Oleh : Muhammad Ayyubi ( Mufakkirun Siyasiyyun Community )
Pada tanggal 24 Mei 2024 Koran Tempo merilis laporan yang mengejutkan kita semua, bahwa penyumbang terbesar angka pengangguran adalah gen Z. BPS dalam klasifikasinya menyebut, bahwa gen Z adalah penduduk dengan kelompok yang lahir dalam rentang 1997 – 2012.
BPS mencatat bahwa jumlah gen Z pada tahun 2024 mencapai 80-85 juta jiwa. Masih menurut BPS, jumlah penduduk usia 15-24 tahun tanpa kegiatan produktif atau youth in not in education, employment and training ( NEET ) pada bulan agustus 2023 mencapai 9,9 juta orang. Dengan kata lain, para gen Z tersebut tidak sedang bekerja, sekolah atau ikut dalam pelatihan tertentu.
Jumlah NEET telah mencapai 22,25 persen dari total populasi gen Z secara nasional. Dari data tersebut sebanyak 5,73 juta orang di antaranya merupakan perempuan muda dan 4,17 juta lainnya adalah laki-laki muda. Dan yang paling mencengankan lagi adalah bahwa 8,9 persen penyumbang NEET adalah lulusan SMK. Sekolah yang sejak awal digadang-gadang oleh Pemerintah akan menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia, faktanya justru sebaliknya.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga, Hadi Subhan menilai sistem pendidikan yang tidak cocok dengan dunia usaha dan Industri menyebabkan banyaknya gen Z yang menganggur.
Fakta diatas seolah menambah kelam sejarah penerapan ekonomi berbasis kapitalisme selama ini di Indonesia, dimana sistem ini selalu berputar-putar – bagaikan lingkaran setan yang tidak pernah akan putus hingga kiamat terjadi – pada dua problem utama mereka,
Dua problem terbesar ekonomi kapitalisme adalah bagaimana mencegah terjadinya inflasi dan terserapnya seluruh tenaga kerja pada sector produksi dan jasa ( full employment ). Artinya Negara penganut sistem ekonomi kapitalisme akan menetapkan kebijakan fiskal dan moneter demi menghilangkan dua problem utama Negara tersebut.
Negara kapitalisme, dalam rangka mencegah inflasi dalam suatu Negara akan memainkan suku bunga di Bank Sentral. Ketika jumlah uang beredar ( JUB ) di masyarakat terlampau banyak, sehingga menjadikan nilai mata menjadi sangat rendah maka Bank Sentral akan menaikkan suku bunga dengan harapan masyarakat akan menyimpan uang di bank dengan harapan akan mendapatkan imbalan bunga yang besar. Pada akhirnya uang akan terserap di lembaga perbankan dan kemudian akan disalurkan dalam kredit-kredit yang akan berimplikasi pada meningkatnya produksi di sector barang dan jasa.
Sebaliknya, ketika harga-harga barang naik tajam ( inflasi ) secara nasional. Sehingga daya beli masyarakat menurun. Sehingga barang-barang komoditas mengendap di pabrik. Dan oleh karena barang tidak terbeli maka revenue pengusaha tidak ada sehingga tidak ada uang untuk menggaji para karyawan. Dan sehingga pada giliran berikutnya, akan terjadi pemecatan dan pemutusan hubungan karyawan ( PHK ). Dan paling dramatisnya, pabrik-pabrik akan tutup dan akibatnya stuck dan resesi ekonomi.
Ketika sudah terjadi resesi dan stuck ekonomi karena pengangguran menggila dan barang-barang tidak terbeli maka. Negara akan melakukan bailout atau subsidi kepada perusahaan-perusahaan agar mereka bisa bertahan dan kembali melakukan produksi kembali. Hal ini bisa dilakukan dengan pencetakan mata uang baru atau dengan penurunan suku bunga agar perusahaan-perusahaan tersebut mengambil kredit kepada perbankan.
Inilah lingkaran setan, yang penulis maksud di awal pembahasan. Ketika uang terlampau banyak, maka Bank Sentral akan menaikkan suku bunga sementara ketika terjadi pengangguran merajalela, maka Bank Sentral menurunkan suku bunga. Begitu berputar-putar sejak kelahiran sistem ekonomi kapitalisme di tangan Adam Smith dan itu terus terjadi hingga saat ini, artinya krisis ekonomi dalam sistem kapitalisme itu bersifat cyclic berputar-putar setiap sepuluh tahun sekali.
Akar Masalah.
Sesungguhnya akar masalah meningkatnya inflasi dan pengangguran adalah sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri. Karena dia adalah sistem yang memang tidak manusiawi dan bermasalah sejak berdirinya. Karena pada saat menggagas kapitalisme, Adam Smith mendasari pandangannya sejalan dengan ide Aristippus bahwa sifat serakah adalah dasar ekonomi. Pandangan inilah yang kemudian mendasari semua ide-ide turunan berikutnya. Baik itu tentang konsep kepemilikan, sistem mata uang, produksi ataupun konsumsi.
Maka selama sistem ekonomi kapitalisme itu masih diterapkan oleh Negara ini maka selama itu pula inflasi dan pengangguran itu terjadi, bukan saja pengangguran pada gen Z tetapi juga pengangguran di semua usia penduduk Indonesia.
Solusi Islam Mengentaskan Pengangguran.
Sistem ekonomi Islam bertumpu pada sector ekonomi riil, artinya sector ekonomi yang akan berimplikasi pada produksi dan terserapnya tenaga kerja. Seperti, pertanian, industri, perdagangan, perkebunan dan jasa. Hal secara pasti akan menghilangkan pengangguran dan berjalannya uang sesuai fungsinya yakni sebagai alat transaksi.
Sistem ekonomi Islam mencegah dan melarang sistem ekonomi non-riil. Yang dimaksud ekonomi non riil adalah ekonomi yang bertumpu pada pasar uang. Sehingga tidak menyerap tenaga kerja dan terciptanya komoditas perdagangan atau pertanian. Ekonomi non riil ini tercipta karena distorsi fungsi uang menjadi komoditas perdagangan yang diperjualbelikan di dalam pasar saham.
Pada ujungnya, melonjaknya pengangguran tidak bisa terkendali. Oleh karena uang yang ada berputar-putar pada pasar saham. Sementara di saat yang sama, jumlah lulusan sekolah di usia gen Z terus terjadi setiap tahunnya. Jika pengangguran ini terus menumpuk, maka tidak heran jika kemudian kriminalitas menjadi berita harian.
Islam akan menjadikan emas dan perak sebagai mata uang, bukan seperti saat ini, ketika kertas yang pada dasarnya tidak berharga dijadikan sebagai mata uang, konsep sistem mata uang kertas ini rawan sekali inflasi.
Sistem ekonomi Islam ini hanya akan menjadi teori jika tidak diterapkan oleh sebuah Negara, maka keberadaan suatu Negara yang menerapkan sistem ekonomi islam dan sistem-sistem lainnya adalah sebuah keniscayaan dan urgen. Negara tersebut dalam terminologi syariat Islam di sebut Khilafah Islamiyyah. Dan berjuang untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah juga sebuah kewajiban, bahkan mahkota kewajiban, karena dengan itu seluruh kewajiban-kewajiban lainnya bisa diterapkan.
Walhasil, tingginya angka pengangguran pada gen Z dan pada generasi sebelumnya bukan akibat pendidikan yang tidak cocok dengan dunia kerja, karena justru SMK ini didirikan untuk match dengan dunia kerja. Tetapi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang rusak dan merusak.[]