situasi atau keadaan di negerinya. Akan tetapi seorang politisi atau negarawan Islam sejati akan senantiasa memegang teguh prinsip dan standar berbasis halal-haram. Halal dikerjakan dan haram ditinggalkan.

Pertanyaannya, apakah menempuh gerakan People Power itu sesuai dengan methode kenabian dalam melakukan gerakan perubahan? People power adalah gerakan politik menggulingkan kekuasaan presiden secara paksa melalui jalan aksi demonstrasi rakyat. Seluruh rakyat turun ke jalan agar presiden meletakkan jabatannya karena dianggap melanggar konstitusi.

Istilah people power zaman modern, pertama kali terjadi di Filipina sebagai akibat dari protes rakyat pada tahun 1986 dengan mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai Presiden. People Power terjadi pula di Indonesia dan melengserkan presiden Suharto tahun 1998 dan presiden Husni Mubarok tahun 2012.

People power memang cara instan sebagai gerakan politik untuk mengganti kepemimpinan. Namun yang harus disadari ada bahaya bagi cita-cita perubahan itu sendiri, di antaranya;

Pertama, people power rawan akan adanya pembajakan arah perjuangan, hal ini dikarenakan beragamnya manusia, serta partai yang terlibat dengan kepentingan dan visi misi politik yang berbeda-beda. Kondisi ini juga bisa memicu terjadinya konflik horisontal, yang mengakibatkan perpecahan di tengah-tengah

Kedua, people power hanya fokus pada pergantian rezim, tanpa memahami akar masalah terjadinya berbagai kerusakan dan kezaliman serta solusi menyeluruh atas permasalahan umat hanya berujung menghasilkan perubahan semu yang tak kunjung membuat kehidupan kaum muslim menjadi lebih baik. Sebaliknya hanya akan berpindah dari rezim yang satu ke rezim yang lain bak’ arisan.

Ketiga, people power yang tidak didukung oleh ahlu quwah (militer) maka akan berakibat fatal, dimana rakyat akan berhadapan dengan kekuatan negara, yang akan berakhir pada kekacauan politik dan pertumpahan darah, hal ini sebagaimana gerakan people power yang terjadi di Mesir dan Suriah yang berujung penangkapan disertai eksekusi kepada para aktifis dan konflik bersenjata antara rakyat dan penguasa terjadi secara membabi-buta.

Dalam pandangan Islam, people power bukanlah metode yang sahih dalam meraih kekuasaan, apalagi kekuasaan Islam. Sebaliknya, Politisi atau Negarawan Muslim sejati bekerja untuk sebuah visi besar (concept, fikrah) dan tahapan (thariiqah, methode) yang syar’i; meneladani perjuangan Baginda Rasulullah saw. yang senantiasa dibimbing wahyu sejak di Makkah dan Madinah.

Misalnya, Rasulullah menolak kompromi dan bergabung dengan sistem kufur. Beliau menolak orang kafir yang menawarkan tahta, harta dan wanita jika beliau bersedia meninggalkan dakwah Islam atau mencampuraduk-kan yang haq dan bathil.

Pertama, Rasullah menempuh jalan perjuangan an-thariqil ummah (metode umat). Melakukan pengkaderan kepada umat. Umat yang masih jahiliyah untuk diarahkan menyembah Allah SWT dan tunduk kepada seluruh aturan Allah secara sempurna. Hingga umat sadar dan mau berjuang di jalan Allah SWT.

Kedua, Rasulullah melakukan thalabun nushrah (meminta pertolongan) atas dasar perintah Allah SWT kepada Ahlul Quwwah yakni orang-orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh di tengah masyarakat seperti militer dan penguasa. Ibnu Saad dalam kitabnya Al-Thabaqat ada 15 kabilah yang di datangi Rasulullah SAW dalam rangka thalabun nushrah, di antaranya, ada Kabilah Kindah, Hanifah, Bani’ Amr bin Sha’ sha’ ah, Kalb Bakar Bin Mail, Hamdan dan sebagainya. Hingga akhirnya dakwah Islam Politik (menjadikan Islam sebagai solusi seluruh problematika kehidupan) berhasil dan terbentuklah raa’yul aam (opini umum) yang lahir dari wa’yul amm (kesadaran umum).

Politisi atau Negarawan yang berbasis pada Islam tidak akan lumer dengan remah-remah dunia. Mereka senantiasa mendahulukan keridhaan Allah SWT diatas proposal harta, tahta dan kesenangan dunia. Allah SWT berfirman;

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَࣖ ۝٥٠

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (Al Ma’idah ayat 50)

Bandung, 29 Aguatus 2024/24 Safar 1446

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi