Pendidikan Vokasi, untuk Masa Depan Generasi atau Korporasi?

Oleh. Ummu Fatih (Komunitas Menulis Setajam Pena)

Saat ini, pendidikan vokasi menjadi daya tarik masyarakat karena pendidikan vokasi ini katanya menawarkan kesempatan kerja yang luas. Pendidikan vokasi sebenarnya merupakan sekolah kejuruan yang menunjang bagi siswanya agar menguasai keahlian terapan tertentu, dengan tujuan menyiapkan SDM siap kerja. Dengan keahlian dan keterampilan yang dikuasainya, jika sudah mumpuni lulusan vokasi, maka dapat bersaing secara global. Kurikulum vokasi ini dirancang sedemikian rupa agar para generasi muda mendapatkan skill yang mumpuni sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Berbeda dengan pendidikan akademik yang mana ilmu pengetahuan yang lebih diutamakan. Sementara pendidikan vokasi menekankan pada keterampilan yang lebih berorientasi pada praktik daripada teori. Di Indonesia sendiri, jumlah sekolah vokasi menurut data Kemenristekdikti, pendidikan vokasional di Indonesia terdiri dari 1.365 lembaga pendidikan, di antaranya 1.103 akademi kejuruan dan 262 politeknik.

Melihat program vokasi yang dicanangkan pemerintah ini, seoalah-olah menggiurkan bagi peserta didik dan orang tua. Dengan iming-iming lulusan langsung disalurkan ke perusahaan bonafit, banyak dari masyarakat memilih pendidikan vokasi ini. Padahal, kalau kita mau melihat faktanya, angka pengangguran terbesar adalah lulusan sekolah vokasi.

Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Kabarenbang) Kemnaker Tri Retno Isnaningsih, dalam Webinar Kementrian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 8,49% yang paling tinggi adalah pada level SMK. Ini juga suatu permasalahan khusus di mana SMK ternyata malah menduduki peringkat yang paling tinggi untuk TPT-nya di Indonesia (detikfinance, 14/7/2020).

Angan-angan masyarakat tidak sesuai dengan realita kehidupan saat ini. Nyatanya menyandang gelar sarjana belum tentu ke depannya langsung medapatkan pekerjaan. Jika pun mendapat pekerjaan, akan dipersulit oleh para korporasi atau perusahaan dengan banyaknya aturan.

Hal ini menunjukkan jika semakin hari dunia pendidikan semakin karut-marut. Penerapan sistem pendidikan sekuler berimbas pada kurikulum yang tidak berdasarkan aqidah Islam dan justru semakin merusak generasi ini. Kurikulum ini dibentuk berdasarkan kepentingan pasar dan korporat yang tidak peduli apakah ini dapat memajukan masyarakat atau tidak. Rakyat terperangkap dalam bahaya besar, mereka dijadikan obyek untuk diberdayakan sistem kapitalisme. Yang mana cara pandangnya hanya berorientasi pada materi.

Jati diri generasi muslim saat ini semakin kabur. Mereka tidak tahu arah tujuan hidupnya. Standar kebahagian yang ingin di capai hanyalah materi saja.

Sungguh menyedihkan, generasi yang seharusnya menjadi aset bangsa, menjadi generasi khoiru ummah, harus terjebak dalam sistem kapitalisme. Keahlian yang mereka miliki hanya dipergunakan untuk kepentingan para korporat. Bertahun-tahun mengenyam pendidikan di sekolah hanya untuk diperbudak oleh para industri.

Itulah cara sistem kapitalisme merusak generasi ini. Pemuda disibukkan dengan meraih cita-cita semu yang pada kenyataannya menjauhkan mereka dari agama. Orientasi mereka hanya sekolah agar bisa segera lulus dan bekerja, tetapi melupakan kewajiban lain dalam agamanya.

Padahal, sistem pendidikan vokasi dalam Islam mengatur untuk memperoleh pemuda yang memiliki keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar nafsu yang bernilai materi. Karena itu, vokasi dalam Islam menyesuaikan kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan industri yakni memenuhi para korporat.

Kurikulum pendidikan vokasi dalam Islam pun menjadikan anak-anak didik tidak hanya hebat dalam keterampilan teknisi saja, tetapi lebih dari itu akan mencetak tenaga ahli. Sehingga, anak didik diajarkan menjadi ahli yang kompeten untuk menciptakan berbagai sarana yang terus berkembang. Bahkan ,jika mereka mempunyai kemampuan lebih, akan terus didukung dan dibiayai untuk menjadi ilmuwan atau penemu-penemu teknologi.

Selain itu, yang utama adalah membangun dan mencetak mereka memiliki kepribadian Islam, pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Sehingga, mereka akan menjadi pekerja, ahli, ilmuwan atau penemu yang selalu tunduk dan terikat dengan hukum syariat. Namun, ini semua tidak akan pernah tercapai jika negara masih menerapkan sistem kapitalisme. Karena di sistem saat ini, negara justru memberikan ruang yang besar untuk korporat untuk menancapkan misinya menjadikan anak negeri ini sebagai budak mereka.

Oleh karena itu, pendidikan vokasi Islam hanya bisa terwujud jika kita menerapkan hukum Allah dalam bingkai negara. Sebab, hanya negara yang mampu mewujudkan generasi yang terampil pada bidangnya dan menjadikan generasi khoiru ummah.

Wallahu a’lam bish shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi