Pencegahan Kurang, Bencana Banjir Kembali Berulang


Oleh : Azzahra ( Pemerhati Generasi)

Belakangan ini curah hujan di beberapa wilayah negeri ini cukup tinggi, maka tak heran bencana banjir hampir tak pernah absen menghampiri. Cuaca yang sulit diprediksi seringkali dipersalahkan, hingga banjir yang setiap tahun hadir pun seolah hal biasa yang tak perlu buru- buru dituntaskan.

Sementara, pemerintah justru sibuk merancang ide pembangunan yang sebetulnya tak benar-benar dibutuhkan rakyat. Sungguh miris memang, banjir sudah menggenangi sejumlah lahan di tanah air, namun mitigasi bencana, seolah tak diseriusi.

Seperti yang terjadi di wilayah jawa timur yakni, kabupaten Blitar beberapa daerah terendam banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mengungkapkan banjir di wilayah itu melanda hingga lima kecamatan dengan 13 titik lokasi kejadian. Banjir di Kabupaten Blitar tersebut menimpa antara lain di Kecamatan Binangun.

Beberapa desa yang terdampak antara lain Desa Salamrejo, kemudian Dusun Kedungjati di Desa Rejoso dan Desa Binangun. Kemudian di Kecamatan Panggungrejo, banjir menimpa antara lain di Desa Kalitengah dan Desa Serang. Di Kecamatan Sutojayan, banjir melanda Desa Sumberjo, Desa Bacem, Desa Kalipang, Lingkungan Gondanglegi di Kelurahan Sutojayan, Lingkungan Purworejo di Kelurahan Sutojayan dan Lingkungan Sutojayan, Kelurahan Sutojayan. Untuk Kecamatan Wonotirto, banjir terjadi di Pasar Ngeni, Desa Ngeni dan di Kecamatan Wates, banjir terjadi di Desa Tugurejo.

Banjir tersebut merendam rumah warga serta fasilitas umum. Bahkan, jembatan juga tidak bisa dilewati akibat banjir. Banjir yang terparah terjadi di Kecamatan Sutojayan dengan ketinggian sekitar 1 meter. BPBD Kabupaten Blitar sudah membuat posko pengungsian. Selain menempati aula Kelurahan Sutojayan, posko itu juga menempati fasilitas umum lainnya seperti gedung pertemuan, hingga rumah warga dengan total jumlah pengungsi hingga 465 jiwa.
(jatim.antaranews.com,18/10/2022)

Banjir ini dipicu oleh hujan intensitas tinggi yang terjadi 3 hari terus menerus, sehingga terjadi luapan debit air sungai. Tak hanya di Jawa Timur, bahkan banjir juga melanda ibukota.

Pada Rabu (12/10/2022) terdapat 50 RT terendam banjir akibat luapan sungai Ciliwung. Ketinggian banjir mencapai 2,2 meter di kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Banjir juga terjadi di Sukabumi, Bogor, Bandung bahkan Papua, Sulawesi juga tak luput dari genangan air. Hampir seluruh wilayah terkena bencana ini.

Namun sayangnya, antisipasi dari pemerintah tidak secepat aliran air, padahal bencana ini selalu berulang setiap tahun. Indonesia memang termasuk wilayah potensial bencana, terutama banjir.

Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP), sepanjang periode 1 Januari hingga 9 Oktober saja, sudah terjadi 1.083 kali banjir, 483 kali tanah longsor dan 867 kali cuaca ekstrem. Faktor cuaca memang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, seperti fenomena La Nina, peningkatan suhu permukaan laut, perubahan angin, dan lain-lain seringkali disebut sebagai penyebab utama banjir.

Namun masalahnya, bencana ini bukan perkara baru melainkan sudah menjadi langganan setiap kali musim penghujan. Kerugian material yang ditimbulkan sudah tak terhitung lagi, sementara masyarakat dipaksa menerima keadaan dengan dalih faktor alam sebagai penyebabnya.

Kenyataannya, penyebab banjir bukan semata karena faktor alam. Ada banyak hal yang harus di evaluasi dari perilaku manusia itu sendiri terhadap alam. Hal ini bisa terkait dengan budaya dan kebijakan struktural dalam pembangunan.

Penguasa hari ini malah sibuk berpolemik saat bencana sudah terjadi, alih-alih mencari solusi justru sibuk mencari kambing hitam. Selain itu negara acapkali gagap melakukan mitigasi bencana sehingga berbagai dampak tak terantisipasi sebaik-baiknya.

Jika ditelusuri, problem bencana banjir ini memanglah sistemis maka harus diberikan solusi yang sistemis pula. Misalnya saja, curah hujan yang tinggi, tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibetoni, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi dan sistem drainase dibuat terintegrasi.

Seharusnya, kehadiran hujan mendatangkan rahmat bukan laknat. Di dalam sistem kapitalisme eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan memang kian tak terkendali. Sehingga tanah pun makin turun, akibat konsumsi air tanah untuk penunjang  fasilitas hunian elit dan industrialisasi. Bahkan volume sungai pun makin menyempit akibat melimpahnya sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.

Sungguh miris sebetulnya, hampir semua terjadi secara legal atas nama pembangunan yang justru abai terhadap tata ruang dan tata wilayah, sangat profit oriented, cenderung pragmatis, dan mengedepankan ego sektoral.

Hal ini bukti bahwasanya penguasa lebih memihak kepentingan pengusaha, keuntungan materi adalah segalanya. Soal kelestarian alam dan keberlangsungan kehidupan rakyat di masa depan bukanlah hal yang perlu diperhitungkan.

Astaghfirullah. Sejatinya, dunia ini butuh sistem Islam. Sebab paradigmanya bertentangan dengan sistem kapitalisme saat ini. Di dalam Islam mengajarkan keseimbangan. Adab terhadap alam bahkan di nilai sebagai bagian dari iman.

Maka siapapun yang merusak keseimbangan alam, dianggap pelaku kejahatan dan di nilai sebagai bentuk kemaksiatan. Penguasanya pun benar-benar berperan sebagai pengurus dan penjaga umat.

Sistem Islam juga mengatur soal penggunaan tanah dan pentingnya memperhatikan tata ruang. Serta secara tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi yang serampangan seperti dalam sistem saat ini.

Ketika sistem Islam diterapkan, tidak pernah terjadi bencana yang penyebabnya di luar faktor alam. Jika pun terjadi maka statusnya adalah musibah dan ujian bukan karena kerakusan manusia.

Sudah saatnya umat Islam hari ini harus segera bertobat kepada Allah Swt. Dengan kembali pada aturan yang telah Allah tetapkan yaitu, sistem Islam kaffah (Khilafah). Sistem inilah solusi satu-satunya yang mampu membawa umat pada kemaslahatan di dunia dan akhirat.  Wallahu a’lam bis shawab.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi