Penculikan Anak Marak, Negara Gagal Memberikan Jaminan Perlindungan?

Oleh. Ria Safitri, S.Pd.

Belakangan ini begitu banyak orang tua yang dibuat resah dikarenakan maraknya berita penculikan anak yang beredar secara massive di jagad media sosial. Seperti video penculikan di Bekasi Utara, dengan dibius dan dimasukan ke dalam karung saat asyik bermain diteras rumah, ataupun yang terjadi di Makasar seorang bocah yang diculik oleh Pemulung, dan juga kasus penculikan seorang anak oleh dua remaja yang tergiur untuk menjual organ korbannya.

Dari sekian banyak berita dan video viral yang beredar beberapa diantaranya telah dikonfirmasi oleh pihak kepolisian setempat, dan di anggap sebagai hoaxs maupun video lama yang beredar kembali, akan tetapi ada satu atau dua video yang dikonfirmasi sebagai fakta. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra Mengatakan, meski Polisi menyatakan Hoaks ,tetapi alangkah baiknya masyarakat agar tetap mawas diri. Terlepas dari benar atau tidaknya tidak ada yang menyatakan bahwa itu hanya sebatas rekayasa maupun prank yang dilakukan beberapa content creator. Hal ini tentunya patut kita waspadai bahwasanya penculikan anak dengan cara demikian nyata adanya dan terjadi di sekitar kita.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) menyebut kasus penculikan anak memang makin marak. sepanjang tahun 2022 terjadi 28 kasus naik disbanding pada 2021ada 15 kasus (CNN Indonesia.co, 2/2/2023).

Bahkan, di DIY diduga angka penculikan anak yang tidak terlapor dan terekspose justru lebih besar. Lalu apakah motif dari penculikan para penerus generasi bangsa ini?

Pada kenyataannya yang banyak menjadi korban adalah anak-anak dan perempuan karena merekalah yang sering menjadi sasaran dan dianggap paling rentan. Menurut protokol PBB Pasal 3 bahwa penculikan termasuk dari agenda perdagangan manusia (human trafficing) yang bertujuan untuk eksploitasi, pelayanan paksa, praktik perbudakan, dan penjualan organ. Dikutip dari Maiidin Gulton di buku “Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan2012/hal. 3, korban penculikan biasanya akan diberlakukan secara tidak manusiawi dan dieksploitasi. Bentuk-bentuk eksploitasi itu sendiri di antaranya dengan cara memperlakukan korban untuk bekerja yang mengarah pada praktik-praktik eksploitasi seksual, perbudakan, sampai penjualan organ, demi sebuah keuntungan atau materi dalam waktu singkat tanpa memikirkan halal haram.

Sungguh miris nasib anak dalam sistem kapitalisme. Anak tidak mendapatkan tempat yang menjamin perlindungan dan keamanannya. Padahal, upaya untuk mewujudkan Indonesia layak anak telah dimulai disahkanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada pemenuhan hak anak. Selain itu, ditandatanganinya Peraturan Presiden Republik Indonesia (PERPRES) No 25 Tahun 2021 tentang Kota Layak Anak dan Lingkungan ramah Anak.

Jika ditarik garis lurus, berbagai kasus penculikan dan perdagangan manusia terjadi karena impitan ekonomi dalam negara kapitalis yang membuat living cost melambung tinggi, lemahnya keimanan, hingga lemahnya pengawasan orang tua, termasuk rendahnya keamanan di negeri ini. Sementara yang adapun serasa pada Pasal 83 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan, pelaku penculikan anak diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling sedikit 3 tahun serta ancaman pidana berupa denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta. Apakah mungkin sanksi seperti ini membuat pelaku jera?

Adapun dalam Islam, keamanan adalah kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan oleh negara, terlebih untuk anak yang merupakan golongan yang rentan. Namun, hal ini masih belum menjadi prioritas negara. Abainya negara atas keselamatan rakyat adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat. bahkan keamanan menjadi salah satu objek kapitalisasi, sehingga tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan.

Sungguh, getir hidup di bawah sistem kapitalis ala Barat. Karena, negara tidak mampu menjadi garda terdepan dalam menjamin keamanan rakyatnya, terlebih mereka adalah penerus tongkat estafet kepemimpinan. Sejatinya, beragam kriminalitas terjadi karena tidak diterapkanya syariat Islam secara menyeluruh. Padahal, ketika Islam ditegakkan, negara akan memberikan jaminan kesejahteraan rakyatnya, baik dalam hal keamanan, pendidikan, kesehatan, dan kepemilikan. Sebab, fungsi negara bukan hanya sebagai regulator sebagaimana yang terjadi saat ini melainkan sebagai junnah (perisai) dan ra’ain (pengurus) rakyatnya.

Negara dengan sistem kepemerintahan Islam akan memberikan sanksi yang membuat pelaku penculikan dan kejahatan lainya jera dan sebagai pembelajaran bagi yang lain agar tidak melakukan kejahatan yang sama. Sehingga, angka kriminalitas akan menurun.

Oleh karena itu, jaminan kebutuhan komunal akan benar-benar terwujud jika sistem pemerintahan Islam ditegakan. Islam menjadikan keselamatan semua individu menjadi salah satu hal utama yang harus diwujudkan oleh negara.

Wallahu a’lam

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi