Pendidikan Kapitalistis, Melahirkan Generasi Pragmatis

Yani,
Bogor

Dunia pendidikan kembali dikejutkan dengan adanya kasus ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terjerat pinjaman online (pinjol). Para mahasiswa menjadi korban penipuan untuk investasi. Mirisnya, hal ini terjadi di PTN dan universitas favorit yang masuk TOP 450 tahun ini.

Pengamat keuangan Piter Abdullah menilai, ratusan mahasiswa IPB yang terjerat pinjaman dalam jaringan (pinjaman online/pinjol) untuk penjualan yang ternyata bodong ini, karena tamak dan tidak memiliki literasi pengetahuan yang cukup mengenai masalah ini (15/11). Para mahasiswa ini berspekulasi dan meminjam uang orang di pinjaman dalam jaringan. Padahal, bunga pinjaman sangat tinggi baik pinjol legal maupun ilegal.

Fenomena ini menggambarkan orientasi materi telah menjebak mahasiswa. Sehingga, tidak lagi berfikir logis dan kritis. Hal ini menggambarkan betapa mahasiswa terjerat pragmatis akut sehingga tidak bisa berpikir jernih. Seharusnya, mahasiswa adalah sebagai intelektual muda yang berperan penting bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Status mahasiswa merupakan status pada level intelektual yang tinggi, usia muda dengan idealisme kuat dan potensi besar. Mahasiswa adalah tumpuan harapan masyarakat dalam perannya sebagai agent of change (agen perubahan), iron stock (generasi penerus yang tangguh), moral force (kekuatan moral), dan social kontrol (kontrol sosial). Faktanya mahasiswa tengah menghadapi tantangan berat dalam mengoptimalkan perannya. Mereka tersibukan dengan berbagai program dan kegiatan yang tidak bisa dipungkiri justru kontra produktif dengan keoptimalan perannya.

Hal itu tentu tidak lepas dari kebijakan pendidikan tinggi, tempat mereka menimba ilmu. Sehingga, perlu menelusuri arah pendidikan tinggi saat ini yang meniscayakan satu tujuan yakni, mencetak lulusan yang siap terserap pasar kerja.

Pendidikan tinggi dengan asas sekularisme telah mencetak output intelektual pragmatis. Dalam paradigma kapitalisme adalah sekedar mencetak lulusan yang memenuhi tuntutan industri, bukan intelektual sebagai problem solver. Akibatnya, para mahasiswa tergerus cara berpikir pragmatis individualis untuk sekedar mendapatkan pekerjaan layak setelah lulus. Selama sistem sekuler menjadi asas dalam sistem negara, termasuk dalam pendidikan mahasiswa akan tetap terjebak dalam sikap pragmatis,apolitis dan individualis. Butuh upaya membangun daya kritis mahasiswa akan kerusakan sistem kapitalisme dan kesadaran, untuk mengambil sistem Islam sebagai asas dan aturan dalam seluruh aspek kehidupan.

Kita tidak bisa menampik realitas rusaknya remaja muslim, maraknya penggunaan narkoba, pemuda pelaku L613T, tingginya angka kenakalan remaja serta menjamurnya transaksi keuangan digital (e-comerse/pinjol) berbasis riba di kalangan anak muda.

Buram dan suramnya kehidupan remaja saat ini, akibat mereka tidak memahami Islam sebagai aturan kehidupan. Inilah buah sistem pendidikan kapitalistik di perguruan tinggi, mencetak mahasiswa yang berorientasi materi sejalan dengan semangat enterpeneur university. Sungguh, berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang menjadikan perguruan tinggi sebagai tempat menyiapkan calon pemimpin umat.

Pemuda-pemudi muslim adalah penerus estafet dakwah dan peradaban Islàm. Namun sayang sekali, nilai-nilai liberal sekuler telah membajak dan mendangkalkan potensi mereka. Mari selamatkan generasi muda dengan Islam, hingga mereka mencintai Islam, bangga pada Islam, dan mau memperjuangkan tegaknya Islam.

 

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi