Pemuda Harapan, Nasibmu Kini

Oleh. Afiyah Rasyad
(Aktivis Peduli Umat)

Syahdan, setiap 28 Oktober, peringatan Hari Sumpah Pemuda (HSP) digelar. Pada tahun 2023 ini, HSP ke-95 mengusung tema “Bersatu Memajukan Indonesia.” Sejak 1928, peringatan Hari Sumpah Pemuda ini tak pernah libur diselenggarakan. Namun faktanya, semangat jangan pemuda seakan bersembunyi dan menghilang entah ke mana.

Posisi Pemuda Sekarang

Pada momen HSP tersebut, Presiden Jokowi mengingatkan terkait peluang besar untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 Indonesia berupa bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030-an. Presiden pun mengingatkan perlunya dua strategi utama. Pertama, sumber daya manusia Indonesia yang harus disiapkan untuk memasuki pasar tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Kedua, adanya upaya peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat melalui eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki (beritasatu.com, 28/10/2023).

Jauh panggang dari api, kiranya peribahasa ini menggambarkan harapan presiden pada pemuda. Cita-cita orang nomor satu di negeri ini seakan bertepuk sebelah tangan. Pemuda yang merupakan agen perubahan, kini banyak tercermin sebagai generasi rapuh yang manakah dengan gaya hidup hedon.

Sejatinya, pesan positif berdatangan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Sekjen Kemendikbud Ristek, Suharti, yang mengimbau, “Perayaan Hari Sumpah Pemuda tahun ini harus kita jadikan momentum untuk membangun kolaborasi antargenerasi dan antarsektor,” ujarnya (kompas.com, 28/10/2023). Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga turut meberikan pesan, “Peliharalah persaudaraan dan pertemanan dengan siapapun, mari jadikan perbedaan sebagai satu energi untuk menciptakan terobosan dan inovasi yang bermanfaat bagi kemajuan Indonesia,” kata dia (liputan6.com, 28/10/2023).

Pesan-pesan tersebut seakan raib tak berbekas. Generasi muda terlanjur nyaman dengan hidup bebas. Pemuda enggan memperhatikan pesan-pesan dan harapan yang sejatinya akan yang dipandang sebagai batas. Posisi pemuda sebagai penerus masa depan bangsa dan agen perubahan dilepas.

Sungguh, keadaan pemuda kini tak baik-baik saja. Nasibnya terdapat pada semuanya bahagia. Keglamoran, kemewahan, ketenaran, kebebasan melekat kuat pada sosok generasi muda. Banyak di antara mereka yang terjerumus pada seks bebas dan jurang peresaran narkoba. Saat masalah menyapa, bunuh diri kerap dijadikan solusinya. Harapan dan cita-cita mulia seakan tak bersisa.

Pemuda kehilangan jati diri. Mereka tak paham hakikat hidup yang sejati. Berbagai perilaku buruk seakan menjadi teman sehari-hari. Perilaku-perilaku tersebut dianggap sangat keren dalam aktualisasi diri. Angan mereka sudah meninggalkan segala potensi. Di saat yang sama, pemuda yang masih mau berpikir juga terjebak dan terbajak pemikirannya dengan ide kreatif seputar motif ekonomi. Mereka tergiur dengan eksistensi di dunia kerja, wakil khusus dunia industri, demi pundi-pundi materi dan eksistensi diri.

Sumpah Pemuda seakan hanya menjadi seremonial tahunan yang tak bermakna. Banyak pemuda tak memedulikannya. Tentu hal ini tidak terjadi begitu saja. Ada sebab krusial yang menimpa para pemuda. Yakni, hadirnya sistem kapitalisme dalam peraturan kehidupan di alam semesta.

Sistem pendidikan dalam kapitalisme hanya berpakaian pada sukse akademik dan sukses di dunia usaha. Pemuda terdidik sebagai buruh alias pekerja. Tak heran, kurikulum pendidikan saat ini yang diselamatkan dengan kebutuhan industri atau dunia usaha. Di samping itu, akidah sekularisme, yakni memisahkan kehidupan dengan agama turut mencengkeram manusia, khususnya pemuda. Walhasil, banyak pemuda yang tak peduli halal haram dalam perilaku dan pilihan hidup

Tuntutan hidup mewah, glamor, serta bergelimang harta menjadi ciri khas kapitalisme. Asas manfaat menjadikan pemuda bertepuk lutut pada banyak materi dan ketenaran. Sementara faktanya, kapitalisme menjadikan segala sesuatu kebutuhan ditanggung oleh tiap individu, termasuk pemuda. Pemeliharaan urusan individu rakyat diceritakan dari negara. Secara kasar, negara telah menolak tiga pemeliharaan dan tanggung jawabnya atas individu rakyat, termasuk pemeliharaan atas pemuda.

Tak ayal, kebutuhan hidup begitu tinggi. Pemuda harus memenuhinya sendiri. Bahkan, tak jarang mereka juga harus memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang lain sehingga membuat mereka terus menjerumuskan diri dalam pusaran buruh industri.

Pemuda Mulia dalam Islam

Nasib pemuda saat ini penuh derita. Hal ini bertolak belakang jika pemuda berada dalam naungan Islam. Islam memandang pemuda adalah generasi penerus peradaban. Maka dari itu, Islam menetapkan negara sebagai pemelihara dan penanggung jawab urusan setiap individu rakyatnya, khususnya pemuda.

Negara akan melakukan pembinaan intensif pada rakyat, terutama pada pemuda. Pembinaan ini dilakukan secara formal di bangku-bangku pendidikan dan juga di kehidupan bermasyarakat. Tujuan pembinaan ini adalah menguatkan akidah, mengkohkan iman, membentuk kepribadian Islam, dan menciptakan suasana keimanan. Dengan demikian, pemuda akan tumbuh menjadi pribadi yang paham hakikat hidup, paham jati diri, serta menjadi pemuda yang senantiasa istikamah dalam ketaatan pada Ilahi.

Islam tidak menjadikan materi sebagai asas. Maka dari itu, negara akan memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersiernya. Negara akan membuka lapangan pekerjaan yang layak tanpa mengeksploitasi pemuda. Kebutuhan pokok personal ini akan diberikan lewat masifnya lapangan kerja yang layak dan memanusiakan dengan upah yang sepadan dengan skill atau profesi yang dimiliki pemuda. Adapun kebutuhan primer komunis, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan sudah menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya.

Dengan demikian, pemuda akan fokus pada kontribusi nyata untuk negara. Keimanan yang sudah tersuasanakan akan membimbing mereka pada aktivitas yang condong pada ketaatan dan berkarya untuk umat. Betapa tinta emas sejarah mencatat banyaknya ulama, ilmuwan, dan intelektual muslim yang taat lahir dari kalangan muda. Sebut saja Imam Syafi’i, Ibnu Ababs, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Muhammad Al-Fatih, Abbas ibnu bnu Firnas, Jabir ibnu Hayan, Fatimah Al-Fihri, dan lainnya. Mereka semua adalah para generasi muda yang istikamah dalam ketaatan. Haya Islamlah yang memuliakan generasi muda.

Penutup

Pola pikir dan pola sikap islami pemuda hanya akan terbentuk saat sistem Islam menaungi kehidupan. Wahai Pemuda Muslim, jadilah pemuda harapan. Wahai Pemuda! saatnya bangkit menuju perubahan hakiki. Bangkit untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam. Wallahu a’lam.

Dibaca

Loading

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terbaru

Konsultasi